"Satu kamar atas nama Rain Gunawan" katanya di depan meja resepsionis. Sempat yang bertugas menatap kami curiga. Melihat ada celah, aku hendak membuka suara meminta tolong, tapi beliau menekan keras pergelangan tanganku, rasa-rasanya sudah seperti akan patah.
"Mbak tidak apa-apa?" tanya sang resepsionis padaku. Saat aku hendak meminta tolong padanya, pria di sampingku lebih dulu berucap..
"Kami pengantin baru, maklum dia belum terima di jodohkan dengan saya, makanya terus takut haha..." ucapan nya berhasil mengelabui resepsionis.
Aku gagal meminta bantuan, dan ia pun meneruskan langkah kearah lift guna menuju kamar yang dia pesan.
"Kalau kau mencoba meminta tolong, akan saya kirim seseorang untuk menghabisi suamimu saat ini juga" ancamnya di depan wajahku.
"Tolong pak, pasti ada cara lain" pintaku memelas.
"Kau membuatku penasaran saat aku mendapatimu beberapa kali keluar dari kediaman Ivand. Tapi dia malah memukulku di acara reunian karena marah aku membahas tentang mu. Dan lagi dia memukulku di bar kembali mempermalukan aku. Saat itu aku bersumpah aku akan menghancurkan nya melalui dirimu"
"Saya dan pak Vand sudah tidak tinggal bersama, kami tidak ada hubungan apa-apa lagi, jadi tolong jangan ganggu kami"
"Bagus lah, kau bisa bekerja untukku, bekerja di kasur denganku"
Tangisku makin jadi karena takut.
Tak mengindahkan permintaan ku, ia terus menyeretku ke salah satu kamar.
Aku tak pernah membayangkan pria lain selain pak Vand suamiku, apa lagi sampai menyerahkan diri pada pria lain selain dirinya.
Ia makin jadi tak berperasaan. Menggendong ku di pundaknya bak sekarung beras. Tertawa-tawa di atas ketidak berdayaan seseorang seperti kurang waras. Ia lalu membuang ku keatas tempat tidur.
"Aaa..!!! Tolong jangan pak jangan! Tolong...!!"
Aku meronta-ronta berusaha melepaskan diri darinya yang ingin menanggalkan paksa pakaian ku. Sekuat tenaga aku menahannya pakaian ku i tetap menutupi tubuh ku, hingga aku memberinya dorongan besar hingga terjatuh dari atasku.
Duk! Duk! Duk!
"TOLONG..!!! BUKA PINTUNYA..!!" pintaku di depan pintu, tapi tak ada siapapun yang mendengarkan.
Aku yang bergidik ketakutan, rasanya kakiku lemas melihatnya menanggalkan pakaiannya satu persatu di hadapan ku hingga hanya mengenakan celana pendek saja.
Kembali aku di seretnya dengan paksa ke tempat tidur. Tapi lagi aku membuat perlawanan hingga aku terjatuh ke lantai. Ternyata ia menggunakan kesempatan tersebut untuk menindih ku, berusaha melepaskan pakaian yang melekat di tubuh ku dengan merobek nya. Ia pun makin liar bahkan tertawa benar-benar terlihat jahat. Aku berteriak-teriak telah kehilangan bajuku, dan sekuat tenaga aku mempertahankan celanaku yang juga ingin di lepas olehnya.
Gudubrak!!
Ia teralihkan oleh suara dobrakan keras dari arah pintu.
"RIANA..!!"
Panggilan itu, aku mengenali suara nya.
"MAS,..!!" sahutku.
Ku dengar langkah kaki tergesa-gesa mengarah pada ku.
"BANGSAT!!!" pekik pak Vand pada pak Rain temannya, lalu mencekiknya, menariknya bangun dari atasku.
"Kau salah paham Vand, istrimu yang datang padaku" bohong pak Rain dan malah memfitnahku.
"Ketakutan di wajahnya mengatakan kau yang menyeretnya!!"
Kemarahan pak Vand makin tergambar jelas di wajahnya. Untuk pertama kalinya aku melihat sebuah kemarahan yang menakutkan seperti itu di wajah suamiku.
Tak lamanya Rika muncul segera memelukku, ia melepas jaketnya di gunakan untuk menutup tubuh atasku yang hanya mengenakan bra.
Bugh!!
Bugh!!
Bugh!!Pukulan bertubi-tubi pak Vand layangkan pada pak Rain hingga temannya itu tak berdaya.
Hidungnya mengeluarkan darah segar dengan banyaknya. Tapi tak membuat pak Vand berhenti, beliau makin beringas terlihat kesetanan menghajar pak Rain yang kini tak bergerak.
Pak Vand yang kalut mengangkat sebuah vas bunga hendak memukul kan ke kepala pak Rain, sigap pihak hotel dan beberapa tamu menahannya.
"LEPAS!! LEPASKAN!!" geram beliau tak terima aksinya di hentikan.
"Tenang pak"
"DIA MENYERET ISTRI SAYA KE HOTEL DAN MENCOBA MERUSAKNYA!! BAGAIMANA SAYA BISA TENANG!!"
Pak Vand kembali meraih pak Rain yang tak berdaya, kembali memberikan pukulan ke wajah nya yang kini di hiasi darah segar.
"Jangan pernah lagi kau muncul di hadapanku! Atau akan ku buat kau menyesal pernah memikirkan istriku!" ancam pak Vand, mencekik pak Rain, kembali beliau di tarik dan di tahan oleh beberapa orang yang ada di sekitar.
"Bawa orang ini!" perintah staf hotel mengamankan pak Rain. Lalu pak Vand mengikis jarak antara kami seraya memanggil namaku.
Aku menggeleng memeluk Rika erat, aku masih sangat takut dengan kejadian barusan yang menimpaku hingga aku takut di dekati oleh seorang pria lagi, meski itu suamiku sendiri.
"Riana.." panggilnya lagi, ku lihat dari pelukan Rika beliau bercucuran air mata. Beliau menggapai ku, menarikku kearahnya, mendekap ku erat menambah tangis.
"Mas, pak Rain itu..." aduan ku tak dapat ku teruskan jika mengingat kejadian nahas yang hampir sekali menimpa ku.
"Aku Ki pastikan dia mendekap di penjara" sahutnya
"Riana, jangan takut lagi, kamu aman sekarang dengan pak Vand" sela Rika, aku menoleh kearahnya.
"Rika yang memberi tahu apa yang terjadi padamu. Bahkan Rika mengikuti kemana Rain membawamu" papar pak Vand, aku kearah Rika memeluk nya, sangat berterima kasih atas pertolongannya
"Terima kasih, terima kasih Rika"
"Sama-sama, kamu aman sekarang bersama pak Vand, aku duluan yah"
Sebelum meninggalkan kamar hotel,
Pak Vand merapihkan rambutku yang acak-acakan, mengeringkan ke-dua pipiku, hingga memastikan pakaian ku menutupi tubuh ku dengan baik, lalu mengecup dahiku dalam nan lama."Ayo" beliau menggandeng tanganku.
"Sebentar mas, kaki saya rasanya masih lemas"
Tanpa aba-aba ataupun bertanya, beliau membopongku meninggalkan kamar hotel.
Aku bersyukur pak Vand datang tepat waktu sebelum pak Rain merusak ku. Lagi, beliau menjadi pahlawanku.
"Tidak apa, kamu sudah aman, sandarkan tubuhmu, tenangkan dirimu" sembari ia memasangkan sabuk pengaman ke tubuh ku.
"Suara tawanya masih menggema, saya takut mas"
"Kamu aman sekarang, percaya sama saya yah, kamu aman"
Benar yang beliau katakan, melihat sikapnya tadi beliau benar-benar bisa dipercaya dalam menjagaku, aku merasa tersentuh juga terharu.
"Saya tidak ada niat sedikit pun menduakan kamu Riana. Saya khilaf dengan memberi waktu untuk kami bertemu. Tapi saya bersungguh-sungguh tidak ada hubungan apapun dengan nya. Apa lagi menyentuhnya, saya bersumpah".
Beliau masih berusaha menjelaskan kekhilafan nya. Bisa ku lihat ia benar-benar bersungguh-sungguh merasa bersalah.
"Saya mencintai kamu Riana. Apa kamu sudah tidak mencintai saya lagi?"
Tatapannya seakan mengiba.
"Saya juga masih mencintai mas"
Beliau tersenyum bahagia, lalu mengecup keningku.
"Akan saya tunjukkan pada keluarga saya juga pada semua orang pernikahan kita"
Aku mengangguk ki ucapannya. Aku tak menyalahkannya, ketika ia membutuhkan waktu lama untuk mengambil keputusan, sebab semua ini berawal dari permintaan kakek.
Iapun melajukan mobilnya pulang ke kediamannya, sembari menyiapkan diri untuk hari esok menemui ke-dua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Tersembunyi Pak Dosen
Storie d'amoreAku tak pernah membayangkan berpacaran dengan seorang dosen, apa lagi menjadi seorang istri dari dosen yang Keras, Tegas, nan Cuek. Itu kesan pertamaku bertemu dengan beliau. Dan pernikahan kami bukan seperti pernikahan pada umumnya. Pernikahan kami...