Aku berlari kecil kearah pak Vand yang terlihat bingung dengan situasi ini. Beliau bertanya melalu ekspresi. Tapi apa yang bisa ku katakan.
"Dia siapa?" tanya Berno
"Dosenku!" sahut ku lantang
"Untuk apa seorang dosen datang ke kediaman muridnya?!" pekiknya berlagak.
"Saya kemari untuk mengantarkan buku milik Riana yang tertinggal di mobil saya" sela Pak Vand dengan tutur katanya yang sopan.
"Oh iya Riana, ingatkan pesanan nenek tadi nak? Tolong yah Pak antar Riana" sahut nenek membuatku bingung, seingat ku beliau tak pernah berpesan apapun padaku. Dan aku makin bingung, sebab nenek terus mendorongku ke arah pak Vand hingga mendorong pelan kami keluar dari rumah. "Pak Tolong yah pak" pinta nenek lagi membuatku makin kebingungan.
"Ba-baik" pak Vand menurut saja tanpa bertanya. Nenek lalu merapatkan daun pintu, meninggalkan kami di luar. Aku dan pak Vand kembali ke mobil sembari aku mencoba mengingat-ingat pesanan nenek.
Seiring melajunya mobil pak Vand aku mulai mendapat jawaban memikirkan pesanan nenek yang terlupa. Ku sandarkan badan menyadari itu hanya kebohongan nenek untuk menjauhkan ku dari pria itu.
"Kamu tidak apa-apa?"
Pertanyaan pak Vand membuatku tersadar aku tak seorang diri di dalam mobil yang melaju.
"Iya, saya tidak apa-apa pak" sahut ku
"Kita mau kemana?"
"Turunkan saya di sini saja pak"
Pak Vand celingak-celinguk memerhatikan sekeliling yang hanya di hiasi pepohonan tanpa adanya satupun rumah.
"Di sini? Tapi di sini tidak ada apa-apa"
"Tidak apa-apa pak, saya turun di sini saja"
Hendak ku buka pintu mobil sesaat setelah di tepikan, beliau justru menguncinya dari dalam.
"Kamu kenapa? Tamu-tamu itu menyakiti mu?"
Pertanyaan pak Vand membuatku bersedih, ingin rasanya aku mengeluarkan semua rasa takutku akan Berno, pria yang selalu menggangguku. Tapi aku sadar, biar bagaimanapun beliau bukan siapa-siapa selain hanya seorang dosen.
"Tidak pak, terima kasih pak Vand sudah menuruti permintaan nenek, saya bisa pulang sendiri"
Aku turun dari mobilnya memutuskan berjalan kaki kembali pulang ke rumah. Setidaknya jarak yang jauh akan membuat ku memiliki banyak waktu hingga Berno pulang. Tapi ternyata pak Vand menyusul, bahkan menghadang langkahku.
"Ada apa sebenarnya? Siapa dia? Dan kenapa nenekmu meminta saya untuk membawamu keluar dari rumah?" cecar beliau pun menyadari akal-akalan nenek.
Mendengar sederet pertanyaan beliau membuatku bertambah sedih. Aku tak bisa lagi menahan air mata yang sedari tadi menggenang ingin terjatuh. Bingung dan takut hingga aku ingin meminta tolong. Itu yang ku rasakan saat ini.
"Ada apa Riana?"
Tutur kata beliau yang lembut membuat ku merasa ia orang yang tepat bisa menolongku.
"Orang itu selalu mendekati saya pak, dia ingin menjadikan saya istri ke-tiganya" papar ku, akhirnya air mataku terjatuh juga, membuat mata pak Vand terbelalak terkejut.
"APA!"
"Nenek berbohong agar pak Vand membawa saya pergi dari orang itu"
Tak ku tahan air mataku, bahkan aku tak malu menangis di hadapan pria yang tak ku akrab-pi ini.
"Kenapa kamu tidak menolak jika kamu tidak mau"
"Sudah berapa kali saya menolak pak, tapi dia selalu saja datang"
"Katakan saja kalau kamu..
"Pak tolong saya pak, saya tidak mau terjebak dengan orang itu" mohonku meremas ke-dua tangannya, berharap beliau iba dan mau menolongku bagaimana pun caranya asalkan aku terbebas dari pria itu.
Beliau terdiam sejenak nampak berpikir, kemudian berseru yang membuat ku lega.
"Baiklah, mari saya antar pulang sembari kita memikirkan cara untuk membantumu"
Pak Vand kembali membawaku ke mobilnya, mengantarku pulang ke rumah. Ku lihat dari dalam mobil pak Vand mobil Berno telah pergi, aku pun berani turun segera menghampiri kakek dan nenek yang ku tinggalkan.
Mungkin karena mendengar suara kendaraan pak Vand, mereka segera keluar rumah menghampiri kami.
"Kakek sama nenek tidak apa-apa kan?" tanya ku benar-benar khawatir meninggalkan mereka bersama orang tua itu.
"Iya, kami tidak apa-apa. Terima kasih Pak sudah membawa Riana pergi"
"Sama-sama, kalau begitu saya permisi, assalamu'alaikum"
"Waalaikumsalam"
Aku lega bisa kembali tenang bersama kakek dan nenek untuk malam ini, tapi tak bisa menghilangkan kerisauanku terus kepikiran orang tua itu kapan saja bisa datang lagi.
Bahkan saat kelasku usai, aku tak segera pulang ke rumah, ku putuskan mampir ke taman untuk menghindari orang tua itu yang ku yakini pasti datang lagi ke rumah.
"Riana..."
Panggilan seorang pria membuyarkan lamunanku, aku menoleh dan tersenyum lega mendapati pak Vand yang memanggilku.
"Oh pak Vand"
"Kamu kenapa tidak pulang? Kamu tidak membantu kakek dan nenekmu?"
"Saya... Sebentar lagi Pak, saya ingin di taman ini dulu"
"Apa orang itu datang lagi?"
Beliau seolah tahu apa yang menjadi beban pikirkan ku. Memang hal itu yang saat ini mengganggu ku.
Pak Vand ikut duduk di samping ku.
"Kenapa kamu tidak laporkan saja ke polisi kalau kamu merasa terganggu dengan nya"
"Salah satu yang bertugas adalah kakaknya"
"Apa hubungannya?"
"Itu sama saja saya meminta tolong pada seorang kakak untuk menangkap adiknya, rasanya itu tidak mungkin"
"Lantas, apa yang akan kamu lakukan? Kamu tidak bisa kan terus-terusan menghindar"
"Saya tidak tahu pak"
Ku sembunyikan wajah pada ke-dua telapak tangan, menangisi nasib ku ini.
"Sudah, jangan menangis, tidak enak di lihat orang-orang. Nanti di sangkanya saya macam-macam sama kamu"
Aku terkekeh mendengar candaan beliau. Ku seka air mataku lalu menoleh ke-arahnya.
"Ayo, saya antar pulang" pak Vand berdiri lebih dulu dari duduknya, aku membalas gelengan. "Mau sampai kapan kamu di sini? Ayo"
Beliau tak perduli penolakan ku, justru menarik ku ikut berdiri, bahkan menggandeng tangan ku ke mobilnya lalu mengantarku pulang.
Sepanjang perjalanan aku tak tenang hingga duduk ku gelisah takut jikalau Berno kembali lagi mendatangi kediaman ku.
Begitu mobil yang di kemudikan pak Vand mendekat ke kediaman ku, bahu ku yang semula tegang kini luruh karena lega mendapati tak ada mobil Berno.
"Terima kasih pak"
"Sama-sama"
Aku melenggang masuk ke-dalam rumah merasa tenang. Dengan mengucapkan salam, ku dorong daun pintu lebar-lebar mendapati kakek, nenek, dan tanteku bersama orang itu. Aku tercengang di buatnya.
"Kenapa anda kembali lagi kesini?!!" pekik ku benar-benar geram melihat pria itu lagi dan lagi datang.
"Riana, nak Berno datang ke mari untuk melamar mu nak" sahut tanteku santai seolah mendukung hal tersebut.
"Apa maksud tante!?"
"Tantemu menerima lamaran ku Riana" sela pria itu membuatku ketakutan, ku putar badan meninggalkan rumah berlari secepatnya mengejar mobil pak Vand yang melaju. Tak perduli, aku terus mengejar mobil beliau yang belum jauh meninggalkan rumah.
"PAK VAND......!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Tersembunyi Pak Dosen
RomanceAku tak pernah membayangkan berpacaran dengan seorang dosen, apa lagi menjadi seorang istri dari dosen yang Keras, Tegas, nan Cuek. Itu kesan pertamaku bertemu dengan beliau. Dan pernikahan kami bukan seperti pernikahan pada umumnya. Pernikahan kami...