Bab 22. Terngiang

29.8K 739 3
                                    

Tak seperti malam-malam biasanya, sebelum tidur aku pasti memasang alarm, tapi kali ini tidak. Mengingat apa yang terjadi antara aku dan pak Vand tanpa perencanaan.

Aku terbangun, kepala ku berada di dadanya. Ku putar kepala menatap beliau yang ternyata telah bangun lebih dulu tengah menatap ku. Segera ku ubah posisi tidur, kembali ke posisi semula di sebelahnya, membenarkan selimut menutupi tubuh dengan benar.

"Pagi" sapanya menoleh ke arahku

"Pa-pagi"

"Kamu tidak ke kampus?"

"Ngampus, pak Vand sendiri?"

"Saya juga"

Kembali kami terdiam canggung setelah apa yang terjadi.

"Maafkan saya" ucapnya membuang keheningan. Aku menoleh menatap wajahnya yang nampak bersalah.

"Iya, tidak apa-apa"

Lagi kami sama-sama terdiam.

"Jangan kecewa yah sama saya" pintanya

"Kenapa saya harus kecewa?"

"Karena apa yang saya lakukan terhadap kamu"

Aku tak tahu harus berkata apa. Sebenarnya aku tak marah apa lagi kecewa, hanya aku tak ingin mengakuinya jika aku tak masalah melakukan itu meski harus merasakan sakit yang sama lagi, aku tak mau beliau nanti menganggap ku mesum. Karena jujur, aku menyukai kedekatan kami tadi malam.

"Iya pak tidak apa-apa. Saya harus bangun"

Aku bergerak pelan-pelan, sebab sakit di area sensitif miliki ku kembali terasa setiap kali aku bergerak.

"Kamu tidak apa-apa?"

"Tidak pak"

"Apa saya terlalu agresif padamu tadi malam?"

Aku terdiam mencoba mengingat kejadian tadi malam. Ku rasa pa Vand tak seperti apa yang beliau tanyakan. Mungkin karena itu pertama kalinya bagiku sehingga aku kesakitan hingga sekarang.

"Ti-tidal pak, saya nya saja yang mungkin berlebihan hehe.."

"Tidak, mungkin itu karena kamu pertama kali melakukannya"

Aku menoleh menatap beliau yang juga menatap ku seraya tersenyum. Tatapannya teduh menatap ku bahagia. Wajahnya jauh lebih bahagia dari hari biasanya.

"Saya ke kamar saya yah pak, mau membersihkan diri"

"Iya, tidak usah membuat sarapan, jangan paksakan dirimu bergerak jika tidak sanggup"

"Iya"

Aku menggunakan bekas kemeja yang beliau kenakan tadi malam untuk menutupi tubuh ku yang telanjang. Lalu aku meninggalkan kamarnya guna ke kamar ku.

Aku tak menyangka suamiku karena pernikahan terpaksa telah mendapatkan ku dengan cara yang terbaik. Memperlakukan aku dengan lembut penuh perasaan.

Tak ingin berlama-lama terngiang-ngiang akan kejadian semalam, segera aku membersihkan diri sebelum ke dapur membuat sarapan.

***

Setelah sarapan yang hening akibat kejadian semalam, kami berangkat ke kampus bersama-sama dengan suasana hening pula.

"Kamu tidak apa-apa kan?" sekali lagi beliau menanyakan keadaan ku sembari kami menaiki anak tangga.

"Pak,. Berhentilah bertanya seperti itu terus" rengek ku.

"Kenapa? Saya hanya khawatir sama kamu Riana,"

"Iya saya tahu, hanya saya malu mendengar pertanyaan seperti itu terus"

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang