Bab 6. Permintaan Kakek

27.4K 864 3
                                    

Aku ke kampus dengan perasaan cemas juga lesu. Bagaimana tidak, pak Vand dosen yang menjadi pahlawanku akan meninggalkanku pulang ke kotanya besok, tak ada lagi yang bisa membantuku.

"Riana!"

Aku terkejut segera duduk tegap mendengar seseorang yang tengah ku pikirkan memanggil ku, yang ku sadari itu yang ke-tiga kali dari dua panggilan yang terdengar samar-samar.

"I-iya pak"

"Kamu serius tidak mengikuti kelas saya?"

"Ma-maaf pak"

Beliau pun tak mempermasalahkan lebih lanjut soal sikap ku tadi. Ku rasa beliau mengerti dengan keadaanku.

Tin!

Ku rogoh saku hoodie ku meraih ponselku melihat pesan yang masuk.

~Kakekmu masuk rumah sakit~ pesan dari tanteku. Aku seketika berdiri dari dudukku.

"Pak..!" panggilku

"Ada apa?"

"Kakek saya masuk rumah sakit, saya izin pulang lebih awal boleh?"

Beliau terdiam beberapa saat sebelum membuat keputusan.

"Boleh" izinnya

Segera ku bereskan buku-buku ku, kembali memasukkan ke dalam tas dan melenggang keluar dari kelas, berlari hingga ke tepi jalan menunggu kendaraan yang lewat untuk ku minta tumpangan. Tapi selama beberapa meniti aku menunggu tak kunjung aku mendapat tumpangan.

Pip! Pip!

Ku bungkukkan sedikit tubuh mendapati mobil yang ku kenal berhentilah di hadapanku, lagi-lagi pahlawanku, pak Vand.

"Ayo masuk, biar saya antar ke rumah sakit" tawaran beliau segera ku terima tanpa berpikir panjang. Kami bersama-sama ke rumah sakit di mana kakek di rawat.

Di perjalanan, tak ada yang memulai percakapan. Aku benar-benar risau memikirkan keadaan kakek.

Tak lamanya mobil pak Vand memasuki halaman rumah sakit. Aku segera turun lebih dulu mencari ruangan kakek di rawat.

"Tante..!" panggil ku sembari berlari kearah beliau yang terlihat khawatir, air matanya terjatuh membasahi pipinya. "Bagaimana keadaan kakek?"

"Kakekmu kena serangan jantung, keadaannya lebih parah dari waktu dulu"

Tante ku berderai air mata mengatakan hal itu, lalu seketika beliau terdiam menatap sesuatu di belakang ku dengan takut. Aku pun menoleh dan menyadari siapa yang di tatapnya.

"Pak Vand yang mengantar Riana ke sini" papar ku

"Apa ini bukan pertama kalinya beliau terkena serangan jantung?" tanya pak Vand

"I-ini yang ketiga kalinya. Setiap kakek kena pasti lebih parah dari sebelumnya" sahut tante ku

"Apa pemicunya sehingga beliau terkena serangan jantung?"

Tante ku terdiam, pandangan nya tunduk, lalu kedua tangannya saling meremas nampak marah.

"Berno datang lagi ke rumah, dia mengatakan selama Riana belum menikah dia akan terus mendekati Riana" terang tante ku.

Kebencian yang ku miliki pada pria bernama Berno itu benar-benar tak dapat ku bendung lagi. Hingga ingin rasanya ku sakiti pria tak tahu diri itu.

"Kakekmu geram mendengar ucapannya sehingga mereka terlibat cekcok dan kakekmu jadi seperti ini" sambung nya menangis menatap ku.

Aku menoleh pada pak Vand yang mendengarkan permasalahan ku. Ingin rasanya meminta tolong, tapi lagi aku sadar tak ingin membebani beliau yang akan pergi.

"Terima kasih pak Vand sudah mengantar saya, pak Vand bisa pulang bersiap-siap untuk kembali besok"

"Saya ingin melihat kakekmu sadar dulu"

Tak lama berselang dokter keluar bersama nenek dari ruangan kakek di rawat. Pada wajah nenek juga dokter terpancar kesedihan membuat hati tak tenang.

"Bagaimana keadaan kakekku dok?" tanyaku pada dokter.

"Mari kita sama-sama mendoakan yang terbaik untuk kakek Gun"

Jawaban dokter membuatku bertambah risau. Ku peluk nenek yang akupun kembali menangis. Tanteku bergabung sama-sama saling menguatkan.

"Riana mau lihat kakek nek" pinta ku

"Iya, ayo masuk nak, pak silahkan"

Kami semua memasuki ruangan rawat kakek tak terkecuali Pak Vand. Aku duduk di samping kakek yang terlihat lemas dengan bantuan alat-alat medis yang terhitung banyak. Bukan hanya ventilator dan infusan. Aku tak hentinya menangis benar-benar takut melihat beliau seperti ini.

"Kakek tidak apa-apa nak" ujar kakek berbohong. Bagiamana bisa beliau berkata begitu, sedang aku melihat dengan mata kepala sendiri betapa tak berdayanya beliau.

"Ayah, ayah harus kuat, kami harus bagaimana tanpa ayah" ujar tanteku menyemangati kakek ku yang sudah seperti ayah bagi ku.

"Sarla, sayangi keponakanmu nak, dia sudah tidak memiliki orang tua. Ayah mungkin tidak bisa lagi melindunginya, jadi sekarang itu tanggung jawab mu" pesan kakek seakan-akan ingin pergi.

"Iya yah"

"Pak, pak dosen" panggilnya pada pak Vand entah untuk apa. Dengan ramahnya pak Vand mendekat menyentuh tangan kiri kakek di mana aku menyentuh tangan kanannya.

"Iya pak" sahut pak Vand.

"Saya tidak pernah melihat cucu saya akrab ataupun dekat dengan seorang pria manapun selain dengan anda"

Aku bingung akan ucapan kakek, bisa ku lihat Pak Vand pun demikian.

"Pak dosen" panggilnya lagi

"Iya pak"

"Bagaimana menurut anda cucu saya?"

Aku makin bingung, mengapa yang beliau bahas pada pak Vand aku?.

"Apa maksud anda?" sahut pak Vand tak kalah bingung.

"Apa cucu saya cantik?"

Pak Vand menoleh menatap ku, aku pun menoleh menatap nya makin bertambah bingung.

"Iya"

Jawaban pak Vand barusan membuatku tersipu malu.

"Apa yang anda lihat darinya selama anda mengenalnya?"

Pak Vand kembali menoleh menatap ku lebih lama, seolah mencari sesuatu yang akan ia sampaikan menjawab pertanyaan kakek. Dan saat itu tatapan nya tertuju pada mata ku yang aku pun membalas.

"Dia... Dia mandiri, rajin, sopan, juga pekerja keras"

Jawaban pak Vand makin membuatku malu.

"Dengan semua itu apa dia pantas bersama Berno?"

"Tidak pak, Riana pantas mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik dari Berno" pungkas pak Vand.

"Anda benar, dan saya sudah bertemu dengan orang itu"

Kami semua terkejut mendengar ucapan kakek yang seolah-olah telah menyiapkan pendamping untukku.

"Siapa pak?" tanya pak Vand penasaran sama halnya kami semua.
Kakek justru meletakkan tangan pak Vand ke atas tanganku. Aku mengangkat pandangan menatap pak Vand bingung, beliau pun demikian tak kalah bingung, lalu kami kembali menatap kakek yang menahan tangan kami tak membiarkannya terlepas.

"Pak Dosen" panggil kakek, pak Vand sedikit menurunkan tubuhnya mendengar ucapan kakek yang makin tak jelas.

"Iya pak"

"Anda sudah menikah?"

Pak Vand tersenyum kecil lalu menggeleng pelan.

"Maukah anda menikah dengan cucu saya Riana?"

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang