17. Menantang Para Pengkhianat

4.5K 487 30
                                    

YuuuuuhuuuuuuSENJA kembali lagi, ayo-ayo siapa yang kesel sama keluarga Jin Dasim ini, cung angkat ketek kalianKalian yang main TikTok, mampir juga yuk di akun Mamak (promosi ini ceritanya 😆😆) kalo nggak mager pengen up juga disana soalnyaHahaha...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yuuuuuhuuuuuu
SENJA kembali lagi, ayo-ayo siapa yang kesel sama keluarga Jin Dasim ini, cung angkat ketek kalian
Kalian yang main TikTok, mampir juga yuk di akun Mamak (promosi ini ceritanya 😆😆) kalo nggak mager pengen up juga disana soalnya
Hahahaha, yang udah berbaik hati mampir, Mamak doakan masuk surga
Amiiiimnnn

"Mas Juan, ayo ikut aku pulang sekarang atau kalau tidak, aku akan sebarkan video keluargamu yang menjijikkan ini ke sosial media. Biar hancur sekalian karier dan nama baik keluargamu. Aku muak."

Aku berdiri, mengakhiri percakapan yang sangat tidak penting dengan keluarga suamiku yang terang-terangan mendepak dan mendukung anaknya untuk mendua. Menurutku, tidak ada untungnya sama sekali aku berbicara dengan mereka, sebagaian orang mengatakan solusi terbaik untuk mengatasi suami yang gila adalah mengadukan mereka pada orangtuanya, namun sayangnya hal itu tidak berlaku pada keluarga suamiku.

Mas Juan dan Mentari terbelalak. Tidak menyangka jika diamku pada akhirnya akan bisa melawan mereka dengan telak. Tidak hanya omong kosong semata, kuangkat ponselku yang sebelumnya kugantung dengan lanyard memperlihatkan pada mereka video menjijikkan keluarganya yang minus akhlak.

"Senja, kita bicarakan baik-baik ya. Jangan gegabah karena amarah sesaat. Ingat Rinjani."

Haiiiissss, ingat Rinjani dia bilang. Bisa-bisanya suamiku yang tampan hingga membuat perawan kepincut dirinya yang sudah mulai tua  ini menggunakan anak sebagai senjata untuk membuatku terdiam. Heeeeh, kemana saja kau wahai Firaun 2023 saat tidak pulang ke rumah selama ini? Ingat anak tidak dia saat tengah makan malam merayakan ultah dengan selingkuhannya ini.
Dan menambahkan ketidaktahudirian mereka, si gatal anak Jendral ini turut nimbrung saat aku belum selesai berbicara dengan suamiku.

"Mbak, jangan karena Mas Juan lebih milih bersamaku selama ini, lantas Mbak bisa bersikap seenaknya mengancam kami!" Perempuan yang sudah menggaet suamiku tersebut mendekatiku, dagunya terangkat tinggi mencoba mengintimidasiku, hal yang sia-sia mengingat apapun yang dia lakukan sama sekali tidak berpengaruh apapun kepadaku. Untuk bisa berdiri di sini dihadapan mereka aku sudah melewati banyak luka hingga kini tidak merasakan apapun lagi. Mata itu menyorotku, dan aku balas dengan pongahnya, aku ingin tahu sesombong apa perempuan yang memaksa masuk meskipun tahu rumah yang dia inginkan sudah memiliki penghuni. "Jika Mbak berani bertindak sejauh itu, akan saya pastikan, Mbak yang akan mendekam di penjara. Mbak nggak lupa kan siapa saya dan keluarga saya, disini uang dan kekuasaan yang berbicara, Mbak tidak akan pernah menang melawan saya. Jadi selama saya masih berbaik hati, saran saya lebih baik Mbak mengajukan gugatan cerai diam-diam dan jangan berisik jika tidak mau saya hancurkan berkeping-keping."

Lama aku menatap perempuan muda di hadapanku ini. Aku mengira jika orang yang terlahir kaya dengan pendidikan bagus akan membuat sikapnya semakin beradab, sayangnya hal itu tidak aku temukan di diri Mentari ini. Aku sangat jijik saat dia mengancamku membawa-bawa keluarganya. Di saat aku tengah terdiam, Mentari mungkin mengira dia berhasil mengintimidasiku, namun disaat terakhir kala dia hendak menyunggingkan senyum penuh kemenangan, aku justru melengos seolah tidak mendengar apapun darinya, entah itu ancaman atau pun hal-hal menyakitkan. Tidak menggubrisnya adalah cara terbaik untuk menghadapi manusia seperti Mentari.

"Kamu dengar kan Mas apa yang baru saja aku bilang. Pulang, jika tidak, tanggung sendiri akibatnya. Kamu yang paling tahu siapa aku dibandingkan semua orang yang ada disini." Satu persatu aku memandang anggota keluarga suamiku ini, tampak jelas mereka ingin memakiku, namun dengan bukti yang ada di tanganku. Mereka sama sekali tidak bisa berkutik, sepertinya mertuaku ini syok karena menantu yang selama ini diam berani membangkang dengan cara yang sangat mengerikan. "Kalian semua, khususnya Anda Bapak dan Ibu mertua yang sebelumnya sangat hormati, selama ini saya selalu berusaha menjadi menantu yang baik untuk Anda, segala ucapan pedas dan hinaan Anda, semuanya saya anggap angin lalu karena Anda berdua orangtua dari pria yang saya cintai, namun lihatlah balasan yang kalian berikan. Anda hanya mencari-cari kesalahan saya, bahkan mendorong putra Anda pada kesalahan fatal. Anda adalah manusia-manusia paling mengerikan yang pernah saya temui."

"Mbak Senja, seharusnya Mbak introspeksi diri Mbak, semua orang disini nggak ada yang belain Mbak itu artinya Mbak yang salah. Jangan pernah mengumpat orangtua Intan, walau bagaimana pun mereka mertua Mbak?! Kalau sikap Mbak barbar kayak gini ya pantas saja Mas Juan kabur milih Mbak Mentari, jujur saja, untuk seorang Perwira seperti Masku, Mbak memang nggak pantas."

Aelaaah, anak kemarin sore yang hobinya habisin duit Kakaknya ini sok-sokan nimbrung menasehatiku. Dih, kelihatan kualitas otaknya yang nggak sepadan dengan biaya kuliahnya, reflek saja sebelum mendengar terlalu banyak omong kosong Intan aku langsung mengangkat jariku pada bibirku memintanya untuk diam. Sekata-kata dia menyebutku tidak pantas untuk Kakaknya. Sepertinya dia pun ingin mendengar kalimat mutiaraku untuknya.

"Singkat saja sih Tan. Semoga nanti kamu nggak kena karma dari Kakakmu yang berselingkuh ini ya! Nggak enak banget loh udah berusaha keras jadi istri yang ngabdi sama suami, nyimpan rapat-rapat semua kekurangannya, bantu ekonominya tanpa pernah hitung-hitungan eeeh ujung-ujungnya saat sampai diatas malah dihempas, dicari-cari kekurangannya. Bahasa gampang biar yang bodoh kayak kamu ngerti itu, semoga pasanganmu nantinya tahu diri."

"Senja tutup mulutmu." Mas Juan merah padam, egonya tersentil saat kalimat sarkasku keluar. Memang benar kan apa yang aku katakan. Selama ini aku membantu ekonominya dari hasilku berdagang barang-barang yang dia hina. Dia sendiri yang cari penyakit padaku, lantas sekarnag dia merasa tersinggung? Lucu sekali dia.

"Mulai sekarang aku tidak mau menuruti apapun yang kamu katakan." Sentakku sembari menantangnya dengan tatapan yang tidak pernah suamiku bayangkan. "Aku akan berbicara sesuka hatiku membela harga diriku yang kalian injak-injak seperti sampah."

"Sudahlah Wan, biarkan saja perempuan gila itu berbicara. Untuk apa kamu menahannya, biar makin kelihatan sedengnya. Sudah ibu bilang dari dulu kalau pilihanmu ini salah, seharusnya kamu dengerin....."

"Ya, ya Ibu Sri. Ibu benar, putra Anda salah pilih,!?begitu pula saya yang salah karena menerima pinangan manusia sampah seperti anak Ibu. Selamat ya Pak Bu, keinginan Anda untuk menendang saya dari kehidupan putra Anda berhasil karena saya akan segera mengajukan gugatan cerai. Done, selesai. Berdoa banyak-banyak ya Pak Bu, semoga apa yang telah kalian lakukan ke saya tidak berbalik ke Intan atau Ibu sendiri. Sakit loh di selingkuhin."

Semuanya aku ucapkan dengan sangat mantap dan penuh keyakinan. Semua orang terkejut tapi ujungnya mereka tersenyum, sangat berbeda dengan Mas Juan yang tiba-tiba saja langsung menghambur mencengkeram tanganku, begitu erat hingga begitu sakit aku rasakan. Jika sebelumnya dia hanya syok penuh keterkejutan karena melihat kehadiranku, maka sekarnag aku melihat kemarahan disorot matanya.

"Apa-apaan kamu ini, Dek. Jangan berbicara ngawur, dosa besar seorang istri yang dengan mudahnya berbicara tentang perceraian."

Seolah lupa dengan semua orang yang ada di ruangan ini, termasuk Mentari yang beberapa saat lalu diperkenalkan dengan penuh kebanggaan, Mas Juan menarikku untuk pergi. Dia menggenggam tanganku erat seakan takut jika aku akan lolos melarikan diri darinya.

Bukan aku yang memutuskan untuk pergi, Mas. Tapi kamu yang keliru karena menghadirkan cinta lain dalam istana yang aku bangun dengan megahnya berlandaskan kesetiaan.

SENJA (Cinta Itu Semakin Pudar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang