Bab 39. Sesal Suamiku

25.4K 641 13
                                    

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Rika. Aku diam berpikir entah apa.

"Kami akan pisah"

"Apa kau yakin? Kau sanggup melakukannya?"

Aku berdiri dari dudukku menatap lurus-lurus ke-depan, menahan air mata yang sangat ingin terjatuh.

"Percuma, semua cinta yang kumiliki tidak berarti apa-apa untuk pak Vand. Meski aku sendiri tidak yakin apa aku sanggup tanpa suamiku, tapi akan ku lakukan" aku berusaha kuat akan keputusan yang ku buat. Dan tak akan menyesal kedepannya.

"Pikir kan dulu baik-baik" Rika ikut berdiri di sampingku.

"Aku tidak ingin berpikir lebih lama lagi, hanya membuatku makin lemah karena nyatanya pak Vand masih mengisi kepala dan hatiku"

Akhirnya air mata yang sedari tadi ku tahan terjatuh juga.

"Kau masih mencintainya kan?"

"Aku tidak akan seperti ini jika aku tidak mencintainya Rika,!"

Tiba-tiba seseorang menyergap ku erat dari belakang. Aku tergemap membeku di tempat ku.

"Pak Vand, Riana, saya duluan yah"

Rika pergi dengan santainya seolah tahu kehadiran pak Vand. Atau mungkin ini rencana mereka.

"Saya tidak bisa tanpa kamu Riana, saya butuh kamu, saya butuh istri saya" papar beliau terdengar pilu mengeratkan pelukan.

"Mbak Emilia bisa menggantikan saya dengan baik, toh kalian pernah bersama"

Aku terus berusaha melepaskan diri dari pelukannya.

"Saya tidak butuh pengganti mu, saya mau kamu, saya mau kamu tetap menjadi istri saya" beliau tak membiarkan ku bergerak apa lagi melepaskan diri. "Saya memang sempat memikirkan dia di tengah pernikahan kita, tapi saya tidak ada hubungan apa-apa dengannya, saya hanya menjalin silaturahmi kembali, tanpa saya sadari saya justru menyakiti kamu, maafkan saya"

Aku turut sedih mendengar beliau menangis menyesali perbuatannya, tapi itu belum cukup. Beliau tetap bersalah karena sempat memikirkan wanita lain bahkan memberi waktu dan perhatiannya.

"Lepaskan mas, bagaimana jika ada yang melihat kita"

"Akan saya katakan kamu istri saya!"

"Mengatakan pada semua orang di kampus?"

"Iya"

"Bullshit! Katakan pada keluarga mas saja tidak berani, bagaimana saya bisa percaya mas akan mengambil tindakan sebesar itu!"

Dengan sekali dorongan besar aku berhasil melepaskan diri lalu melenggang pergi tanpa menoleh. Aku kembali pulang ke hunian sederhanaku yang sunyi sepi hanya seorang diri.

Tin!

"Nonton yuk nanti malam, tidak boleh menolak, pokoknya harus"

Pesan dari Rika menyertakan dua emoji mata berkaca-kaca. Ku rasa aku memang butuh menghibur diri, mengobati sakit hati dan membuang sejenak beban pikiran yang pusing akan kemelut rumah tanggaku yang seakan tak ada ujungnya untuk bertemu kebahagiaan.

[Ok] balasku singkat.

Ku putuskan beristirahat sebentar sebelum memenuhi janji bersama Rika. Aku ingin meluapkan sejenak masalah rumah tangga ku yang kini di ambang kehancuran.

Ku rasa cukup beristirahat, aku pun menyegarkan diri dengan mandi dan berpakaian senyaman ku lalu pergi memenuhi janjian di depan sebuah gedung bioskop.

Aku bahkan tiba lebih dulu, bahkan mungkin terlalu awal dari waktu janji kami. Tapi tak apa, aku akan menunggunya.

"Riana kan?" sapa seorang pria paruh baya, ku tatap wajahnya dengan seksama, mengingat aku pernah melihat beliau entah di mana. "Saya Rain, teman Ivand suamimu saat di bar waktu itu"

Seketika aku kesal mengingat kejadian waktu itu, dimana sebagai seorang suami pak Vand memukulnya karena tak sopan padaku.

"Mau apa anda!?"

"Bagaimana ini Riana" sahut nya tersenyum seolah meledek. "Ivand akan rujuk dengan Emilia, lalu kamu akan bagaimana?"

"Bukan urusan anda!"

"Memang bukan urusan saya, tapi saya penasaran mengapa Ivand menyembunyikan pernikahannya denganmu"

"Bukan urusan anda!!"

Aku hendak pergi, tapi beliau menghadang langkahku, bahkan mencekal pergelangan tangan ku.

"Bagaimana jika pernikahan kalian terekspos dan di ketahui oleh keluarga Ivand? Yang pasti gawat karena ibunya memiliki riwayat penyakit jantung. Juga bagaimana jika semua orang di kampus tahu jika Ivand seorang dosen ternama menikahi siswinya tapi di sembunyikan, malah dia akan rujuk dengan mantan istrinya, menempatkan istrinya kini yang tak lain siswi nya sendiri di tempat kumuh"

Ucapan beliau terdengar seperti sebuah ancaman. Aku benar-benar khawatir mendengar rahasia pernikahanku di ketahui oleh seseorang yang berniat buruk pada suami ku.

"Apa yang anda inginkan!?"

"Menghancurkan karir Ivand!"

"Jangan"

"Kenapa kau perduli? Kau kan sudah di buang"

"Pak Vand tidak pernah membuang saya! Saya yang ingin hidup mandiri!"

"Benarkah? Saya makin ingin menghancurkan karirnya hingga dia tidak akan memiliki tempat lagi di universitas manapun. Dia pasti juga akan di benci oleh keluarganya karena tidak jujur tentang pernikahan kalian dan mereka semua akan bercerai berai"

"Tolong jangan lakukan itu"

Ku satukan ke-dua tangan di hadapannya, memohon. Aku takut jikalau buk Gina sampai kenapa-kenapa. Juga aku tak mau karir pak Vand rusak, dan semua itu karena diriku, karena keinginan kakek untuk keamanan ku.

"Dengan satu syarat" imbuhny

"A-apa?"

"Temani saya malam ini"

Plak!!

Satu tamparan dariku melayang ke pipinya yang berartikan tidak. Ia malah menyeringai.

"Brengsek!!" hardik ku.

"Semua ada padamu. Ku hancurkan karir Ivand hingga dia tidak mendapatkan tempat di manapun dan di jauhi keluarganya, semua ada di tanganmu" ancamnya.

Aku tak menyangka dunia luar tanpa pak Vand suamiku menjadi menakutkan. Rasanya langkah ku terasa suram.

"Aku tahu jawabanmu" sambungnya,

Beliau membuatku tercengang, ia menekan sebuah benda tajam ke perutku. Dengan ancaman aku di bawa ke arah mobilnya.

Aku yang tak dapat berbuat apa-apa, turut saja hingga langkah ku gontai. Karir suami ku, dan kesehatan mertuaku di permainkan oleh orang sejahat Rain yang saat ini memaksaku masuk ke-dalam mobilnya.

"RIANA...!!!" teriak Rika dari seberang jalan, aku berusaha melepaskan tangan ku, tapi beliau justru memecut kepala ku masuk kedalam mobil nya. Lalu mengarahkan senjata tajam tersebut ke dada ku.

"Awas kalau kamu sampai kabur, maka ku pastikan Ivand menemukan mu dalam keadaan tak bernyawa" ancamnya lalu menutup pintu dan segera ke kursi pengemudi.

Duk! Duk! Duk!

"RIANA!!!"

Aku hanya bisa menangis menatap Rika yang berada di samping ku. Aku tak dapat berbuat apa-apa di bawah ancamannya.

Ia pun melajukan mobilnya meninggalkan Rika yang masih berusaha mengejar.

Sepanjang perjalanan aku terus menangis memohon pertolongan pada yang maha kuasa.

Aku makin di landa ketakutan, mobilnya memasuki area hotel.

"Mas,.." panggil ku dalam hati, pada suami ku yang tak ada di sini.

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang