Bab 46. Hamil

25.1K 728 3
                                    

Dan hanya beberapa menit di dalam kamar mandi, beliau keluar dengan lilitan handuk di pinggulnya. memberiku tontonan tubuh kekarnya.

"Mas Stop!" titahku membuat langkahnya terhenti di depan lemari. Aku segera turun dari tempat tidur berlari kecil ke arahnya. Ku peluk beliau erat-erat, hingga wajahku terbenam pada dada bidangnya.

"Kenapa sayang?"

"Saya suka aroma mas kalau habis mandi begini"

"Kenapa? Bukannya sabun yang kita gunakan sama?"

"Bukan soal sabun nya, tapi karena ini di tubuh mas"

"Haha... Gejala sakit mu makin aneh yah"

Aku tak tahu mengapa aroma tubuh suamiku sehabis mandi sangat menyenangkan di hidungku. Dan ku rasa itu bukan karena sabunnya, karena aku pun menggunakan sabun yang sama.

Makin ku benamkan wajah ke dada bidangnya, menghirup aromanya dalam-dalam. Aku tak bisa menahan keinginan untuk menikmati aroma tubuh nya lebih dalam lagi. Entah ada apa dengan ku ini.

"Saya juga masih pengen sayang" ucapnya melenguh pelan, nafasnya terdengar berat, dan ku rasa beliau terangsang, hingga membopong ku ke tempat tidur.

Sebenarnya aku tak memikirkan keintiman saat ini. Aku hanya ingin menikmati aroma tubuhnya lebih lama hingga aku benar-benar puas.

"Istriku mulai nakal yah" di cubit nya pipi kanan ku.

"Saya suka aroma mas kalau lagi begini"

"Mau menikmati saya?" pertanyaan nya ku anggukkan. "Yah sudah kamu yang di atas"

Aku segera bangkit merubah posisi. Aku senang beliau membiarkan ku melakukan apa yang ku inginkan padanya, beliau hanya terdiam berbaring terlentang seakan seseorang yang pasrah. Sesekali melenguh, bahkan mendesah pelan mengusap kepalaku, menahan rambut ku agar tak mengganggu ku mungkin, hingga aku sadar, aku membangkitkan sesuatu.

Cring...!!!

Aku mengentikan aksiku mendengar ponselnya berdering. Aku turun dari atas tubuhnya, mengambilkan ponselnya itu.

"Pak Rektor" ucapku terkejut, beliau pun tak kalah terkejutnya, segera ia bangun mengambil ponselnya.

Aku penasaran apa yang di katakan seseorang dari seberang sana, hingga membuat senyum suamiku mengembang.

"Ada apa mas?" tanya ku sesaat telponnya usai.

"Pak Rektor memanggil kita kembali ke kampus. Saya di panggil kembali untuk mengajar, dan kamu kembali sebagai pelajar"

"Hah! Serius mas?"

"Iya sayang,"

Kami saling berpelukan benar-benar bahagia dan bersyukur pernikahan kami bisa mereka terima.

"Tapi kamu kan harus ke dokter besok" beliau teringat dengan rencana kami besok.

"Atau begini saja, mas saja dulu yang ke kampus biar saya ke dokter seorang diri saja, pasti banyak yang menunggu mas"

"Tidak apa-apa sayang?"

"Iya tidak apa-apa"

Saat itu juga kami memutuskan segera tidur, bersiap untuk hari esok yang cerah menunggu kami.

"Tidak di lanjut?"

Suara beliau tiba-tiba mengisi keheningan. Aku tak menyangka apa yang ku lakukan tadi membuat beliau terangsang.

"Ayo tidur saja biar tidak telat ke kampusnya"

"Padahal yang di bawah sudah kokoh tadi"

Kasihan melihat nya tersiksa oleh hasratnya, ku senangkan beliau dulu sebelum beristirahat.


***

Aku bangun pagi-pagi menyiapkan sarapan dan secangkir teh kesukaan beliau. Ku singkirkan sejenak perasaan benciku terhadap bulir-bulir gula demi memberikan sarapan terbaik untuk nya yang akan memulai kembali harinya sebagai dosen.

"Saya siap sayang" serunya menyusul ku ke dapur.

"Silahkan mas"

Beliau tersenyum menatap teh yang telah tersuguh di atas meja. Aku tahu beliau pasti mengira teh itu tanpa gula. Lalu ia mengangkat cangkir itu dan menyicipi nya dengan ragu.

"Hum! Kamu sudah tidak anti lagi dengan gula?" tanya nya

"Masih sih, tapi karena ini hari istimewa untuk kita, saya ingin memastikan mas sarapan dengan baik"

"Terima kasih sayang, jangan lupa ke dokter yah"

"Iya mas"

Setelah sarapan aku mengantarnya ke mobil, mencium punggung tangannya dan beliau membalas mengecup dahiku berkali-kali. Ku lambaikan tangan pada mobil nya yang melaju keluar dari rumah.

Aku pun bersiap-siap hendak ke rumah bidan untuk melakukan pemeriksaan.

Mengapa aku memilih ke bidan dari pada rumah saki? Karena aku sempat mencari tahu melalui internet perihal apa yang ku alami, dan beberapa artikel merujuk pada sebuah proses kehamilan. Dari pada memastikan menggunakan tespek, aku lebih memilih memeriksakan secara langsung saja ke bidan.

Aku ikut mengantri dengan beberapa ibu-ibu yang tampak nya juga ingin memeriksakan keadaan mereka.

Ada yang hamil muda, ada juga yang hamil tua. Dan semoga aku bisa merasakan ke-dua-dua nya.

Tiba giliran ku. Aku di minta mengambil air urin lalu di minta menuggu sembari buk bidan melakukan pengecekan pada sampel urin yang tadi ku berikan.

Tak lamanya aku di panggil ke hadapan beliau.

"Selamat mbak, mbak hamil" terang buk bidan membuatku terkejut sekaligus bahagia, keinginan ku dan pak Vand terwujud akan memiliki anak.

"Jadi gejala aneh yang saya rasakan itu karena pengaruh kehamilan buk?"

"Iya mbak, perubahan hormon itu kadang terjadi, dan keinginan akan sesuatu yang menurut mbak aneh itu adalah bentuk ngidam"

"Ooh,."

Sekarang aku tahu ada apa dengan perubahanku, itu semua tak lain karena sebuah janin tumbuh di perutku.

Aku kembali pulang dengan perasaan bahagia, dan pasti pak Vand pun demikian jika mendengar kabar kehamilan ku ini.

Begitu turun dari mobil tiba-tiba terbesit dalam pikiran ku akan ketidak sukaan ke-dua orang tua pak Vand padaku. Aku takut mereka juga akan menolak anak ini seperti mereka menolak ku.

Pikiran ku mulai terisi berbagai cara untuk membuka mata hati mereka agar menerima kehadiranku.

Setelah berpikir cukup lama sembari menyusun suatu rencana, aku keluar ke toko pusat kamera cctv, membeli beberapa kamera berukuran mini untuk ku pasang di teras depan, ruang tamu, ruang tengah, dan kamar pak Vand untuk mengawasi beliau. Setelah itu ku letakkan surat hasil pemeriksaan ku di atas nakas di samping tempat tidur lalu menghubungi mamah mertuaku.

Tut..
Tut..
Tut..

"Halo" suara buk Gina terdengar ketus.

"Saya pergi buk"

"Maksudnya?"

"Seperti yang ibu inginkan, saya pergi dari hidup pak Vand. Tolong hibur pak Vand selama saya pergi"

"Maksud...

Segera aku menutup sambungan telepon dan memblokir kontak pak Vand dan ke-dua orang tuanya. Lalu meninggalkan rumah memesan kamar di sebuah hotel. Ku harap apa yang ku lakukan ini tak salah meski ini mungkin menyakiti suamiku.

Ku hidupkan monitor melihat seisi rumah yang ku tinggalkan.

"Sabar yah nak, kita pasti akan bersama papah mu. Mamah harus membuat kakek dan nenekmu mengerti ikatan kami, dan menerima mamah nak" ucapku pada perutku yang ku usap.

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang