130. Pertemuan Dan Ritual Pemanggilan Bencana

139 5 0
                                    

Pasar dikota secara alami begitu ramai seperti pasar-pasar pada umumnya. Aroma yang unik melayang diudara, tercampur dengan berbagai aroma lain. Entah itu berasal dari penjual kue labu, dari penjual ayam bakar, dari kemenyan dan bunga atau bahkan dari buruh yang berkeringat.

Hiruk piruk bahkan membuat beberapa orang awam pening, berpikir bagaimana menangani atau mencari pemecahan masalah untuk melintasi lautan manusia yang benar-benar meluap didepannya.

Namun untuk Luce, ia hampir sudah terbiasa dengan keramaian. Bahkan meskipun dia dalam bahasa kiasan terpenjara dalam sangkar perak, namun dia sebenarnya berhasil menemukan kunci rahasia yang membuatnya mampu berulang dan berulang kali meninggalkan tempat tinggalnya untuk menikmati kehidupan diluar sangkar peraknya.

"Nona, beli satenya."

"Mari beli, mari beli! Betapa murahnya dan lezatnya kue madu ini! Dapatkan untuk anak-anak anda!"

"Pedangnya begitu bagus tuan. Anda bisa menawarnya sedikit lebih tinggi."

Banyak interaksi yang terjadi di pasar. Pedagang yang menawarkan harga, dan pembeli yang menawar harga. Sebenarnya bagi Luce, pemandangan itu selalu menjadi pemandangan yang menyenangkan, karena dianggapnya sebagai sebuah pemandangan yang lucu. Ia terlalu asyik menikmati suasana hingga ia tidak berhati-hati dan menyebabkan dirinya secara tidak sengaja bersinggungan dengan seseprang. Bahunya yang tipis bertabrakan dengan lengan kokoh, dan ia sedikit meringis sebelum mendongak untuk meminta maaf kepada seseorang itu.

Tetapi ketika dua pasang manik itu bersitatap, bahkan jika itu hanya dalam hitungan detik, Luce tidak bisa tidak tertegun oleh sepasang manik hitam yang sedingin badai salju itu.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, pria berbadan tegap dan tinggi itu melangkahkan kakinya pergi, meninggalkan Luce yang masih tercengung.

"Tatapan itu.."

Kemudian sejurus kemudian, gadis berjubah kelabu itu berbalik. Terus melangkahkan kakinya mengikuti sosok itu, Luce berbelok ke dalam gang ketika menyadari bahwa gang itu merupakan gang buntu. Hanya ada dinging tinggi yang memisahkan dua bangunan didepannya dan ia mengerutkan keningnya.

"Kemanda dia pergi? Aku benar-benar yakin dia berbelok ke sini tadi." Gumamnya.

Tubuhnya menegang, dan sepasang maniknya melebar samar dengan ketegangan yang tidak pernah dia miliki sebelumnya. Ada benda dingin nan tajam yang menyapa lembut leher jenjangnya, dan penuh dengan afeksi yang berbahaya. Nafas berat dan dingin dibelakangnya menyapa pendengarannya, dan mau tak mau, Luce mengerutkan bibirnya.

"Kenapa tidak melanjutkannya?" Luce bertanya ketika seseorang dibelakangnya menjawabnya dengan suara dingin.

"Pertanyaan yang sama."

Gambar diperjauh. Dua sosok itu nampak dalam posisi ambigu mereka, ditengah bayangan gang yang gelap. Namun jika memperhatikannya dengan sesama, ada tangan kokoh yang menekan sebuah belati ke leher Luce, sementara tangan gadis itu terselip diantara jubahnya, mengeluarkan sebuah pegangan pedang patah yang langsung diarahkan pada pria pria itu. Keduanya masih dalam posisi yang sama, dan pria itu kembali membuka suaranya.

"Kenapa mengikutiku?"

Luce melirik belati dilehernya. Ada ukiran indah berbentuk naga di gagang belati yang tipis dan dengan bilah tajam dan meruncing. Dengan sekali tusukan dan sayatan, belati itu bahkan mampu mengoyak bebatuan menjadi serpihan debu. Dia dengan senyuman dibibirnya menjawab dengan pertanyaan yang hampir tidak masuk akal. "Apakah kamu tahu cinta pada pandangan pertama?"

Lucu sekali.

Hanya dengan tatapan matanya, Luce merasa bahwa dia sudah menyukai seseorang dibelakangnya dalam ratusan bahkan ribuan tahun.

Legenda Bulan Kristal [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang