15. ANJANI : Memori Alma III

9 3 1
                                    

Laskar Aditama. Saudara laki-laki dari Baskara yang rupanya ada. Hanya saja mereka pisah rumah.

Alma pada pandangan pertama juga terkejut. Ia dan Baskara baru sampai di depan pekarangan rumah dua lantai yang besar itu dan langsung disambut oleh orang yang Baskara maksudkan tadi. Masih mengenakan seragam sekolah lain yang berbeda dengan seragam mereka.

Gadis itu tercengang cukup lama. Pasalnya, Laskar dan Baskara benar-benar bagaikan pinang dibelah dua. Plek-ketiplek.

"Kami saudara kembar." Begitu imbuh Laskar dengan entengnya, membuat Alma makin saja ternganga.

WOW!

Baskara bahkan tidak pernah menceritakannya pada siapapun, termasuk Seli. Yang pernah Seli ceritakan, Baskara adalah anak tunggal dan tidak memiliki Ibu. Tapi aslinya tidak.

"Serius? Hah? Mana mirip banget lagi ...." desis Alma, masih sulit rasanya untuk percaya.

Baskara yang sedari tadi sudah tersenyum kini melepas tawa akibat ekspresi Alma. Sementara Laskar sendiri tidak banyak bereaksi. Dia jauh lebih penasaran soal siapa perempuan berseragam sama dengan Baskara yang datang bersamanya itu.

"Siapa?" tanyanya, mengundang kedua pandangan murid SMA Dwiloka di hadapannya.

Belum sempat Alma menjawab, suara pintu ditutup dari mobil hitam yang berada tepat di sebelah mereka itu mengalihkan perhatian ketiganya.

Seorang wanita keluar dari pintu kursi kemudi di bagian kanan. Berambut pendek sebahu, mengenakan blus cokelat terang dengan celana panjang hitam, menenteng hand bag yang dibawa di tangan kanan. Menilik dari wajahnya yang masih terlihat muda, Alma berusaha keras menebak siapa wanita yang kalau dilihat-lihat punya setengah duplikat wajahnya pada Baskara dan Laskar itu.

"Siapa ini?" Sama seperti Alma yang memaku pandangan, wanita itu lebih dahulu menangkap sosok Alma yang paling asing di pekarangan rumahnya.

Telunjuknya terarah. Lirikannya tertuju pada Baskara, Laskar, dan Alma bergantian. Perlahan-lahan tersenyum dengan sorot menebak.

"Pacarnya Baskara, ya?"

"EH, BUKAN!"

***

Rasanya baru tadi Alma kompak berseru dengan Baskara untuk menyergah asumsi sang Ibu yang menyatakan kalau mereka berpacaran. Dihiasi sensasi kupu-kupu di perut dan sisi wajah yang menghangat, Baskara dan Alma tetap bersebelahan ketika masuk ke dalam rumah dua lantai yang megah namun minimalis itu.

Isi dalamnya tidak banyak, namun memenuhi ruangan sesuai dengan sudutnya. Demi mengalihkan detak jantungnya, Alma memfokuskan pandangan ke seisi ruangan. Tanpa menyadari Baskara juga melakukan hal yang sama-- karena merasakan yang sama pula.

Sebenarnya sedikit lagi, mereka sudah bisa disebut sebagai pacaran.

"Sekalian makan, yuk, Nak Alma," ajak wanita yang rupanya adalah ibu dari si kembar Laskar dan Baskara itu.

Alma juga kaget saat mendengar jawaban dari Baskara, tapi fakta itu tak bisa dipungkiri lagi. Setelah mendengar kalau wanita itu adalah ibunya Baskara, Alma jadi lebih bisa melihat kemiripan di antara keduanya-- ralat, ketiganya. Laskar juga punya kemiripan dengannya.

Mendengar ajakan yang tiba-tiba dilempar itu, Alma seakan tercekat. Sungguh, kedatangannya ke rumah ini hanya didasari oleh rasa penasaran karena Baskara bercerita dengan setengah-setengah. Dia tentu tidak enak tiba-tiba datang ke rumah orang dalam keadaan begini. Diajak makan pula.

"Ng-nggak usah, Tante. Saya habis ini mau pulang, kok. Tadi ke sini diajak Baskara saja, katanya mau nunjukin rumahnya yang mana."

Baskara sempat mendelik. Sedang Alma tidak peduli. Gadis itu tetap merasa Baskara-lah yang menjerumuskannya dalam perkara ini, jadi ia libatkan saja dalam alasan. Malu kalau Alma bilang dia kepo siapa yang datang ke rumah Baskara.

ALMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang