16

58 9 1
                                    

Aku memarkirkan mobil depan homestore – biar gampang saat nanti jemput ibu dari rumah saudaranya. Aku akan mengisi waktu luang membuat pola desain untuk proyek nanti. Suci menyambutku dengan riang.

"Kenapa pagi-pagi gini udah happy?" tanyaku melihat wajah mereka merona bahagia.

Suci cengar cengir. "Pak Alif barusan aja antarin kita makanan."

Aku menyipit, ini baru jam 10 pagi batinku. "Ohya..." komentarku sambil mencari seperangkat alat jahit dimeja kerjaku.

Suci mengikuti ku. "Mba Kirana nggak mau cobain dulu?"

Aku menggeleng.

Tiba-tiba Anggi muncul dengan membawa dessert box red velvet dan sengaja memamerkan padaku. "Serius?"

Aku menahan tawa. "Kalian ini suka banget mancing."

"Kata Pak Alif ini spesial untuk mba Kirana." senyum anggi merekah.

"Kami juga dapat sih, malah lebih banyak dapatnya. Nasi padang, lumpia panas, donat Queenbee."

Setelah Alat jahitku ketemu, aku memasukkan ke dalam tas kecil lalu menatap mereka bergantian. ""kasih untuk red velvetnya." aku meraih dessertbox dari tangan Anggi.

"Ohya mba, tadi Pak Alif nanya nomor mbak Kiran – pas udah kita kasih – katanya nggak ada nomor lain?" Suci bicara apa adanya.

"Terus kita bilang nomor mbak Kiran cuma satu itu." sahut Anggi. "Dan kelihatan kayak bingung gitu Pak Alifnya."

Entah aku harus merespon apa, aku memang sengaja tidak membuka chat dari Alif dan itu sudah dua hari sejak terakhir kami bertemu. "Oke terimakasih informasinya, mbak fokus dulu ya."

Mereka mengacungkan jempol lalu memutar tubuh dan kembali ke tempat masing- masing. Ku tutup tirai ruangan kecilku, ku letakkan cake diatas meja – ku tatap hingga tiga kali tarikan napas dalam. Lalu aku melirik cincin pernikahan dijari manisku.

######

Baru saja aku duduk dibelakang kemudi Hp ku berdering. Nia!

"Assalamualaikum..."

"Walaikumsalam mbak."

"Ada apa, Nia?"

"Mbak bisa jemput aku?"

"Dimana?"

"Motorku mogok, jadi aku nunggu di kedai kopi Ruang Riang."

"Mba jemput ibu dulu nggak apa – apa?" kataku, "Nanti ibu udah dirumah, baru mbak jemput kamu."

"Hmm..." suara Nia terdengar aneh tapi ku alihkan pikiranku.

"Atau kamu mau dijemput Anggi atau Suci aja biar nggak nunggu lama..."

"Nggak usah...mbak....aku nunggu mbak Kiran aja."

"Ohya udah, nanti mbak langsung kesana ya."

"Iya. Makasih mbak."

Ada yang aneh, batinku! Tapi mungkin firasatku aja, aku memasukkan perseneling kemudian melepas rem.  

######

Kisaran 40 menit aku tiba di kedai kopi ruang riang. Ku lirik jam tanganku, 14.30 – dan kedai tetap ramai pengunjung. Aku melangkah masuk ke dalam dengan firasat aneh yang tak ku mengerti.

"Mbak...."

Aku mengikuti suara Nia yang memanggil. Dia duduk di sudut ruangan dekat jendela – bersama seseorang. Aku mengenali sosok perempuan itu, mama Kia! Inilah jawaban dari firasat anehku.

Love, SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang