16. Me VS Jin Dasim

4.3K 463 19
                                    

"Sen......

Senja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja......." Tergagap suamiku menyebut namaku, Mas Juan benar-benar syok melihatku.

"Waaaah, ada acara besar di rumah Ibu kok nggak ngajak aku sama Rinjani, Mas? Malah ngajak Letnan Mentari, ini konsepnya bagaimana? Istri anaknya ditinggal malah ngajak anggota."

"............"

"Bisa jadi skandal besar di Batalyon nih kalau gini, dikira kamu selingkuh sama anggota sendiri loh bawa-bawa anggotamu ke acara keluarga kek gini."

Tanpa di persilahkan aku duduk di kursi yang masih kosong, semua orang terkejut mendapati kehadiranku disini hingga wajah mereka sepucat mayat. Bahkan untuk sekedar berkata-kata saja lidah mereka mungkin begitu kelu, satu-satunya yang tidak terkejut hanyalah Sissy, dan seakan tidak ingin terlibat apapun yang akan terjadi, dia melipir menjauh membawa suaminya pergi.

Aku sudah berjanji padanya jika aku tidak akan membuatnya dalam kesulitan hingga aku memilih untuk memandang ke arah suamiku yang ada di depanku sana. Tampak Mas Juan hendak menghampiriku dengan paniknya, sebuah reflek dari seorang peselingkuh saat ketahuan oleh pasangan sahnya, namun sayangnya Mentari mencengkeram kuat lengannya seperti anak anjing lengkap dengan pelototan penuh intimidasi yang tanpa segan dia layangkan di hadapan seluruh keluarga dan kerabat Mas Juan.

Saat aku melihat bagaimana dominannya Mentari dalam menggenggam Mas Juan, ingin rasanya aku tertawa miris menertawakan kalimat-kalimat penuh pujian yang dilontarkan oleh keluarga Mas Juan dalam menyanjung Mentari beberapa saat lalu.

Jika yang dipandang mereka adalah harta, jabatan, dan latar belakang keluarga, benar Mentari  memang menang telak dariku. Itu tidak terbantahkan sama sekali, namun lihatlah caranya memperlakukan laki-laki, tanpa Mentari sadari dia menunjukkan jika jiwa mudanya masih menunjukkan arogansi yang penghormatan kepada pasangannya.

Lucu sekali Mas Juan ini, seumur-umur bersamaku dia selalu aku hormati, setiap kalimatnya aku patuhi tanpa bantahan, namun bersama Mentari dia justru yang diperintah. Anak Jendral memang beda ya.

"Jangan pergi, bagus istrimu sekarang tahu, Mas. Kita nggak usah capek-capek ngasih tahu dia. Aku sudah capek backstreet kayak gini."

Meskipun hanya sebuah bisikan aku bisa mendengar semuanya dengan jelas, senyuman samar terlihat di bibirku saat Mas Juan menuruti apa yang dikatakan Mentari, Mas Juan memandangku khawatir seolah takut jika aku akan mengamuk selingkuhannya yang tidak malu tersebut.

"Bukan backstreet sih tepatnya yang kalian lakukan itu, tapi selingkuh, Letnan Mentari." Ucapku ringan namun begitu menusuk, kuedarkan pandanganku ke arah anggota keluarga Mas Juan sembari menambahkan, "dan baru kali ini aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana perselingkuhan mendapatkan dukungan penuh dari keluarga. Ibu, Bude, Bulik, kalian semua perempuan, punya anak perempuan juga, tapi teganya kalian bersikap seperti ini kepada saya. Kalian tahu apa sebutan yang pas untuk keluarga ini? Kalian adalah Jin Dasim berbentuk manusia."

Terserah jika aku disebut keterlaluan karena menyamakan keluarga suamiku dengan Iblis yang memang tugasnya menghancurkan manusia. Aku tidak peduli lagi.
Selama ini aku selalu bersabar menghadapi keluarga suamiku yang seringkali menyakitiku. Mereka memandangku sebelah mata hanya karena aku lulusan SMA yang dianggapnya tidak setara, bahkan aku pun tidak mengambil hati semua hinaan tersebut saat mereka yang menghinaku datang untuk berhutang yang ujung-ujungnya tidak dibayar sampai sekarang. Sudah cukup pemikiran naif dan sikap baikku, sekarnag mereka harus melihat seperti apa seorang Senja yang selama ini selalu mereka remehkan.   

"SENJA........"

"SENJA, KETERLALUAN KAMU. INI YANG BIKIN IBU NGGAK SUKA SAMA KAMU. URAKAN, MULUTMU BUSUK, TIDAK BISA MENGHARGAI MERTUAMU."
Mendengar semua umpatan dari mertuaku aku hanya bisa menyeringai, sudah aku bilang kan, aku sudah sampai ditahap aku tidak punya tenaga untuk marah-marah lagi. Apalagi kepada Ibu mertuaku yang hanya menatapku sebelah mata ini. Kubiarkan saja beliau terus berbicara karena aku yakin tidak hanya satu kalimat yang akan beliau katakan. "Dengan sikapmu yang seperti ini, sudah sewajarnya Ibu tidak suka kepadamu, kenapa? Nggak terima kamu? Mau marah kamu sama Juan dan juga Mentari? Silahkan, marah saja, lawanmu Ibu kalau kamu berani marahin Mentarinya Juanda. Dibandingkan kamu, Ibu seribu persen lebih setuju Juanda sama Mentari. Jelas bibit, bebet, bobotnya dibandingkan kamu, perempuan parasit pengangguran yang hanya bisa menadahkan tangan. Awas saja, Juanda akan segera Ibu minta buat cerein kamu, puuuiiiih janda sepertimu siapa yang mau, hah? Sok-sokan ngatain mertua Jin Dasim, mulutmu itu pengen ku robek sekalian."

Waaaahhh, luar biasa sekali bukan kalimat indah dari Ibu mertuaku ini? Buat kalian semua yang terpesona dengan keindahan kalimat beliau, tolong angkat tangan. Aku yakin kalian jika ada di posisiku tentu sudah tantrum dan geram untuk menjambak rambut yang tertutup hijab besar tersebut.

"Ada apa ini ribut-ribut? Ibu ini kenapa sih? Hobi sekali berteriak?" Perlahan, satu persatu keluarga dan kerabat di ruang tamu ini menyingkir, entah datang dari mana beliau ini hingga bisa-bisanya beliau berpura-pura tidak tahu. "Dan kamu juga Senja, mau sampai kapan kamu tidak rukun sama mertuamu sendiri? Jadi perempuan sama istri kok nggak bisa ambil hati mertua. Kerjaannya ribut terus sama mertua."

Nahkan, jika kalian ada di posisiku dengan mertua yang sifatnya sama sama seperti mereka ini apa nggak darah tinggi? Boro-boro menasihati anaknya yang nggak bener, ini malah nambahin, nggak heran kalau Mas Juan jadi manusia paling brengsek di dunia ini, Lha wong orangtuanya saja support system terbaik dalam mengamankan anaknya yang berselingkuh. Lihatlah, suamiku dan selingkuhannya seperti anak kecil yang bersembunyi dibalik punggung orangtuanya. Pemandangan paling lucu seumur hidupku.

"Pak, kok malah Bapak ngatain saya ngajakin ribut sih? Bapak tahu nggak kalau anak sulung Bapak yang ada di belakang Bapak itu datang ke rumah ini bawa selingkuhannya, dan epic-nya istri Bapak justru elu-elukan. Ini judulnya syukuran Intan yang selesai kuliah kan ya, kenapa malah yang saya lihat perkenalan resmi selingkuhan suami saya ke keluarga besar kalian? Ada nggak sih Pak, Mas Juan, keluargamu yang waras satu saja dan sadar jika sikapmu ini salah? Sumpah deh, aku tuh sampai nggak habis pikir sama kelakuanmu dan keluargamu ini."

Bodohnya aku yang berbicara panjang lebar dengan orang yang salah. Karena sepanjang apapun aku meluapkan perasaanku, semuanya hanya seperti angin lalu yang tidak berarti. Seperti yang katanya jodoh cerminan diri, Ayah mertuaku ini pun sama seperti Ibu mertuaku.

"Lah apa salahnya kalau laki-laki punya perempuan lain? Kamu sebagai istri banyak kurangnya mungkin jadinya si Juan nyari yang lainnya. Kalau kamu sudah sempurna jadi perempuan nggak mungkin suamimu kepincut sama wanita lain. Tapi ya nggak heran sih kalau Juan ninggalin kamu demi wanita lain, wong kamunya saja kayak gini, introspeksi makanya Senja kamu ini, kenapa sampai Juanda nyari perempuan lain. Kamu ini selain nggak punya sopan santun, nggak tahu malu juga, jadi saran Bapak nggak usah ribut-ribut, terima saja suamimu kalau dia punya perempuan lain, toh nggak ada yang salah kalau laki-laki punya istri lebih dari dua. Daripada kamu di jandain. Siapa yang mau sama kamu?"

Wes....... Wes cukup. Lanang wadon podo ae.
Berbicara dengan keluarga Mas Juan seperti berbicara dengan Jin Dasim dan aku tidak sanggup lagi. Muak, marah, jijik, semuanya campur aduk. Penyesalan terbesar dalam hidupku adalah masuk ke keluarga ini dan aku semakin bertekad untuk mengakhirinya.

"Mas Juan, ayo ikut aku pulang sekarang atau kalau tidak, aku akan sebarkan video keluargamu yang menjijikkan ini ke sosial media. Biar hancur sekalian karier dan nama baik keluargamu. Aku muak."

SENJA (Cinta Itu Semakin Pudar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang