16. ANJANI : Memori Alma IV

6 3 1
                                    

Hari demi hari, walau Alma kian merasakan 'perang dingin' dalam kelasnya, ia masih bisa tersenyum lebar setiap kali melihat bahkan mengingat Baskara. Awalnya, tidak ada yang tahu mereka berpacaran. Tapi, karena nyaris seminggu saat ujian tengah semester itu Baskara sering menghampiri kelas Alma, teman-teman Alma jadi curiga dan akhirnya jawabannya terlihat jelas. Alma dan Baskara berpacaran.

Tentu saja, kerap kali saat Alma melihat Seli, mantan teman sebangkunya itu seolah tidak suka atas hubungannya dengan Baskara. Namun Seli tidak secara gamblang menunjukkannya di depan Alma. Jika di depan Alma, dia justru akan ikut bergurau dan menggodai, sesekali bertanya demi terlihat antusias.

Semua pertanyaan yang ditujukan pada Alma sebetulnya dijawab dengan malas olehnya. Karena Alma tidak suka ditanya-tanya. Harusnya dengan melihat kenyataan, fakta sudah bisa disimpulkan. Mereka tidak perlu lagi menanyakan hal privasi yang tidak berguna, terlebih kalau itu hanya untuk konsumsi sirkel. Bahan gosip.

Percaya tidak percaya, ada saja orang yang seperti itu. Seli adalah salah satu anggotanya. Maka dari itu dia pindah tempat duduk dan meninggalkan Alma sendirian.

Setidaknya, Alma tidak lagi merasa di bawah tekanan. Tangan Baskara sudah menyelamatkannya. Ia hanya tinggal mengabaikan pendapat orang, fokus dengan tugas dan pelajaran di kelas.

Seiring waktu pula, Alma menjadi kian dekat sebagai teman dengan Laskar. Kembaran Baskara yang kini turut Alma jaga 'kemisteriusannya' atas permintaan pacarnya itu. Sesekali, Alma jalan-jalan ke belakang komplek, menyapa Laskar dan Baskara yang juga sering sekali nongkrong di tangga teras sore-sore.

Meski Laskar ikut-ikut saja, ujungnya dia juga jadi merasa santai bersama Alma dan Baskara. Laskar pun terbilang cukup pintar. Dia selalu ditanyai oleh mereka soal beberapa pelajaran yang tidak ia mengerti, terutama oleh Baskara. Pertemanan mereka kian erat, hangat, dan menyenangkan. Baskara dan Alma yang sudah berstatus pacaran pun tidak lagi merasakan kecanggungan. Karena mereka sudah merasa nyaman dan aman. Mereka berlaku layaknya sahabat biasa, dengan tidak melupakan status yang sudah mereka putuskan.

"Di rumah tinggal sama siapa, Ma?" tanya Laskar di suatu kesempatan, basa-basi saat Baskara sedang masuk ke dalam karena dipanggil oleh ibunya, Martha. Ia disuruh mengantarkan minuman untuk Alma, Laskar, dan dirinya sendiri.

"Mama Papa," jawabnya. "Dua-duanya kerja. Kadang jadi sendirian di rumah."

Laskar membulatkan bibir sambil mengangguk-angguk. "Anak tunggal, ya?"

"Iya, rada kesepian jadinya kalau di rumah, hahaha."

Berbeda dari saat mengobrol dengan Baskara, percakapan dengan Laskar jauh lebih kalem dan menenangkan. Alma sampai merasa kalau Laskar seperti seorang kakak baginya. Laskar memang tidak seekspresif Baskara, tapi dia pintar membaca keadaan dan bijak bertindak.

Dua saudara kembar ini sebenarnya memang penuh kejutan. Hanya kepribadiannya saja yang sedikit berbeda. Dan Alma merasa senang bisa mengenal keduanya.

"Las, Aska itu sebenarnya memang suka masak dimsum atau bagaimana, sih? Dimsum buatannya enak." Lagi, Alma kini tidak perlu berpikir lagi untuk memulai topik soal Baskara. Dan sekarang, Laskar juga sudah terbiasa dengan panggilan khusus Alma untuk Baskara.

Laskar mengangguk, tersenyum tipis tanpa menolehkan kepalanya. "Dia memang suka masak. Mungkin karena sejak kecil dekatnya sama Mama. Sebenarnya nggak cuma dimsum, sih, dia juga bisa masak makanan lain."

Tentang Baskara ini sedikit membuat perasaan dalam hati Alma menguar. Berbagai skenario-skenario melayang dalam kepala. Terlebih Alma tahu betul kalau dia tidak bisa masak, terbalik dengan Baskara. Bukankah ini termasuk saling melengkapi?

ALMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang