Juli 2023
Sebulan ini aku full diajak kerja sama Amena – ngajar kursus jahit kesana kemari jadi selama itu aku nggak perlu interaksi dengan Alif. Aku sudah berangkat kerja sebelum Alif ngantar Kia, dan saat Alif jemput Kia – selalu ada ibu.
"Woyy Kirana... Melamun aja." Amena muncul mengagetkanku.
Aku menyeruput jus jeruk yang ku pesan duluan. "Kelamaan nunggu princess jadinya gabut dan melamun deh." Kilahku.
Dia mencebik, "Sorry deh. Ini kan untuk kamu juga, supaya kamu tetap bisa ngajar jahit terus."
Aku antusias. "Kalau bisa di pemberdayaan perempuan aja, di kantor camat itu."
Mata Amena membelalak lalu ibu jarinya bergerak kekanan kiri, pertanda 'no way', "Yang butuh kerjaan nggak boleh request." Katanya.
"Iya deh..."
"EH udah pesen makan belum?"
Aku menggeleng. "Baru minum."
Amena mengangguk lalu memanggil waitress, kami pesan makan siang berupa sop iga kesukaan kami berdua.
"Seneng deh makanan favorit kita sama."
Aku setuju. "Jadi nggak pusing nyari tempat makan, yang ada sop iga nya udah cukup."
"Tapi rusuh kalau ada Adit ya... suka ngeluh kalau kita makan sop iga mulu..." lalu Amena terdiam, dia seperti salah bicara.
Aku mengerti dia selalu menjaga omongan supaya nggak larut terus dalam kenangan adit. "Amena, aku udah baik – baik aja." Ku pegang tangannya.
"Sorry..." katanya lirih, "Kamu beneran udah nggak apa – apa?"
"kadang masih suka nangis, tapi menurutku wajar aku masih merasa kehilangan karena aku manusia biasa, kan?"
Amena mengagguk, "jangan paksa untuk kuat. kalau mau nangis jangan ditahan."
"Kamu selalu ada disampingku. Aku beruntung."
Dia cengengesan. "Harus dong. Amena gitu loh."
Aku tertawa. "Dasar!"
Beberapa saat makanan mereka datang, mereka memilih makan sambil ngobrol. "Kemarin itu aku ada mampir ke rumah, pas kamu lagi kursus."
Aku menyimak sambil menikmati hangatnya sup iga.
"Ada anak kecil, lucu deh. Tetangga baru kalian ya katanya?"
Aku mengangguk.
"Siapa namanya? Lupa aku."
"Kia." Jawabku singkat.
"Dia peneguran banget dan banyak nanya, mana ngomongnya masih terbata – bata. Rumah kalian jadi rame."
"Dia memang moodbooster banget."
"Lucunya nanya terus kapan Buna datang berulang kali. Buna itu kamu nggak sih?"
"Iya dia belum fasih soalnya manggil Bunda."
"Siapa ngajarin manggil Bunda?"
"Aku."
Amena mengernyit.
"Biar aku terbiasa denger panggilan Bunda, soalnya ibu – ibu di tempat kursus pada manggil aku Bunda."
Amena menahan tawa. "Udah cocok kan memang, kalau anak kalian masih ada pasti seumuran Kia."
Lagi – lagi Amena langsung mengatupkan mulutnya. "Astaga Kirana. Hari ini mulutku kenapa nggak terkontrol sih." Katanya kesal sendiri.
"Menaaa... kamu itu kenapa coba kesal – kesal sendiri. Aku udah nggak apa – apa. Aku nggak suka loh kamu jadi hati – hati bicara terus akhirnya jadi jaga jarak sama aku. Let it flow."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Sorry
RomanceMaybe, its just the wrong time for our story! Ku kira aku sudah baik - baik saja, bertemu dengannya tak ada dalam rencana. Dia hadir tanpa ku duga. Satu - satunya yang tak ingin ku sapa. Dia hal terindah yang terjadi dalam hidupku tapi berubah menja...