134. Desisan Gelombang Laut

96 4 0
                                    

"Paman akan pergi melaut lagi hari ini?"

Anak perempuan itu duduk disofa, memeluk bonekanya dan memandangnya dengan sepasang manik bundar berair yang seakan bisa memantulkan pantulan dirinya seolah berada didepan kaca. Yang dipanggilnya paman adalah seorang pria muda berusia 23 tahun, dengan sepasang netra ungu dan kulit kecoklatan akibat sengatan matahari ketika dia melaut. Sangat cocok dengan rambutnya yang berwarna hitam legam.

Orang-orang didesa memanggilnya Momo, namun sebenarnya namanya adalah Lamona. Lamona Eisch.

"Mn, setelah melaut, paman akan membelikan Nai permen manis yang menggemaskan di toko kak Alies."

Mendengarnya, anak perempuan yang disapa Nai itu tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya dengan antusias. Tidak sabar menanti kepulangan sang paman bahkan meskipun sang paman belum beranjak dari tempatnya menyiapkan perlengkapan menangkap ikannya pada malam ini bersama dengan teman-temannya.

Lamona menggendong ranselnya, mengenakan jubah dan membuka pintu. "Segera tutup pintunya dan tunggu sampai ibumu kembali. Paman akan kembali besok pagi."

Nai mengangguk, dan menutup pintu segera setelah Lamona melangkah pergi untuk menghampiri teman-teman sesama nelayannya untuk bersama-sama menangkap ikan pada malam ini.

"Kau sudah membawa lampu?"

Seorang nelayan yang nampak menggendong tas paling besar mengangguk. "Sudah, aku membawa lentera dan obor juga jika diperlukan."

"Bagaimana dengan jala?" Yang berjanggut tipis itu bertanya dan membuat Lamona mengangguk. "Aku sudah membawanya. Sudah siap digunakan."

Pria itu mengangguk, "Baiklah. Kalau begitu waktunya berangkat."

Setengah jam perjalanan, mereka bertiga sampai dipantai luas yang menjadi tempat biasa mereka berlayar dan menaiki sampan yang menjadi milik mereka diantara beberapa kapal lain yang sering berlayar disana juga. Ketiganya membawa sampan mereka lebih jauh dari bibir pantai dan segera menyebar jala untuk menjala ikan.

Lamona menegang lampu lentera dan memasangnya ditiang sampan yang memang diperuntukan untuk meletakkan lampu lentera. Sampan memiliki layar yang cukup besar, dan mampu menampung hingga sepuluh orang dewasa. Angin menyapa layar dan membawa mereka untuk mengapung lebih jauh guna mendapatkan ikan yang lebih banyak.

"Oh, sepertinya ikannya tidak sedang berada disini. Kita bisa lebih menjauh untuk mencari ikan." Usul yang berjanggut tipis, Ronadl.

Mendengar usulan Ronadl, Dete yang tadi membawa tas paling besar mengangguk. "Kurasa ide bagus. Ikan disini hampir semuanya menghilang, dan lebih baik membawanya pergi ke daeerah yang lebih jauh dan belum pernah kita sisir."

Lamona memandang langit malam, sedikit menyipit dalam keraguannya, namun pada akhirnya dia mengikuti dua rekannya untuk membawa sampan lebih menjauh. Udara menjadi lebih dingin, dan pada malam hari, dibawah bayangan lampu lentera, Lamona bisa menciptakan uap udara dari bibirnya ketika dia bernapas. Pria itu mengeratkan dirinya didalam jubahnya dan terus melemparkan jala kemudian menariknya untuk mendapatkan banyak ikan kecil dan ikan besar didalamnya, sebelum memasukkannya kedalam keranjang diatas sampan.

"Eh!!"

Lamona segera menoleh ketika melihat gelagat aneh rekannya. "Ada apa, Det?"

"Ada sesuatu dijala! Sangat besar, sangat sulit menariknya karena dia terus memberontak."

Ucapan Dete membuat Ronadl segera menjadi bersemangat. "Itu pasti ikan yang sangat besar! Jika kita bisa menangkapnya, kita bisa menjualnya dengan harga tinggi setara dengan ratusan kati ikan! Ayo cepat tarik jalanya!"

Ketiganya dengan penuh kerjasama menarik jala bersama-sama, hanya untuk menemukan bahwa jala yang semakin diangkat tidak hanya berisi ikan yang biasa mereka tangkap. Ada sesuatu yang sangat besar didalamnya, dan memberontak hingga hampir sulit untuk menilai apakah itu. Manik Lamona menyipit, melihat benda itu dan melebarkan mata saat melihat Ronald dengan kuat melemparkan tombak yang menancap dibagian bawahnya.

Ada suara lengkingan yang teramat nyaring dan melengking yang membuat mereka tanpa sadar melepas jala ditangan mereka untuk menutup telinga mereka. Sesuatu itu segera jatuh ke air dan menyeret jala yang tersangku dikakinya dengan kuat, namun tidak menyadari bahwa kaki Lamona, tersangkut ditali jala, yang membuatnya terseret keair laut

"Lamona!!"

"Momo!!"

Itu adalah apa yang dapat Lamona dengar sebelum dia tenggelam kedalam air dan terseret oleh kekuatan besar tanpa bisa banyak berkutik. Air dingin membuat kepalanya berdengung, Lamona mencoba melepaskan tali yang menjerat kakinya sembari menahan napasnya, selama mungkin yang dia bisa.

Beberapa kali ia meraup udara diatas permukaan air ketika dia terseret naik, dan kemudian kembali tenggelam dengan kekuatan yang lebih cepat. Lamona tidak tahu berapa lama dia mengulangi hal yang sama, namun ketika dia hampir berada diambang batasnya, dia telah terdampar dibibir pantai dengan keadaan lemah dan telungkup.

"Hah! Hah! Kupikir ... aku akan mati." Gumamnya.

Lamona bisa berenang, tentu dia tidak akan menjadi nelayan jika dia tidak bisa berenang. Dia bisa, namun keadaan tadi sangat berbahaya bahkan bagi nelayan sepertinya. Tidak tahu dimana arah mata angin, dengan keadaan air laut yang dingin dan membekukan otot-ototnya, Lamona hampir berpikir dia akan mati.

"Shii!! Shiii!"

Desisan itu membuat Lamona bangkit berdiri, mengalihkan tatapannya keseberang, mencoba menemukan sosok apa yang menimbulkan suara itu. Lamona menyipitkan matanya, menatap kedalam kegelapan, dan berhasil menemukan sesuatu bergerak menggeliat didalam jala yang digunakannya tadi. Masih ada suara ikan menggelepar didalamnya.

Lamona terlonjak ketika melihat sepasang kelereng berwarna emas muncul dari kegelapan dan memandangnya dengan tatapan tajam, mengancam dan berbahaya.

Radar kewaspadaan Lamona berdiri, namun dibalik tatapan itu, Lamona melihat sesuatu yang lain. Semacam rasa sakit, rasa takut dan juga kesedihan.

Lamona berjalan menjauh dari bibir pantai, meraba sekelilingnya untuk menemukan bebatuan. Lamona mengumpulkan ranting-ranting dan batang kayu disana secepat mungkin. Ada beberapa tanaman kering yang tersangkut dipasir. Lamona meletakkan dedaunan kering itu diatas batu, memerciknya untuk dalam beberapa waktu kemudian, percikan api dapat membakar ujung daun itu. Lamona meniup daunnya, dan menyalakan api dua menit kemudian.

Ada sesuatu yang bergerak, dan Lamona bisa melihatnya dengan jelas.

Didalam jala, ada ekor yang sangat indah. Sama seperti ekor ikan, namun lebih panjang dan memiliki sisik berkilauan dibawah bayangan cahaya api. Ketika Lamona menelusuri bagian atasnya, Lamona lebih dan lebih terkejut. Itu adalah tubuh manusia, seorang perempuan tepatnya. Sepasang tangannya yang terlapisi oleh lapisan selaput berusaha melepaskan jaring dari tubuhnya. Rambutnya yang berwarna pirang berantakan dan kusut karena gerakan tidak teratur.

Jantung Lamona berdentum dengan keras.

Makhluk apa itu? Lamona tidak mengetahuinya, karena ia tidak pernah melihatnya sebelumnya. Ia pertama kali melihat makhluk seperti itu dan ia begitu terkejut dan tidak bisa menahan kebingungan dan rasa herannya.

"To ... tolong tenang. Aku akan membantumu melepaskan jalanya."

Karena dia, melihat cairan berwarna keemasan muncul dari ekornya yang tertancap oleh senjata milik Ronadl.

Legenda Bulan Kristal [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang