Aku berusaha untuk mendapatkan hatinya kembali dengan menyiapkan makan malam kesukaannya. Tak lupa ku buatkan kue sebagai pencuci mulut untuk menemani di ruang kerjanya nanti.
Mendengar suara kendaraan milik nya memasuki halaman rumah, aku segera menyambut beliau. Ku torehkan senyum menatapnya penuh cinta, lalu ku raih tangannya dan mencium punggung tangannya takzim, tapi beliau tak membalas mencium dahiku, justru melewati ku begitu saja.
Aku masih bisa sabar menerima sikapnya yang cuek dan dingin seperti itu padaku. Ku sadari mungkin memang benar aku terlalu kekanak-kanakan karena takut kehilangannya.
"Makan malam sudah siap mas" seruku mengekori beliau yang hendak masuk ke kamar nya.
"Hum"
Hanya itu jawabannya tanpa menoleh kearah ku lalu menutup pintu.
Sebenarnya siapa yang terlalu membesar-besarkan, aku atau dia?.
"Mas,.." panggilku di depan pintu kamarnya.
"Iya"
Akhirnya aku mendengar suaranya setelah hampir seharian mendiamkan ku.
"Mau di buatkan teh?"
"Saya bisa buat sendiri"
Tak biasanya beliau menolak ku buatkan teh, bahkan beliau pernah mengatakan menyukai teh buatanku, katanya teh buatanku yang terenak baginya. Pas dengan lidahnya.
Tapi aku masih berusaha bersikap tenang dengan memutuskan menunggunya di meja makan.
Satu jam kemudian beliau muncul.
"Mau di panaskan dulu mas?"
Beliau menggeleng lalu duduk di kursinya yang biasa. Segera aku melayaninya dengan baik, seperti yang selalu ku lakukan, lalu kembali ke kursiku.
Tapi lagi sikap diam yang ku terima darinya sebagai balasan pelayanan kum bahkan lagi beliau mencuci wadah yang sehabis di gunakannya dan berlalu ke kamarnya tanpa pernah berbicara padaku apa lagi menatapku.
Aku menangis kecil di tempat ku, sangat menyakitkan rasanya menerima sikapnya yang seperti itu. Aku hanya bersikap tegas melindungi pernikahan kami beliau justru mendiamkan ku seolah yang ku lakukan adalah sebuah kesalahan.
Hingga sikap diamnya bertahan selama tiga hari, membuat ku tak tahan lagi, aku menginginkan suamiku yang dulu, aku membutuhkan suamiku yang penuh kasih sayang padaku.
Ku putuskan menunggunya yang belum pulang semenjak berangkat mengajar. Aku akan meminta maaf bahkan bola perlu memohon maaf asal pernikahan kami kembali baik.
Jam menunjukkan pukul 9 malam, beliau belum juga pulang, tak biasanya seperti ini, jika ada janji beliau pasti memberitahuku terlebih dahulu, setidaknya ia pulang mengganti pakaiannya.
Tak tenang aku mencari tahu kemana perginya. Bahkan aku mendatangi kediaman milik orang tuanya, memerhatikan dari luar tapi tak menunjukkan tanda-tanda beliau ada.
Lalu aku teringat dengan satu nama yang selalu mengusik pikiranku akhir-akhir ini, yah itu Emilia. Nama itu menjadi malapetaka di pernikahanku.Ku kirim pesan pada Ivanka, bertanya sosial media milik Emilia dengan alasan aku mengagumi sosoknya dan ingin mengikutinya. Ivanka pun mengirimkan nama akun sosial media milik Emilia tanpa bertanya banyak, dan aku pun menemukan sosial media milik nya itu, segera ku lihat-lihat isi beranda miliknya, dan mendapati sebuah foto yang baru di unggah beberapa menit yang lalu. Sebuah foto meja dengan dua porsi makanan di salah satu cafe, ku cari tahu letak lokasinya dan segera ke sana untuk mencari jawaban akan di mana posisi suamiku saat ini.
Tak butuh waktu lama aku pun tiba, bergegas aku mencari posisinya, aku justru mendapatinya sedang menikmati makan malam sembari berbagi tawa dengan pak Vand suamiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Tersembunyi Pak Dosen
Любовные романыAku tak pernah membayangkan berpacaran dengan seorang dosen, apa lagi menjadi seorang istri dari dosen yang Keras, Tegas, nan Cuek. Itu kesan pertamaku bertemu dengan beliau. Dan pernikahan kami bukan seperti pernikahan pada umumnya. Pernikahan kami...