23

50 4 0
                                    


Aku mulai mengerjapkan mata, rasa kantuk masih menguasaiku tapi badanku terasa segar. Mataku melihat sekeliling ruangan – masih setengah sadar – aku lihat Alif sedang duduk di sofa seberang petiduranku. Dia sedang berselancar pada layar tab miliknya.

"Kamu sudah bangun?"

Aku menghenyakkan kepala ke bantal, menarik bedcover putih hingga menutupi leher, sejak kapan Alif dikamar ini? Aku berusaha duduk ditengah kekagetanku. "Kenapa bisa masuk?"

"Maaf...." Suara khas Alif menggema di kamar berukuran 2 kali luas ruang tidurku. Dia berjalan mendekati tempat tidur. Lengan kemeja digelung sebatas siku dengan rambut setengah berantakan semakin memancarkan aura maskulin.

"Aku sudah telepon kamu puluhan kali tapi kamu nggak angkat-angkat jadi aku pulang dan ngecek kekamar ternyata kamu lagi tidur pulas."

Ohya aku lupa, aku sementara nginap dirumah orangtua Alif sampai Kia boleh pulang. Laki – laki ini duduk disisi petiduran, aku masih membungkus diriku dengan bedcover seerat mungkin. Bukan takut karena ada dia tapi entahlah seolah aku nggak mau dia tahu isi hatiku. Padahal nggak ada kaitannya antara isi hati dan bedcover yang menutup badanku kan?

"Sorry, mungkin baru kerasa capeknya. Jadi aku ketiduran dan lupa aktifin hp. Ohya ini udah pagi?"

Ku lihat Alif menahan senyum, "masih tengah malam."

"HAH? Jadi aku ketiduran dari jam 12 siang? Sorry, harusnya aku langsung balik ke rumah sakit setelah membersihkan diri."

"Its oke Kirana, lagian aku yang justru ngerepotin kamu. Udah nemenin aku kesini dan bantuin jaga Kia selama dua malam disana."

Aku bingung merespon gimana.

"Ohya kamu belum makan kan?"

Tepat saat pertanyaan Alif selesai, perutku bunyi. Aku nyengir kuda, dia terkekeh geli.

"Aku udah beli mihun goreng kesukaan kamu." Alif berdiri lalu melangkahkan kaki. Aku melompat mengikutinya dibelakang menuju dapur – perutku diserang badai lapar tak tertahankan!

Aku nggak menikmati makanku dua hari ini, melawan rasa trauma selama di rumah sakit dan akhirnya siang tadi tangisku meledak sejadi – jadinya. Tanpa sadar itu yang bikin energi habis dan aku tertidur selama itu.

#####

Aku duduk manis, mataku memerhatikan kelincahan Alif memindahkan mihun dari bungkus ke atas piring. Satu piring dan segelas cup es jeruk diletakkan depanku. "Kamu nggak makan?"

Dia menggeleng, "Aku duluan makan karena ternyata aku kelaparan."

Aku mengagguk, sebelum kusentuh makananku – ku perbaiki ikat rambutku. "Enak..." aku takjub sama kepuasan rasa dimulut lalu turun ke perutku. Aku terselamatkan dari badai lapar ini!

Beberapa saat Alif hanya memerhatikanku makan, aku nggak peduli. Aku benar- benar lapar.

"Kirana, makan pelan – pelan. Kamu seperti nggak makan tiga hari." katanya setelah aku selesai mengeksekusi makananku. LEGA!

Aku mengerang pelan, "Anggap aja begitu." kataku. "Ohya Kia gimana?"

"Udah lebih baik dari kemarin, kayaknya besok sudah boleh pulang."

"Syukurlah, jadi kamu nggak terlalu khawatir."

"Mama Kia sore tadi ke rumah sakit."

Hening! Aku lega karena nggak kembali kesana siang tadi.

"Dia mengabaikan telepon Mama padahal Kia yang minta videocall, dan kami bertengkar hebat ditelepon karena itu."

Aku menyimak sambil menyeruput es jerukku. Ku biarkan Alif bercerita.

Love, SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang