Bab 43. Tersebar Hingga Ke Kampus

21.9K 621 2
                                    

Di dalam mobil yang melaju ke kampus, ku sandarkan badan pada punggung kursi. Memejamkan mata dengan bersedekap dada, sesekali menarik nafas kasar, ku lakukan berulang kali hingga aku meras tenang.

"Capek yah?" tanya pak Vand mengusap puncak kepalaku sembari menyetir.

"Kalau capek karena perintah mamah sih tidak terlalu, cuma itu... ucapan mamah selalu menyakitkan"

Pak menarik kepala ku ke arahnya dan mengecup puncak kepala ku.

"Jangan di cium mas, bau lepek, aku tidak sempat keramas"

Beliau terkekeh kembali mencium puncak kepala ku.

"Mau saya pesankan hotel untuk mu selama mamah dan papah di rumah?"

"Yang ada saya makin di benci mas. Saya tidak apa-apa selama mamah tidak mengasari atau menyinggung keluarga saya, saya masih bisa tahan kok"

"Good, istriku ini memang hebat" pujinya mengacak-acak rambutku.

"Tapi mas juga harus selalu membela saya yah"

"Iya sayang, itu memang tugas saya"

Hanya di kampus tempat ternyaman untukku saat ini dari omelan dan kebencian mamah mertuaku. Kampus ku rasa lebih baik dari pada rumah saat ini.

"Sayang,.." panggilku pertama kali dengan sebutan seperti itu, membuat beliau tersenyum sumringah.

"Iya sayang, kenapa?" sahut nya.

"Dari bangun tidur mas belum cium saya lho"

Beliau tertawa cukup keras lalu menepikan mobilnya ke bahu jalan.

"Sini, saya juga ingin sekali menciummu, tapi tidak enak ada mamah sama papah di rumah, mereka juga tidak bisa membiarkan kita berduaan"

Beliau menarik ku kearahnya. Aku berpindah duduk ke atas pangkuannya, mempertemukan perasaan dengan berbagi pagutan.

Seakan kedekatan kami seperti penyembuh bagiku, aku merasa sedikit terobati dari sedih dan sakit hati akan sikap dan ucapan-ucapan mamah mertuaku.

Setelah kemesraan singkat itu kami kembali melanjutkan perjalanan ke kampus. Setibanya pun kami berjalan beriringan menuju ke kelas.

Langkah kami terhenti di depan sebuah mading yang berisi foto-foto kedekatanku bersama pak Vand selama ini. Aku menoleh ke sekitar melihat semua pelajar menatap kami benci seakan memandang kami rendah.

Lalu aku teralihkan menatap seseorang yang menyunggingkan senyum sinis, yang tak lain buk Verni, dosen yang menyukai pak Vand suamiku. Aku yakin ini pasti ulah beliau.

"Mas bagaimana ini?" bisik ku mulai khawatir.

"Tidak apa-apa, kita kan memang ingin menunjukkan pernikahan kita"

Aku mengangguk ikut saja apapun yang akan beliau lakukan selama itu untuk kebaikan hubungan kami.

"Pak Ivandra, bisa ikut saya keruangan" panggil pak rektor menghampiri. Pak Vand pamit pada ku mengekori pak Rektor. dan aku di minta lebih dulu ke kelas.

Sepanjang jalan ke kelas aku mendengar bisik-bisik pelajar mengenai kedekatanku dengan pak Vand. Mereka menyalahkanku, mengatakan yang tidak-tidak tentangku, dan menuduhku yang menggoda pak Vand dengan alasan nilai, tanpa mereka tahu kami adalah pasangan suami istri yang sah secara agama dan negara. Buku nikah yang pak Vand berikan sebulan setelah pernikahan, ku anggap mahar bagiku.

Dan pak Vand pun tak luput dari pembahasan mereka. Mereka mengatakan pak Vand pantas untuk di berhentikan dari kampus dan tak pantas untuk mengajar di universitas manapun lagi. Kini nama kami di kampus di identikkan sebagai pasangan mesum.

Astaghfirullah.

Aku tak bisa tinggal diam membiarkan nama baik suamiku tercoreng apa lagi sampai di berhentikan secara tak terhormat.

Ku putar balik arah menyusul pak Vand ke kantor. Ku tunggu beliau di depan pintu, di mana banyaknya pasang mata pelajar yang lewat menatapku sinis. Selang hampir sejam pak Vand keluar.

"Pak Vand tidak apa-apa?"

Beliau tersenyum lembut mengusap puncak kepalaku, di mana kami kembali menjadi perhatian.

"Saya sudah mengatakan semuanya soal pernikahan kita"

"Lalu, apa yang pak rektor katakan?"

"Beliau mengerti. Walaupun sebenarnya kita memang salah karena menyembunyikan pernikahan kita sehingga terjadi kesalahpahaman seperti ini. Sebenarnya saya yang salah karena saya yang meminta menyembunyikan pernikahan kita"

"Lalu sekarang?"

"Pak Rektor meminta kita meluruskan hal ini" beliau menggenggam tanganku tak mengindahkan banyaknya pasang mata yang menatap kami. "Kamu siap mengumumkan pernikahan kita di depan semua orang di kampus ini?" tanya nya, tentu aku siap, itu adalah hal yang sangat ku inginkan.

"Siap"

Dengan bergandengan tangan kami menuju laboratorium penyiaran, melewati banyak pelajar yang tak melepaskan pandangan dari kami.

Pak Vand mengangkat tangan melayangkan beberapa ketukan pada daun pintu yang tertutup rapat. Tak lama pintu di bukakan oleh dua orang pelajar yang sedang melakukan penyiaran.

"Boleh saya pinjam laboratorium penyiaran ini?" tanya pak Vand 

"Boleh pak, silahkan"

Pak Vand meminta dan memastikan apapun yang akan beliau katakan melalui mikrofon terdengar ke semua penjuru kampus.

"Silahkan pak"

Mereka memberi kami ruang agar lebih leluasa mengatakan apa yang ingin kami utarakan. Dan pak Vand yang pertama memulai.

"Selamat siang, ini dengan Ivandra Bolerviq" ucapnya di depan mikrofon, sejenak beliau menoleh kearahku sebelum meneruskan ucapannya.

"Mengenai desas-desus kabar yang beredar di kampus tentang hubungan saya dengan Riana, itu memang betul adanya" sambungnya, ku lihat dua pelajar yang bertugas melakukan penyiaran terkejut. "Tapi itu tidak seperti yang kalian bayangkan, tidak ada hubungannya dengan status saya sebagai seorang pengajar dan Riana sebagai seorang pelajar. Kedekatan kami murni karena saling mencintai, juga kami telah menikah"

Ku genggam erat tangannya, saling menguatkan dan percaya padanya.

"Kami menikah sekitar tiga bulan yang lalu, bahkan hampir emat bulan, tepatnya saat saya melakukan tugas sebagai Lecture Exchange di kota kelahiran Riana. Kami saling mengenal dan akhirnya menikah. Jika ada yang bertanya mengapa kami menyembunyikan pernikahan kami, itu karena pernikahan kami mendadak dan tanpa perencanaan. Saya takut pernikahan kami yang mendadak akan membuat orang tua saya syok, apa lagi ibu saya memiliki riwayat penyakit jantung"

Ku usap lengan beliau yang menerangkan hubungan kami. Sesekali beliau mengusap sudut matanya, menghapus genangan air di pelupuk mata agar tak terjatuh.

"Saya minta maaf telah membuat kampus heboh karena kabar kedekatan kami, sekali lagi saya minta maaf. Tapi satu yang ingin saya tekankan, saya dan Riana saling mencintai. Sebagai seorang suami juga dosen saya sangat mencintai Riana istri saya" timpal beliau sebagai penutup. Nampak lega setelah mengatakan rahasia besar di antara kami.

Dan sekarang giliranku memberi mereka pengertian.

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang