33

28 4 1
                                    

"Halo..."

"Kamu dimana Kirana?" Suara ibu diseberang telepon terdengar tergesa – gesa.

"Dirumah, bu." Aku beranjak dari kasur, ku buka tirai dan jendela kamarku. Cuacanya masih mendung dan rintik hujan belum berhenti setelah hujan nyaris semalaman. Aku melirik jam dinding, sudah jam 7 pagi, lama juga aku melamun.

"Kirana, nanti belanja ya. List nya ibu kirim di chat."

"Untuk apa bu?" Tangan kirimu memegang Hp sementara yang lain berupaya menyelipkan bandana keatas rambutku. "Mau ada acara dirumah kita?"

"Kamu nggak denger kabar? Ada acara lamaran dirumah Bu Dandi malam ini."

"Hah!?" Otakku berusaha mencerna informasi, serius? Aku rasanya seperti ditonjok dan dilempar ke dalam sumur! Gelap, lembab dan takut! Ibu terus bicara tapi ditelingaku hanya tedengar dengungan nyamuk.

"I... iya... bu..." begitu saja komentarku setiap ibu menyelesaikan kalimat demi kalimatnya.

"Yaudah, kamu jangan lupa makan. Ohya, Anggi dan Suci juga diundang Bu Dandi itu."

"Iya nanti mereka biar sama aku."

Begitu telepeon terputus, aku berusaha menyeimbangkan badanku sendiri. Secepat ini pergerakan mereka? Ya Tuhan! Bukannya ini berita baik? Tapi kenapa aku nggak suka? Apa aku berani datang? Tiba – tiba aku jadi takut.

DRRTTT! 1 chat dari ibu, kumpulan list belanjaan untuk ku bawa nanti. Ibu dan Mama Mena masih menginap dirumah tante Yaya, mereka menemani adiknya itu karena selama ini mereka tidak bisa selalu ada untuknya.

Aku bergegas ke kamar mandi, bersiap diri untuk ke supermarket jam 8 nanti. Lebih cepat lebih baik, sisanya biar aku bisa istirahat sebelum datang malam ini.

————

Aku meraih kunci mobil di gantungan dekat pintu, sebelum pergi aku ke homestore mengambil totebag berisi dompet dan keperluan lain. Aku heran sama diriku sendiri, merasa diburu waktu sampai nggak sadar tanganku menyingkap tirai terlalu kuat hingga terlepas dari gantungannya.

Seketika hatiku mencelos saat kenangan demi kenangan itu menyeruak kembali. Saat itu, diruangan ini. Alif membantuku memasang tirai ini.

"Aku tahu aku nggak layak dapat maaf dari kamu karena dosa besarku dulu." Kata – kata Alif muncul bagai hujan tanpa angin.

"Aku sakit lihat kamu SAKIT! AKU berharap semua rasa sakit itu pindah ke aku! Because im crazy in love to you! Selalu! Dulu dan Sekarang!"

Saat itu tatapan mata Alif meneduhkan juga mengunci disaat bersamaan, meyakinkan bahwa dia serius dengan ucapannya.

"Aku nggak bisa mundur, Kirana. Dulu aku kehilangan kamu karena ketololanku – itu adalah penyesalan terbesar hidupku, dan kali ini aku nggak mau kehilangan kamu lagi"

"ijinkan aku mengejarmu sekali lagi."

Mataku mulai memanas, kakiku seakan hilang kesimbangan. Aku meraih dinding didekatku, ku sandarkan diriku disana. Lalu kenangan lain ikut muncul kepermukaan, membuat dadaku semakin sesak.

Aku ingat hari itu, saat aku bikin orang panik karena hilang seharian. Alif akhirnya tahu rahasia terkelamku setelah dengar perdebatanku dengan Mena.

"Dokter bilang aku nggak punya kesempatan lain. kamu yakin rasa sayangmu masih sama? Semua perasaan kamu bakal berubah jadi rasa kasihan, bersalah dan penyesalan." Kataku saat itu.

"Kamu nggak akan percaya kan kalau aku bilang aku tetap sayang sama kamu, dulu maupun sekarang! Yang aku butuhkan itu kamu ada disisiku Kirana!"

"Aku nggak seharusnya ada disini,  kamu benar Kirana - aku sudah menghancurkan kedamaianmu, aku egois dengan perasaanku dan berpikir ini takdir untuk kita, bahkan berusaha bikin kamu jatuh cinta lagi.  Nyatanya aku justru bikin kamu lebih menderita."

Love, SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang