18. Doa Mas Taksol

3.8K 445 16
                                    

HollllaaaaaYang punya aplikasi Dreame/innovel bisa bantu tap-tap ❤️ yaHappy reading semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hollllaaaaa
Yang punya aplikasi Dreame/innovel bisa bantu tap-tap ❤️ ya
Happy reading semuanya

"Masuk....."

Bentakan keras terdengar dari Mas Juan setelah dia berhasil menarikku seperti sapi keluar dari dalam rumah. Beberapa kerabat yang masih ada di luar dan menguping seketika memalingkan wajahnya berpura-pura tidak melihat. Wajah Mas Juan sudah terlalu angker mode senggol bacok, jangankan saudaranya, sedari tadi teriakan dari Bapak Ibunya termasuk Mentari dan Intan berteriak-teriak meminta Mas Juan berhenti agar tidak pergi dariku sama sekali tidak digubrisnya.

"Aku nggak mau balik bareng orang yang sebentar lagi mau jadi mantan dalam hidupku. Jadi berhenti membentakku, aku bisa melaporkanmu atas kekerasan verbal, Mas."

Tidak, aku tidak lagi diam seperti Senja yang dulu menjadi istrinya. Di depan Juanda Prabumi sekarang adalah Senja baru yang lahir dari Senja yang sudah dibunuh olehnya sendiri. Benar ragaku utuh, tapi hatiku tercabik-cabik dengan cara yang sangat mengenaskan. Tidak ada lagi cinta untuknya, cinta itu semakin memudar dengan sendirinya.

Sayangnya, pria dihadapanku yang katanya pintar ini mendadak menjadi bodoh dan tuli, kata-kataku diabaikan, dia bahkan mendorong tubuhku untuk masuk ke dalam mobil kami. Kasar, ya, bahkan kini Mas Juan bermain tangan kepadaku, tangannya yang kekar dengan sekuat tenaga mendorongku untuk masuk, tentu saja sekuatnya aku memberontak, tenagaku tidak sepadan dengannya. Aku mencoba melawan, namun Mas Juan justru semakin menggila. Banyak orang melihat sikap kasar Mas Juan, namun saudara-saudaranya ini hanya diam, mereka hanya menjadi penonton tidak ada yang menolongku. Entah karena mereka memang membenciku atau karena takut dengan Mas Juan.

"Sudah Mas bilang masuk ya masuk. Jangan bertingkah terus menerus seperti ini, Dek. Pusing tahu nggak ngadepin kamu yang bertingkah......."

"Heeeeh, Mas....."

Umpatan Mas Juan terputus saat seseorang menegurnya, dan sungguh aku lega luar biasa dengan pertolongan yang tidak disangka-sangka ini. Bergerak cepat, driver taksi online yang bahkan aku lupa wajahnya tersebut dengan cepat menarikku untuk bangkit di saat Mas Juan masih kebingungan. Pria muda awal 20an tersebut menyembunyikanku dibalik punggungnya dan langsung menantang Mas Juan. Perbedaan usia yang begitu jauh sama sekali tidak membuatnya takut.

"Jangan melakukan kekerasan pada penumpang saya. Saya tidak akan membiarkannya."

Mas Juan tidak terima, reflek dia mendorong driver taksol ini meski pun hanya mundur satu langkah. "Siapa kamu bocah ingusan berani ikut campur, kamu tidak tahu jika dia istri saya. Lebih baik kamu segera minggir atau saya habisi kamu disini. Kamu tidak tahu siapa saya, hah? Saya seorang Komandan Kompi di Batalyon ........."

Arogan, kejam, dan memuakkan. Rupanya seperti ini rupa Mas Juan yang sesungguhnya, persis sama seperti Mentari yang menggunakan kuasa keluarganya untuk mengintimidasiku, mungkin jika anggota Mas Juan yang mendapatkan ancaman seperti ini mereka akan menyingkir tanpa dua kali berpikir, laki-laki yang bahkan tidak aku kenal ini sama sekali tidak bergeming, dia tetap diam ditempatnya bahkan semakin mendongakkan kepalanya.

"Mau Anda Tentara atau presiden sekalipun saya tidak peduli. Anda seorang suami tapi Anda memperlakukan istri Anda dengan sangat kasar, menurut Anda, sikap itu pantas? Dan lagi, dia adalah penumpang saya, dan saya yang bertanggungjawab sampai beliau sampai di tujuan." Driver muda ini seketika berbalik kepadaku, wajahnya yang sebelumnya tampak mengeras perlahan melunak saat menatapku. Tutur katanya pun berbeda, sungguh aku sangat berterimakasih karena di saat seperti ini, ada seseorang yang menolongku sampai sejauh ini. "Mari Mbak, saya antarkan sesuai aplikasi."

"Terimakasih, Mas. Mas Juan, kita bicara dirumah, dinginkan kepala karena apa yang akan kita bicarakan nanti akan sangat panjang." Ucapku saat akhirnya aku sampai di dalam mobil. Bisa aku lihat diluar sana Mas Juan menendang angin saking kesalnya saat mobil yang aku tumpangi ini melaju pergi. Terlihat gerombolan sirkus itu mendekat, mungkin mereka membujuk Mas Juan agar tidak memikirkan omonganku tentang gugatan cerai,  namun sayang sepertinya hal itu sia-sia karena mobil Mas Juan melaju mengikuti taksolku.

"Sudah kewajiban saya untuk menjaga penumpang saya, Mbak. Jadi jangan lupa bintang lima dan tip-nya ya Mbak." Selorohnya yang membuatku seketika tertawa. Kalimat receh yang terucap tersebut seperti angin segar untukku yang kesusahan menahan tangis dan sesak.

"Siap, nanti saya kasih tip yang banyak biar bisa ngajak pacar ke Starbucks."

"Hazeeeeekkkk. Thinkyuuu loh Mbak. Coba saja Mbak belum punya suami, sudah tak jodohin Mbak sama Abangku." Hadeeehhh. Ada-ada wae ini ini bocah. "Bercanda, Mbak. Jangan diambil serius. Ini Mbak mau langsung balik Batalyon lagi?"

"Iya, saya mau pulang."

"Tapi itu suami Mbak ngikutin kita loh."

"Biarkan saja, saya memang perlu berbicara dengannya dengan kepala dingin dan tanpa paksaan. Sekali lagi, terimakasih sudah nolongin saya ya, Mas."

Aku menatap spion depan, benar-benar tulus berterimakasih kepadanya, dan saat mata kami bertemu, entah mengapa aku begitu familiar dengan cengiran tengil laki-laki muda ini. Seolah wajahnya sudah tidak asing dan seringkali kutemui. Dengan cepat aku menggeleng, menepis pikiran aneh-aneh yang melintas di benakku, namun saat aku hendak memejamkan mata. Driver taksol yang belakangan aku tahu bernama Deka ini justru menyeletuk dengan ringannya.

"Kalau cerai beneran dari laki Mbak yang sableng itu, hubungi saya ya Mbak. Saya berminat jadiin Mbak Kakak ipar saya."

Ya Tuhan, apalagi ini coba? Kenapa hari ini aku banyak bertemu dengan manusia antik dengan pemikiran yang sangat aneh.
........................ ....................

"Mama, Papa.........."

Bersamaan, aku dan Mas Juan sampai di Batalyon. Usai membayar sesuai dengan perjanjian awal, mobil Deka meluncur meninggalkan Batalyon. Aku melihat suamiku dalam mobilnya sebelum mobil itu masuk ke lingkungan asrama lebih dahulu. Disini, dia tidak akan berani berbuat apapun, namun yang paling miris dari semuanya saat aku sampai di rumah dengan dia yang menungguku di teras, Rinjani datang menghampiri kami dengan wajah yang berbinar cerah, sungguh hatiku sakit mendapati bagaimana putri kecilku ini merindukan kehadiran lengkap orangtuanya, terutama Ayahnya yang beberapa waktu ini menjadikan rumah dinas hanya tempat mampir berganti baju dan tidur sekedarnya bahkan tidak punya waktu untuk sekedar mengapa putri kecilnya ini.

"Kok tumben sih Papa sama Mama barengan pulang ke rumah, asyik. Papa sudah nggak sibuk lagi ya."

Mata berbinar indah itu tidak tahu jika bahagia akan keluarga lengkap yang dia miliki ini sebentar lagi akan menghilang. Aku ingin bertahan, namun bayang-bayang dia yang mendua tidak sanggup aku tahan rasa sakitnya. Hatiku tidak akan sama, seumur hidup bahagia yang aku bangun akan cacat dengan luka tersebut.

Sebegitu mengerikannya sebuah perselingkuhan. Tidak hanya membuat hubungan terputus, meninggalkan trauma mendalam untuk yang di selingkuhi dan anaklah korban sesungguhnya dari cinta yang tidak seharusnya hadir. Ingin sekali rasanya aku berteriak keras-keras pada suamiku agar matanya terbuka lebar betapa jahatnya perilaku yang sudah dia lakukan. Tidak apa dia tidak lagi mencintaiku, tapi tolong dia melihat Jani yang hadir diantara kita. Hatiku sakit sekali mendapati aku harus menghancurkan hati putri kecilku.

Aku berjongkok, memandang sendu putriku yang mendekat, dia begitu bahagia melihat kedua orangtuanya namun harus aku pupuskan karena pembicaraan yang harus aku lakukan dengan Ayahnya ini.

"Jani, Mama sama Papa mau bicara bentar. Penting banget, kalau Jani main sama dek Huda dulu nggak apa-apa, ya. Mama anterin sekarang."

SENJA (Cinta Itu Semakin Pudar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang