Aku nggak tahu sejak kapan aku suka sekali sama suara gemuruh petir dan hujan, aku betah berlama – lama melihat keluar jendela saat hujan mengguyur bumi. Untuk sesaat aku bisa melupakan kesedihanku, menyingkirkan rasa kesal, luka, dan sakit karena seakan takdir buruk terus mengikutiku.
Aku duduk di daybed sofa dengan bale bale kayu yang sengaja ku letakkan dekat jendela kaca berukuran 2 x 1 meter dikamar ini, aku memeluk lutut, menyandarkan kepalaku diatasnya dan menatap kosong keluar jendela. Selimut bedcover menyelimuti tubuhku. Hujan lebat diluar sana – aku menikmati ini, seakan hujan memeluk ku erat. Aku menangis sejadi – jadinya. Kenangan demi kenangan itu terulang kembali dikepalaku.
#####
Back to 2016, 10 Juni
Aku menikah, dengan orang yang paling ku cintai didunia ini. berkali – kali aku meliriknya dibalik bulu mataku, ia terlihat gugup dalam balutan baju pengantin putih. Ia menarik napas dalam – dalam beberapa kali, mempersiapkan diri. Lalu... dengan lantang ia mengucapkan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Indah Kirana Puteri..." saat itu aku nggak memperhatikan setiap kalimat yang ia ucapkan didepan penghulu karena aku terlalu bahagia menjadi seorang pengantin dari laki-laki bernama Aditya Wiryawan. Ia dulu adalah kakak tingkatku dikampus, meski kami beda jurusan.
Adit membuat impian pernikahanku menjadi nyata. Akad dan pesta pernikahan yang bertema garden party. Ia adalah lelaki romantis dan selalu tahu apa yang ku inginkan tanpa perlu mengatakannya. Aku tersenyum menatap matanya saat ku dengar kata 'sah' ditelinga. Ia juga tersenyum. Pernikahan yang nggak akan pernah ku lupakan seumur hidupku. Pernikahan sekali seumur hidupku. Bersama seseorang yang sangat kucintai.
Bahkan dimalam pertama kami, ia hanya mengajakku ngobrol padahal kami nginap di hotel paling mahal dikota kelahiran Adit. Ia memakai tshirt hitam dan celana panjang jogger berbahan kaos setelah selesai mandi, aku sendiri sangat nyaman dengan piyama katun jepang bermotif dedaunan. Aku duduk dipetiduran sambil bermain Hp, buka sosmed saat ia datang menghampiri. Ia duduk disisi petiduran, lalu meraih tanganku dan menatapku penuh cinta.
"Kamu yakin mau tinggal dikota kecil ini?"
Aku memutar bola mata, seakan bosan mendengar pertanyaan yang sama berulang kali. "Kalau nggak yakin aku nggak mungkin nikah sama Kak Adit kan?"
Ia mendesah lega. "Aku bersyukur kamu jadi isteriku, tapi aku nggak mau kamu merasa nggak bahagia harus pindah ke kota ini dan hidup bersama ibuku."
Aku balas menggenggam tangannya, satu tanganku membelai punggung tangan Adit. "Aku bersyukur dinikahi sama laki – laki seperti Kak Adit." Kataku – menahan airmata yang mulai menyeruak keluar. "Menerimaku saat ini dan memaafkan masalalu ku."
Adit tersenyum lembut, tangannya menyelipkan juntaian rambutku ke balik telinga lalu mengecup keningku dalam – dalam. Aku bisa merasakan ketulusannya. Ku peluk suamiku ini, seerat mungkin, kan ku jaga kesucian cinta kami.
Malam itu kami habiskan untuk ngobrol, Adit bercerita tentang masa kecilnya. Aku lebih banyak menyimak. Nggak ku sangka Adit yang terkenal cuek dikampus itu ternyata juga bisa bercerita panjang lebar. Ia kuliah jurusan kedokteran, kami nggak sengaja ketemu di perpustakaan daerah saat aku bekerja paruh waktu disana sebagai admin perpustakaan.
"kamu ingat waktu pertama kali kita ketemu?" Adit berbaring dipetiduran, menopang kepalanya dengan satu tangan, menghadapku. Aku juga berbaring menghadapnya. Ku nikmati sentuhan manja dari Adit, belaian tangan dikepalaku.
Aku mengangguk, tentu saja ingat hari itu. "Sebenarnya aku tahu dimana letak buku anatomi tubuh." Ia menahan geli. "Tapi aku sengaja nanya sama kamu, supaya bisa ngobrol."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Sorry
RomanceMaybe, its just the wrong time for our story! Ku kira aku sudah baik - baik saja, bertemu dengannya tak ada dalam rencana. Dia hadir tanpa ku duga. Satu - satunya yang tak ingin ku sapa. Dia hal terindah yang terjadi dalam hidupku tapi berubah menja...