27

33 2 0
                                    

Definisi cinta itu beragam tergantung interpretasi setiap orang – yang pasti tak akan ada hubungan tanpa adanya rasa cinta. Seperti pernikahan yang ditandai dengan akad. Tanpa adanya cinta maka takkan terjadi janji suci itu.

Sabtu, 30 september 2023. Jam 10 pagi.

Aku mengajak Mena ke nikahan salah satu peserta kursus, pernikahan yang diadakan di sebuah kafe bertema 'family' itu terlihat mewah seperti setting tempat sebuah film. Setelah Adit meninggal baru kali ini aku ke undangan pernikahan karena aku memang nggak punya teman atau kerabat dikota ini selain keluarga Adit dan tetangga di kompleks.

Para tamu undangan duduk mengitari meja bundar berisi 5 – 6 orang, lalu akad mempelai diadakan diatas jembatan yang dibawahnya terdapat kolam ikan dan tentu saja berdekorasi pengantin. Its such a beautiful wedding.

Mena yang duduk disebelahku, menepuk bahuku. "Serius banget sis." bisiknya. Kami duduk di bangku paling belakang bersama dua pasang – aku yakin – masih pengantin baru juga.

Aku sumringah dengan terguran Mena, "Udah lama aku nggak lihat momen begini." Tiba-tiba dia merasa mellow saat prosesi akad, dimana seorang Bapak berjabat tangan dengan mempelai laki-laki dan mulai lah kalimat akad nikah.

Pikiranku melayang jauh entah kemana, aku merindukan Ayahku. Saat aku menikah, tanpa ayah disisiku. Begitulah kehidupan, ada yang pergi dan ada yang datang. Adit datang lalu setelahnya aku kehilangan satu – satunya orangtuaku. Ibu kandungku? Pergi sesuka hati dan kembali semaunya. Aku memang suka menghindar perkara keluargaku ini.

Saat aku menikah, nggak ada sosok ayah disisiku. Air mata tiba-tiba jatuh, aku menunduk. Mena menyodorkan tissue, dia paham benar yang sedang ku rasakan. Aku menarik napas panjang, mengontrol emosi, lalu menegakkan kepala dan berusaha tersenyum ditengah tepuk tangan undangan saat saksi nikah menyatakan "SAH!"

Lewat pernikahan aku bisa merasakan keluarga utuh. Lewat pernikahan aku bisa merasakan hangatnya kasih sayang, dicintai dan mencintai. Ku perhatikan dua pasangan yang semeja dengan kami, mereka masih dimabuk asmara.

MC acara memberikan sepatah dua kata sebagai ucapan selamat, lalu prosesi sungkeman kepada orang tua.

"Aku jadi ingin kawin deh Kirana."

Aku mencebik. "Katanya happy single women?"

Mena mengedikkan bahu, "capek juga jadi perempuan mandiri lama – lama. Mau bersandar kali ini."

Aku menoleh mencari mata Mena, ku tatap dia beberapa detik. "Tapi menikah itu bukan pelarian dari rasa capek."

"Iya lagi." Nadanya membenarkan. "Tapi kalau kawinnya samaa orang yang tepat pasti capeknya nggak kerasa."

Aku mengangguk setuju.

"Kayak kamu sama Adit." Katanya.

Aku tersenyum bangga. "Suamiku gitu loh."

Mena mengangkat tangan isyarat tunggu sebentar lalu mengeluarkan Hp yang berbunyi sejak dua menit lalu.

"Assalamulaikum..." Mena bicara di telepon dengan serius. Acara satu persatu terlaksana sampai kami sudah dipersilahkan makan.

Aku memerhatikan sekeliling, terpancar kebahagiaan dari semua orang. "Kirana..." mena menyenggol lenganku.

Aku menoleh.

"Aku balik duluan ya."

"Kok gitu?"

"Ada trouble di kantor." Wajahnya panik. "Kamu pulang sendirian ya, aku naik taksi online saja."

"Aku antar aja."

Dia menggeleng. "Nggak enak sama teman kamu ini kan, masa iya kamu nggak sapa sapa dia dulu." Katanya lalu menyelipkan kunci mobilku dan meninggalkanku sendirian.

Love, SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang