19. Mendengar Penjelasannya

4.3K 428 48
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hollllaaaaa-HollaaaaaaaSiapa yang baca part ini pas kalian lagi kerja?Ati-ati tensi tinggi 😂😂😂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hollllaaaaa-Hollaaaaaaa
Siapa yang baca part ini pas kalian lagi kerja?
Ati-ati tensi tinggi 😂😂😂

"Jani, Mama sama Papa mau bicara bentar. Penting banget, kalau Jani main sama dek Huda dulu nggak apa-apa, ya. Mama anterin sekarang."

Wajah Rinjani tampak kebingungan, namun aku tidak punya pilihan lain selain mengungsikannya, mungkin Rinjani akan berpikir jika aku ini tengah mengusirnya yang ingin menghabiskan waktu dengan Papanya. Mata kecil tersebut beralih ke arah Papanya, bukannya mempermudah segalanya agar cepat selesai, Mas Juan justru memperumit segalanya.

"Sudahlah, Dek. Bicaranya bisa nanti-nanti, kasihan si Jani. Dia cuma pengen kumpul sama kita loh."

Aku berdecak kesal, benci sekali rasanya aku dengan sikapnya yang sok bijak ini. Sekarang, kembali lagi suamiku ini memerankan sosok yang penyayang, dia lupa apa berbulan-bulan ini dia bahkan tidak punya waktu untuk anaknya? Keputusanku sudah bulat, maafkan aku jika aku egois sebagai seorang Ibu tapi aku benar-benar ingin lepas dari ikatan pernikahan yang mulai membuatku gila ini.

"Kalau kasihan seharusnya sejak awal Mas tidak menghabiskan waktu Mas bersama orang lain. Yang berhak atas waktu Mas selain Negeri ini itu aku dan Rinjani, jadi jangan sok bijak sementara sebenarnya kamu tersangka." Kusentak tangannya yang memegang bahu Jani, di depan rumah dinas dengan banyak mata mungkin mengintip ke arah kami, tentu suamiku ini tidak akan berani meneriakiku. Meskipun Jani kebingungan dengan apa yang aku lakukan belum lagi wajah marahku, aku membawanya ke dalam gendongan untuk meninggalkan Papanya yang membeku.

SENJA (Cinta Itu Semakin Pudar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang