109. Tentang Aya Dan Kabar Nenek Sheo

540 43 0
                                    

"Silakan diminum."

Sembari meletakkan camilan dan gelas teh diatas meja, Orena berkata, "Tapi maaf jika hanya seadanya. Aku belum sempat belanja."

Iloania menyunggingkan senyuman, "Ah~ Kamu seperti pada siapa saja, Re. Kamu tahu aku bisa melahap apapun~"

"Yah, aku masih ingat. Kau menghabiskan sekuali manisan apel sendirian. Ckckck, padahal saat itu kau masih kecil. Aku heran bagaimana perutmu bisa muat." Ujar Orena sembari menggelengkan kepala.

Dibelakangnya, Aya mengintip dengan sepasang manik bundarnya. Tetapi enggan untuk menampakkan dirinya.

"Oh iya, kak Sius. Dia adalah Orena Lativia. Dia salah satu suku Lavia dan Orena adalah teman masa kecilku. Dia sebaya dengan kak Sius."

Iloania menoleh. "Dan Orena. Kak Sius ada—"

"Biar kutebak, kekasihmu?" Sela Orena membuat wajah Iloania memerah dan mengangguk.

Orena terkekeh. "Sudah kuduga, kalian sangat serasi. Halo Lasius, mohon bantuannya untuk menjaga Iloania. Meski kelihatannya kuat, sebenarnya dia anak yang cengeng."

Lasius mengangguk dengan wajah datar andalannya, namun suaranya membawa rasa hangat samar. "Tentu saja aku akan menjaganya."

"Lalu perkenalkan juga, ini Leaya. Kalian bisa memanggilnya Aya. Dia, adikku." Orena sedikit menggantung perkataannya.

"Adik?" Beo Iloania terkejut.

Orena menghela napas sembari mengusap rambut Aya yang berpindah memeluknya. "Sebenarnya, Aya adalah adik angkatku. Orangtuanya meninggal karena kecelakaan saat pergi untuk membeli belanjaan bulanan diluar, satu tahun yang lalu." Ucap Orena.

Iloania terkejut dan menatap Aya yang juga memandangnya dengan sepasang manik yang memandangnya dengan tatapan yang sulit Iloania jelaskan. Tidak hanya kearah Iloania, tetapi Aya juga memandang Lasius sesekali.

"Aya sangat cantik~ Menggemaskan sekali, rasanya ingin memeluknya!" Ujar Iloania karena gemasnya.

Aya melepaskan pelukannya pada perut Orena dan melangkah mendekati Iloania sembari merentangkan tangannya. "Kakak cantik, mau pelukan?"

Dibelakangnya, Orena mengangkat alisnya. Aya bukanlah anak yang mudah didekati, terlebih pada orang asing. Dia memiliki tingkat kewaspadaan yang cukup tinggi. Ini baru pertama kalinya bertemu, tapi dia mau memberi pelukan pada Iloania. Ia saja membutuhkan waktu hampir berbulan-bulan untuk mendekatkan diri pada Aya.

Orena memandang Aya, Iloania dan Lasius secara bergantian, sebelum menyunggingkan sebuah senyuman.

"Mungkin karena mereka mirip," batinnya.

Iloania merunduk dan memeluk Aya. "Kya~ Sangat manis~"

Dalam pelukan Iloania, Aya diam dan tidak berbicara, tetapi membatin. "Sangat mirip pelukan mama."

Ia mengalihkan tatapannya pada Lasius dan mengulurkan tangannya. "Kakak tampan, pelukan?"

Mendengar itu, Iloania hendak melepaskan Aya untuk membiarkan Lasius memeluk Aya. Namun Aya tetap menahannya dan menarik Lasius mendekat dengan sebelah tangannya.

Blush!

Dengan Lasius yang memeluknya dari belakang dengan tangan sampai memeluk Aya, wajah Iloania memerah. Jantungnya berdetak lebih cepat dan dibelakangnya, Lasius tak bisa menahan senyuman dan menyandarkan lembut kepalanya kekepala Iloania.

Aya menyembunyikan wajahnya dibahu Iloania dengan sepasang manik berkaca-kaca. "Hangat."

Disisi lain, Orena menyunggingkan senyuman melihat gambaran didepannya. Ah, benae dugaannya. Mereka adalah pasangan serasi, dan dengan keberadaan Aya, mereka bisa menjadi pasangan yang sempurna.

Yah, suatu saat nanti mereka juga akan mendapatkan satu atau beberapa.

"Nenek Sheo ... meninggal?"

Iloania tertegun mendengar berita kematian nenek Sheo dari Orena. Itu memang sudah sangat lama dirinya tidak kembali kekota ini. Bahkan jika nenek.Sheo meninggal, itu adalah hal yang wajar mengingat usianya. Namun Iloania tetap saja terkejut dengan berita ini.

Dulu dia suka sekali makan sup buatan nenek Sheo yang rasanya sangat lezat. Wanita tua itu mengajarinya apapun selama dia tinggal disana. Dan menceritakan berbagai kisah yang membuat anak-anak sepertinya dulu sangat kegirangan.

"Cukup Ilo, ini bukan waktunya bersedih." Batin Iloania sambil memejamkan matanya.

Ia menghela napas dan membuka mata, kemudian mulai menceritakan tentang apa yang telah dialaminya. Cerita sangat panjang, dan saat itu berakhir, matahari telah tenggelam sepenuhnya. Saat itu, Orena merasakan kedua tangannya bergetar, dan wajahnya memucat.

Akan ada perang melawan iblis.

Bagaimana hal semengerikan itu tidak membuatnya takut dan cemas.

Iloania melihat kekhawatiran Orena dan berkata, "Kamu tidak perlu khawatir dengan apa yang bisa terjadi. Orena, barrier ini tidak melemah bahkan setelah jangka waktu yang panjang. Dengan keberadaan jiwa Ven disini, barrier ini akan menjaga kalian. Bahkan jika itu perang, tidak masalah, asalkan kalian tetap bersembunyi didalam sini."

Iloania menambahkan, "Dan jika aku bisa membangkitkan Vleia, aku akan memintanya untuk melapisi barier ini dengan satu barrier pelindung yang kuat."

"Kamu tak perlu khawatir dengan keselamatan orang-orang yang ada disini." Ucap Iloania.

Orena dapat melihat keyakinan dimata Iloania yang jernih. Yang membuat Orena, tanpa sadar mengendurkan kekhawatirannya. Sejak dulu, Iloania selalu begitu. Jika dia meyakini sesuatu, dia akan memperjuangkannya sampai akhir.

Dia memiliki tekad yang sekuat baja.

"Aku mengerti. Lalu, tentang suku Mue, tidak ada orang lain di Lavia yang tahu keberadaan mereka selain nenek Sheo dan Olena." Kata Orena.

"Oh, lalu dimana Olena? Sejak tadi aku tidak melihatnya." Tanya Iloania setelah sadar bahwa satu kenalannya belum dilihatnya sejak tadi.

"Olena sedang berburu bersama temannya dihutan. Mereka mungkin akan kembali besok pagi. Kalian menginaplah disini terlebih dahulu. Aku akan menyiapkan kamar untuk kalian." Kata Orena membuat Iloania dan Lasius mengangguk.

"Terima kasih." Ucap Lasius.

"Sama-sama."



Bersambung

Legenda Bulan Kristal [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang