Bab 12. Marahku Tak Terima

25.4K 760 0
                                    

Aku memilih beberapa jenis produk kecantikan yang telah lama ku inginkan. Juga sebuah produk khusus kewanitaan. Karena biar bagaimana pun aku kini telah bersuami, bisa saja pak Vand menginginkan hak nya sebagai seorang suami bukan?

Tapi sebelum aku meraihnya, aku memerhatikan sekeliling terlebih dahulu, memastikan tak ada tanda-tanda kehadirannya. Semoga saja beliau tak terkejut dengan banyaknya belanjaanku, lagipula semua itu untuknya juga kan.

Ku tinggalkan rak tersebut berpindah pada rak perawatan wajah, masih ada yang terlupa, aku memilih salah satu dari merk ternama yang hanya tinggal satu di rak, karena memang selaris itu.

"Aku ingin mengambil itu" sela seorang wanita padaku dengan gaya angkuh.

"Maaf, saya lebih dulu mengambilnya" tolak ku.

"Tapi aku membutuhkannya!" balasnya ketus.

"Saya mengambilnya karena saya juga membutuhkannya mbak" aku tak mau kalah.

"Kau, kau ingin menggunakan prodak top seperti itu? Kau tidak pantas!"

Balasan wanita itu makin kurang ajar

"Kenapa saya tidak pantas menggunakannya!? Saya mampu membelinya!"

"Produk berkualitas seperti itu tidak akan bisa menghilangkan ke kampunganmu!"

Ucapannya makin kurang ajar seperti tak pernah di ajari sopan santun. Dan tak bisa ku biarkan apa lagi mengalah.

"Produk ini tidak membatasi untuk tak menjual pada seseorang dari kampung seperti saya!"

Aku tak akan gentar membalas wanita sombong itu.

"Cih, dari kampung bangga!"

"Masalah anda apa sama saya!? Saya hanya ingin berbelanja!"

Ingin sekali rasanya ku cakar dan ku jambak rambutnya sangking kesalnya. Ia malah mendorongku, membuatku hampir terjatuh jika tak di tahun oleh pak Vand.

"Apa masalahmu dengannya?" tanya pak Vand pada wanita itu, berdiri di hadapanku.

"Tidak ada?"

"Lalu kenapa kamu mengganggunya?"

"Aku menginginkan produk yang dia ambil itu!"

"Saya lebih dulu mengambilnya" selaku, aku merasa berhak karena aku lebih dulu.

"Kamu dengar, dia lebih dulu mengambilnya" bela pak Vand.

"Tapi aku membutuhkannya!" pekik wanita itu lantang makin tak sopan bersikap sok paling berkuasa.

"Dia juga membutuhkannya!" tegas pak Vand membelaku.

Beberapa pengunjung kini menyaksikan kami.

"Kalau kau ingin terlihat cantik di mata om-om mu pakai saja skincare lain!" tunjuk wanita itu padaku makin tidak sopan.

"JAGA UCAPANMU!!" bentakan pak Vand membuat pengunjung kian ramai melihat kearah kami. "Kamu mengatakan seolah dirimu lebih baik darinya begitu?" timpalnya

"Tentu"

"Dari segi mana? Etika nol! sopan santun lebih lagi! tidak beretika dan tidak memiliki sopan santun! sama sekali tidak ada nilai!" intonasi pak Vand berubah, beliau terlihat benar-benar marah pada wanita itu.

"Memang kau siapa menilai ku!? Kau dosen hah!?"

"Iya! Saya seorang dosen!"

Wanita itu bungkam oleh pertanyaannya sendiri.

"Dan wanita yang kamu serang adalah istri saya!" imbuh pak Vand secara tak langsung menerangkan pernikahan kami. Aku tak menyangka justru beliau lah yang menerangkan status kami di hadapan orang banyak.

"Kau mengatakan apa tadi? Simpanan om-om, kau berbicara soal dirimu!?
Kamu memang modern woman, tapi semoderen apapun kamu jika kamu tidak bisa menghargai orang lain maka kamu tidak bernilai sama sekali!" papar pak Vand membuat beberapa pelanggan yang menyaksikan bertepuk tangan, akan ucapannya membungkam wanita itu. Dan aku di belakangnya tersenyum bangga dengan pembelaan suamiku.

"Minta maaf pada istriku!" titahnya tegas.

"Apa, kenapa saya harus..

"Minta maaf!!"

Wanita itu terperanjat, ekspresinya terlihat jelas takut.

"Ada apa ini!?" sela seorang pria bertubuh bongsor menghampiri wanita itu.

"Sayang, dia membentak ku," adu wanita itu dengan intonasi manja, sikapnya berubah drastis ketika pada kekasihnya, sempat aku merasa jijik melihatnya.

"Apa! Apa masalahmu dengan pacarku!" pria itu berdiri di hadapan pak Vand seolah menantangnya bertarung.

"Pacarmu yang mencari masalah pada istri saya" pak Vand tak gentar, ia tak takut sama sekali meski dari segi fisik pria itu jauh lebih unggul.

"Lalu kenapa kau yang ikut campur?!"

"Seorang suami tidak akan terima istrinya di hina!"

"Dia istrimu?" tunjuk pria itu padaku, sama seperti pacarnya yang sombong dan arogan.

"Iya, kenapa?"

"Apa dia selingkuhanmu? Atau simpananmu?"

Bugh!

Pak Vand melayangkan tinjunya ke wajah pria tersebut dengan keras, mengakibatkan pria bertubuh bongsor itu tersungkur ke lantai.

"Jaga ucapanmu pada istri saya!!" bentak pak Vand benar-benar marah, sampai-sampai aku pun takut melihatnya.

"Kurang ajar!!"

Pria bertubuh bongsor itu bangkit memberikan satu pukulan juga ke wajah pak Vand, membuatnya sedikit mundur.

"Sudah pak, saya akan memberikan ini pada mereka" aku akan mengalah supaya masalah tidak panjang.

"Bukan soal prodak ini, tapi soal etika dan kesopanan mereka padamu. Saya tidak terima mereka mengatakan yang tidak-tidak padamu"

"Pak, sudah yah, kita kasih saja terus kita pulang" bujuk ku tak ingin masalah makin panjang, aku takut hal itu akan mempengaruhi karirnya sebagai seorang pendidik.

"Kau baik-baik saja hah? Tulang-tulang mu tidak patahkan orang tua?" ledek pria itu seraya tertawa meremehkan bersama wanitanya membuatku benar-benar geram, tak hanya menghinaku ia juga menghina suamiku. Ku hampiri ia dan menendang tepat di bagian intinya, ia pun meringkuk kesakitan.

"KAU!"

Pekik wanita sombong nan arogan di sampingnya. Ia melayangkan tinjunya ke arahku, sigap aku melindungi diri dengan prodak yang jadi masalah. Wanita itu mengerang kesakitan meninju wadah yang terbuat dari kaca tebal. Kembali beberapa pelanggan yang menyaksikan kami bertepuk tangan seolah mendukung tindakanku.

Aku pun kembali kearah pak Vand.

"YAK!! TUA BANGKA..!!" teriak pria itu membuatku benar-benar geram, tak bisa ku tahan lagi kemarahan ku. Aku memutar badan, menghampiri dia lalu melompat kearahnya ingin ku cakar wajahnya yang bak bakpao itu.

"RIANA!!"

Sedikit sekali aku hampir mencakar wajahnya jika pak Vand tak menahan. Aku sudah seperti sebuah boneka di gendongannya yang menahan ku. Pria bertubuh bongsor itu tersungkur ke lantai, tercengang akan sikapku mungkin.

"Tenang Riana, tenang lah" bujuk pak Vand tak melepaskan aku dari pelukannya.

"Tapi dia sudah menghina pak Vand!"

Aku terus berusaha melepaskan diri, masih tak terima ia menghina suamiku. Tapi pelukan pak Vand lebih erat tak membiarkan ku lepas.

"Mereka sudah mendapat balasannya darimu" lagi bujuknya.

"Tapi dia masih menghinamu pak!"

Pak Vand menurunkan aku, menangkup ke-dua pipiku.

"Saya tidak apa-apa, sudah yah"

Aku masih berusaha mengolah udara selagi menenangkan gejolak amarah. Dan kedua orang itu pun telah pergi dengan segera.

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang