9

86 7 0
                                    

Aku kaget saat Alif menjemputku, rasanya di chat tadi aku bilang aku bisa sendiri. Tiba - tiba saja begitu keluar kelas, ku lihat sosoknya dengan senyum ramah itu keluar dari mobil. Aku menahan Alif dengan memberi kode "stop" dengan tanganku. Aku masih harus ke kantor untuk laporan, ini diluar kesepakatan - harusnya jam 4 sore sudah pulang tapi molor sampai jam 6.

"Aku bilang aku bawa mobil," kataku begitu tiba dekat Alif. Tatapannya sulit ku mengerti.

Alif meraih kunci dari tanganku, "Mobil kamu tinggal aja, nanti aku telepon satpamnya."

"Kamu kenal?" tanyaku heran sambil masuk mobil yang sudah dibukakan pintunya oleh Alif. Act of service laki - laki ini memang nggak diragukan.

"Barusan tadi..." dia tersenyum jahil sebelum menutup pintu mobil.

"Hah?" aku melongo, dengan tatapanku mengikuti Alif yang berjalan masuk ke pintu kemudi mobil

"Kirana kamu kenapa?" alif seperti sadar dengan ketidaknyamananku. 

"Saya nggak enak." 

"Karena...."

"Pak Alif harus bolak balik jemput saya, kerumah saya, terus ke resto."

"Its oke Kirana, aku justru nggak tenang biarin kamu sendirian."

Kata – kata Alif semakin bikin aku nggak nyaman. Apa dia memang sebaik ini ke siapapun? Disisa perjalanan hanya ada keheningan diantara kami, hingga kami tiba di tempat makan.

Ku lihat orangtua Alif dan ibu asyik ngobrol belum lagi celetukan Kia yang menambah riang suasana. Mereka Menyapaku saat sadar kami sudah tiba. 

"Kirana...." Ibu Alif berdiri lalu menuntunku duduk di sebelah ibu. "senang akhirnya bisa ketemu kamu."

Aku baru pertama kali bertemu mama Alif tapi aku bisa melihat kebaikannya. Aku mengangguk ramah lalu tersenyum menyapa Papa Alif yang duduk di seberang ku. 

"paaa...." Kia merengek minta gendong Alif. Alif menuruti kemauan puteri kecilnya itu. "Bunaaa..." Kia lalu minta gendong aku. Aku merespon dengan cepat karena Kia sudah nggak sabar ku gendong. 

"Kia suka sekali cerita soal Buna padahal saya baru dua hari disini." Kata mama Alif. 

Aku hanya tersenyum karena sembari meladeni Kia yang mengajak ku bicara. "bunaa tibuk? Banak kejaan?" 

"iya. Sibuuukk sekali."

"kiaa bantu?" suara Kia khas anak kecil yang menggemaskan. 

"Bolehhh..." kataku, "tapi makan dulu ya" 

Kia mengangguk. Aku lalu mendudukkan Kia disebelah Alif tapi justru akhirnya dia duduk diantara aku dan puterinya ini. Sedang ibu duduk disampingku. 

"kami pasti bakal kangen sama Kia." Kata ibu. Terlihat kesedihan bukan hanya di wajah ibu tapi juga orangtua Alif. 

"Kami sebenarnya juga nggak tega pisahin Kia dari Papanya tapi karena keadaan" Mama Alif mulai terbawa suasana, Papanya menepuk pelan punggung mama. 

"Oh ya, kami belum memperkenalkan diri." Papa Alif tersenyum penuh wibawa. Aku langsung berdiri meraih jabatan tangan Papa Alif, "Kirana...."

"Tony Adyatma, semua memanggil saya Bapak," suara berat nan bijaksana. "makasih sudah mau jagain Kia."

"sama – sama." Kataku, aku lalu menjabat tangan mama Alif juga.

"Jasmin, tapi panggil saja Mama," kata Mama. Aku hampir saja tersedak tapi berhasil ku kendalikan karena orang kota pasti biasa dipanggil dengan panggilan yang sama dengan anak kandung mereka. Seperti aku saja dipanggil bunda ditempat kursus. 

Love, SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang