Bukan aku yang menyerah
Namun kamu yang memilih pergi dari rumah.SENJA (Cinta Itu Semakin Pudar)
-2023-"Dek Senja, dalam berumah tangga tentu ada masalah yang akan datang sebagai ujian, tentu saja hati kita akan sakit saat hal itu terjadi, tapi bukan berarti segalanya harus diselesaikan dengan amarah bahkan amukan seperti yang baru saja kamu lakukan. Nggak baik dek Senja, syukur Alhamdulilah kamu mengamuk disini, semua orang bisa menyimpan aib dengan baik, coba bayangkan bagaimana jadinya kalau kamu mengamuk di luar sana."
"Sudah pasti kamu akan menjadi bulan-bulanan masa yang akan mengolok-olokmu di sosial media. Tahu sendirikan kalau sekarang dikit-dikit viral, jabatan dan status suamimu di pertaruhkan, Dek Senja."
"Yang namanya istri itu pakaian terbaik suaminya, saat dia salah, kita harus berjuang sekeras mungkin untuk menutupi kesalahannya. Ibarat kata tetangga jangan sampai melihat dapur kita yang berantakan."
"Jangan hanya karena kemarahan sesaat, kamu dan suamimu kehilangan segalanya. Eman Dek, sayang. Semuanya bisa dibicarakan dengan baik. Sekarnag tenang, ya. Minum dulu, biar agak tenangan sedikit setelah itu pulang ya, hari ini akan terlewat dan semuanya akan baik-baik saja."
Banyak nasihat yang diberikan kepadaku saat aku dibawa kesini usai mengamuk Mas Juan, mungkin jika tidak dipisahkan oleh tetangga, aku sudah membunuh pria brengsek tersebut, tapi dari sekian banyaknya kalimat yang terucap, semuanya sama, intinya aku harus bersabar atas segala sikap suamiku tidak peduli mereka bahkan belum mendengar apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa bertanya dan mencari tahu terlebih dahulu mereka sudah menempatkanku sebagai seorang istri yang bersalah dan tidak bisa menjaga marwah suami.
Minuman di gelasku menganggur, aku sama sekali tidak berminat untuk meminumnya karena kini aku jauh lebih tenang daripada yang orang-orang tahu. Usai mereka semua yang secara jabatan dan usia lebih senior dariku selesai berbicara aku memandang mereka satu persatu. Tidak ada formalitas diantara kami sekarang ini, aku sudah terlalu lelah jika harus bersikap apik layaknya Ibu Danki yang seperti ini selalu aku perankan. Toh sebentar lagi aku akan menanggalkan semuanya.
"Bu Danyon, Ibu nggak pengen tahu gitu kenapa saya mengamuk seperti ini? Apa menurut Ibu kemarahan saya hanya sekedar luapan cemburu kepada suami saya?"
Katakan aku tidak sopan karena berbicara sedemikian formal kepada orang nomor satu di Batalyon ini, tapi aku sudah tidak punya tenaga lagi untuk terus disalahkan. Bolehlah mereka menyalahkanku nantinya, tapi setidaknya mereka harus tahu apa yang telah membuatku segila ini.
Bu Danyon terlihat terkejut dengan cara berbicara ku, tapi rupanya beliau memakluminya karena senyum keibuan terlihat di wajah beliau saat beliau mengusap bahuku.
"Dek, ada kalanya para laki-laki itu khilaf tergoda dengan perempuan yang ada diluar sana dan melupakan kita yang ada di sampingnya selama ini, bukannya mau membela Juanda tapi percayalah, itu hanyalah pelarian dari jenuhnya hubungan dan tugasnya. Siapapun orangnya mereka hanya pelarian, dan akan selalu pulang ke kita istri sahnya. Jadi, nggak usah di pikirkan jika suamimu sedang tidak waras. Jangan biarkan pelakor menang darimu, dek. Kamu istri sah dan harus kuat."
Tangan itu menggenggam tanganku kuat, memberiku kekuatan seakan Bu Danyon tahu kesakitan macam apa yang tengah aku rasakan sekarang ini. Bukan hanya Bu Danyon, beberapa istri senior ini pun mengangguk, seakan mengaminkan apa yang tengah aku alami pun mereka juga merasakan. Sungguh, aku tidak tahu simpati ini aku dapatkan karena mereka juga korban perselingkuhan, atau hanya sekedar membesarkan hatiku. Jika benar seperti itu, aku sudah tidak bisa berkata-kata lagi, sebobrok itukah para lelaki hebat yang sempat aku kira jika mereka adalah pahlawan yang menjaga Negeri ini? Tidak, yang buruk hanya oknum bukan kebanyakan. Aku yakin itu, dan aku hanya sedang apes saja dalam takdir.
"Kalau memang kalian bertengkar karena masalah Juanda yang sedang khilaf, lupakan saja, Dek. Biarkan para atasan yang akan menegur, jangan mengucap pisah. Bertahanlah demi status istri sah. Enak sekali kamu meminta pisah, yang ada mereka bisa kesenangan bisa hidup berdua. Yang ada hanya kamu yang hidup menyedihkan sementara mereka akan melenggang bebas."
"Iya, Dek. Jangan menyerah ya. Toh mau bagaimana pun pada akhirnya suami kita juga akan kembali. Kamu meminta pisah, itu artinya kamu kalah."
Mendengar kalimat dari Bu Danyon yang diaminkan oleh yang lainnya tersebut membuatku menyugar wajahku dengan sangat frustrasi. Kenapa seperti ini? Kenapa perselingkuhan dianggap sebagai sebuah kekhilafan yang wajar dilakukan oleh para pria sementara kami wanita selalu di tuntut untuk menjaga kehormatan kami? Sebegitu tidak adilkah dunia ini?
"Bu Danyon, saya tidak tahu apa yang terjadi pada rumah tangga ibu atau memang Ibu sebijaksana ini sampai Ibu mentoleransi sebuah ketidaksetiaan, tapi maaf Ibu-Ibu semua, saya sama sekali tidak sependapat. Saya tidak ingin mempertahankan hubungan dimana suami saya berkhianat bahkan sampai di ranjang."
"Tapi Dek Senja......." Ibu Danyon kembali menyela, tapi aku sudah bulat dengan keputusanku untuk berpisah.
"Jika dengan memilih berpisah berarti saya kalah, ya sudah saya anggap saya kalah. Tapi apa Ibu tahu siapa yang menjadi selingkuhan suami saya?"
Ibu-ibu di ruangan ini tidak ada yang menjawab, namun aku tahu jika mereka semua mendengarkan. Meskipun ini aib yang menjijikkan aku pun terpaksa menunjukkan pada mereka semenjijikan apa suamiku dan selingkuhannya. Kudorong ponselku kepada mereka yang berisikan video yang dikirim Sissy lengkap dengan kronologi dimana Mentari mengakui hubungan mereka. Wajah mereka semua pun terkejut saat tahu jika perempuan yang menjadi selingkuhan Mas Juan adalah perwira perempuan disini juga, apalagi saat mereka mendengar rencana gila Mas Juanda yang ingin menceraikanku demi Mentari dan kembali menikahiku dibawah tangan, siapa yang akan tahan saat mendengar alasan konyol kita yang semakin tua dan tidak menggairahkan di ranjang di ungkapkan terang-terangan sebagai alasan perselingkuhannya.
Percayalah, fisik adalah hal yang sensitif bagi perempuan. Jika ditanya tentu kita tidak mau menua, aku pun tidak suka saat melihat kerutan di bawah mataku, dan juga perutku yang tidak sekencang dulu karena harus hamil dan melahirkan. Kalimat Mas Juan yang menyebutkan jika aku tua, kolot, kaku, dingin dan tidak segar lagi benar-benar meruntuhkan harga diri dan ketepercayaan diriku sampai ke dasar.
"Mungkin kalian bisa memaafkan suami kalian yang sudah celap-celup barangnya ke sembarang lubang. Tapi maaf, saya nggak bisa. Membayangkannya saja saya sudah begitu jijik, ditambah dengan keluarga suami saya yang terang-terangan menghina saya. Saya menikah agar bahagia, bukan untuk gila dan tekanan batin menahan amarah melihat suami saya bermain serong dengan wanita lain. Memakai baju Persit saja tidak cukup membuat saya bahagia, saya ingin pernikahan saya penuh cinta sampai kami menua. Jika menggugat cerai suami saya adalah bentuk kekalahan, tidak apa. Toh tidak ada lagi yang bisa saya pertahankan dalam rumah tangga ini bersama seorang Juanda. Saya hancur, dua orang peselingkuh itu pun juga harus hancur."
"Tapi Letnan Mentari itu......" salah satu dari istri Atasan Mas Juan ini nyeletuk, meskipun beliau tidak menyelesaikan kalimatnya karena ada yang menepuk pahanya, aku tahu apa yang hendak dikatakan.
"Iya, saya tahu kok. Selain perwira muda, Letnan Mentari juga anak Jendral, kan? Tapi saya tidak peduli dia anak siapa, toh kenyataannya wanita berkarier bagus tersebut tidak lebih dari pada sampah yang hinggap di rumah saya. Penggoda yang bahkan tega merebut suami dan ayah dari anak saya. Benar tamu tidak akan masuk jika tidak dipersilahkan oleh tuan rumahnya, tapi seharusnya tamu itu tahu jika rumah itu sudah ada penghuninya."
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA (Cinta Itu Semakin Pudar)
RomancePernikahan indah dengan pedang poranya itu masih terbayang jelas di pikiran Senja seakan baru kemarin suaminya menggandengnya melewati pedang-pedang yang berjajar di angkat dengan megah oleh para junior dan rekan suaminya, Senja masih terbayang inda...