21

61 7 0
                                    

Katanya, transportasi udara adalah jalur lalu lintas paling padat diantara yang lain. Soal teori atau fakta dilapangan aku nggak tahu, yang jelas – apa yang ku lihat bandara selalu ramai. Jam 10 pagi aku sudah sampai di bandara.

Aku dan Nia melangkah bersama melewati koridor, gadis ini harus kembali kuliah setelah liburan diisi dengan perjuangan menjadi panitia 17 – an selama liburan dan acara itu sukses besar. Meskipun aku nggak hadir diacara penutupan kemarin.

Nia menarikku agar lebih dekat. Dia menggenggam tanganku. "Mbak..." katanya berbisik. "Maaf ya atas semua hal, terutama soal aku yang nggak sengaja nguping dan masalah mamah Kia itu."

Aku menepuk punggung tangannya, "nggak usah dipikirin terus." Kami maju selangkah karena antrian check in terus berjalan.

"Aku nggak enak, mbak itu my teacher dari segala teacher. Penyelamat masa pandemiku."

"Kamu ini kalau bawel mirip bu Dandi banget."

"Hehehe. Ohya mbak, kabarin ya ending kisah kalian."

"Jangan mikir aneh – aneh, please." aku tahu arti sorot mata Nia ini.

"Penasaran! Nanti aku bantu desainin baju kawin." Rengeknya.

"Niaaa apaan sih!" Aku memberengut.

"Jadi mbak nggak ada getar getar itu?"

Aku menggeleng.

"Yaaahhhhh..... buat ku aja gimana?"

Aku membeliak, ini anak bergaul sama siapa sih bisa serandom ini pikirannya.

"Kalau mbak Kirana nggak mau, bantu doa saja supaya om tetangga jomblo sampai aku lulus. Mana tahu jodohku."

"Yang bener aja!"

"Pesona pria matang yang menduda! Maaf ya mbak, dia dulu pernah salah sama mbak akhirnya kalian gagal, terus dia nikah dan diselingkuhi, udah gitu berkali – kali dan sesabar itu apalagi Kia rupanya bukan anak kandung om tetangga. Bahasa kasarnya, om sudah get the karma! Jadi dia bakal menghargai suatu hubungan kedepannya dan pasti sesayang itu sama pasangannya nanti."

"Apa baiknya kamu pindah jurusan aja ke sasrtra? Karangan cerita mu bagus banget."

"Bener ya! Jangan nyesel kalau om tetangga sama aku!" Dia meledek ketika sudah tiba giliran Nia check in, aku bantu mengangkat koper untuk ditimbang tanpa memberikan tanggapan.

#######

Aku kembali ke mobil sendirian, bertanya – tanya dalam hati kapan terakhir aku liburan? Aku memutar kunci mobil, menyalakan mesin lalu AC mobil. Aku gagal memasukkan perseneling saat chat Mena masuk.

"Posisi?"

Aku sigap membalas. "Dimobil."

Mena : ngapain? Mau kemana?

Aku : aku masih diparkiran bandara, habis ngantar

Nia ke dalam. Nggak sibuk?

Mena : baru nyampe kantor, biasa ada kunjungan dadakan tadi

Aku : kamu mau chat ngingetin aku antar deliv ayam geprek kan?

Mena : itu sih jgn tunggu di chat baru inget kan kamu yang berjanji. Ohya, ibu kerumah semalam.

Aku : ngapain? Kok aku nggak tahu

Mena : aku disidang. Km serius nggak tahu ibu kerumah?

Aku : nggak, ibu cuma bilang ada undangan gitu sama temennya dikompleks sebelah.

Mena : dia kesini naik taksi onlen, nggak biasanya kan

Aku : kamu ga prank aku kan ini?

Mena : woy ! Aku disidang kok malah mau ngeprank

Aku : disidang apa? Feelingku jelek ini

Mena : yaps feeling jelekmu itu tepat. Soal Alif! Daan... lagi lagi nggak ada yang ngabarin kalau si Junita sialan itu kerumah kalian, mau ku jambak rambutnya sampai botak!

Aku : soal junita aman, ibu nggak terprovokasi.

Mena : tipikal ibu banget, kami memang keluarga yang nggak mudah goyah apalagi percaya sama omongan orang.

Aku : iya iya aku tahu ini.

Mena : hehehe.

Aku : jadi kamu disidang apa?

Mena : soal Alif, sejauh mana aku tahu tentang kalian. Yaudah aku ceritain versi yang ku tahu

Aku : kamu nggak cerita yang aneh aneh kan?

Mena : memang kamu pernah aneh aneh sama dia?

Aku : YA Tuhan! MENA! *emot marah*

Mena : *emot ketawa terpingkal* intinya ibu mau kamu bahagia, pun kalian masih saling suka ibu merestui, ibu lihat Alif itu sosok yang bisa melindungi kamu. Aku juga cerita dari versi mamah Alif, tentang Alif yang nyariin kamu dulu smpe akhirnya dia hampir merusak hidupnya dan malah ketemu si Junita sialan itu.

Aku meresapi setiap kata yang ditulis Mena, di kata terakhir aku menahan tawa – ini perempuan paling bisa serius tapi terselip komedi, masih sempat ngatain Junita sialan. Rasanya Mena seperti mewakili emosiku.

Aku : ibu rupanya masih kepikiran soal kami.

Mena : ohya, sejak kejadian itu rupanya Alif nemuin ibu loh. Pasti kamu juga nggak tahu

Aku : kapan? Dimana?

Mena : katanya sih pas kamu lagi ada rapat gitu apa bagaimana

Aku : hmm... iya aku beberapa hari lalu sempet ada rapat

Mena : alif minta maaf sama ibu, singkatnya Alif nggak pernah nyangka kepindahannya itu justru bikin dia dekat sama kamu. Dia cerita juga kalau kamu pasang tembok tinggi supaya dia nggak bisa dekat atau berteman sekalipun. Dia jujur sama ibu , dia masih sayang kamu – berharap ibu bisa merestui kalian karena dia mau bikin kamu jatuh cinta lagi sama dia dan kasih kesempatan kedua

Aku : Alif ngomong begitu?

Mena : ibu nggak mungkin bohong kan?

Aku : aku bingung Mena

Mena : aku juga bingung Kirana, aku pikir semua lancar pas tahu ibu udah kasih restu tapi ternyata complicated. Kirana, apa kamu nggak mau coba jujur ke Alif kalau kamu juga masih sayang tapi nggak mungkin bisa kasih dia keturunan

Aku : aku nggak bisa. Jawabannya pasti dia mau nerima aku apa adanya tapi kedepannya akan beda cerita.

Mena : kamu nggak coba jalanin dulu?

Aku : jalanin sesuatu yang sudah tahu endingnya?

Mena : kamu Tuhan bisa tahu endingnya?

Aku : Mena, endingnya apa sih kalau bukan menikah? Setelah menikah harapannya punya anak, kan?

Tanganku berhenti mengetik lalu aku memegang perutku, jemariku menggenggam kuat disana. Aku pernah hampir punya dan gagal. Ku kuatkan diriku sebelum melanjutkan chatku,

Aku : lagian menikah itu bukan cuma aku dan Alif. Dia punya keluarga besar, harapan mereka juga pasti besar setelah badai yang dilalui Alif kan?

Mena : Kirana, aku selalu dukung apapun keputusanmu tapi kali ini jangan sia – sia kan kesempatan yang ada karena bisa aja ceritanya lebih bahagia dari dugaanmu.

Hhh! Aku menghela napas panjang, setelah baca kalimat terakhir dari Mena – ku letakkan Hp ku di kursi penumpang. Aku memasukkan perseneling kemudian melepas rem lalu mengemudikan mobil keluar dari bandara.

Apa aku kali ini boleh egois?

Haruskah ku pendam saja atau ku rengkuh sekali lagi cintaku yang dulu pernah hilang?

Love, SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang