Bab 30. Bingung Bukan Kepalang

21.8K 671 1
                                    

Begitu menyalurkan perasaan, kembali kami terdiam, bingung dengan keadaan saat ini. Niat hati ingin lebih dekat berdua dengan suami ku setelah kami saling mengungkapkan perasaan, tiba-tiba rumah menjadi ramai atas kedatangan keluarganya.

"Tidak apa-apa kan mamah dan papah juga Ivanka ada di rumah?" tanya pak Vand.

"Maksud mas apa sih, mereka kan orang tua dan adik mas, yah tidak apa-apa"

"Tapi kamu jadi repot begini"

"Tidak apa-apa mas, kapan lagi saya masak untuk mertua dan adik ipar saya"

"Mau saya bantu?"

"Tidak usah, mas keluar saja kumpul bersama keluarga mas"

"Baiklah, panggil saya kalau kamu butuh sesuatu"

"Iya mas"

Meski lelah aku tetap semangat menyiapkan makan malam dari menu terbaikku. Aku ingin menunjukkan pada ke-dua orang tua pak Vand jika anak mereka makan dan beristirahat dengan baik akan kehadiranku.

"Masakan buatanmu enak sekali" puji ke-dua mertuaku. "Iya, kita serasa makan di restoran mewah" imbuh Ivanka, aku menoleh pada pak Vand yang tersenyum, menganggukkan kepala sekali seolah bangga padaku.

"Rin, kamu tidak makan nak?" tanya ayah dari pak Vand.

"Sebentar pak"

"Sudah duduk sini, kita makan sama-sama" buk Gina menarikku duduk di sampingnya. Aku menoleh pada pak Vand meminta izin beliau untuk bergabung, dan ia mengangguk pertanda iya.

Akhirnya, memasuki dua bulan pernikahan kami, ini menjadi pertama kalinya bagiku makan bersama keluarga dari suamiku.

Seusai makan malam bersama, aku dan Ivanka membersihkan dapur sembari bercerita. Setelahnya kami bergabung kembali ke ruang tengah.

"Terima kasih yah nak, kamu sudah menjamu kami dengan baik" ucap buk Gina

"Sama-sama buk"

"Kamu pasti capek kan, ya sudah kamu bisa pulang lah, lanjut besok lagi"

Aku bingung bukan kepalang. Aku tak tahu harus ke mana. Aku tak memiliki kerabat di sini, dan tak mungkin juga aku menumpang pada Rika ataupun Mini, yang ada nanti mereka bertanya-tanya dan hubunganku dengan pak Vand akan terbongkar.

Aduh, bagaimana ini?

"Saya izin dulu sama pak Vand yah buk"

"Ivand lagi mandi mungkin lama, nanti kami yang sampaikan, kamu pulang saja"

"I-iya buk"

Ku pakai sepatuku sembari berpikir aku akan kemana malam-malam begini.

Dengan langkah ragu aku berjalan kearah gerbang depan, membuka pintu dan menutupnya kembali ketika aku telah berada di luar.

"Daaah Rin..!" seru Ivanka melambaikan tangan padaku, ku balas dengan melambaikan tangan pula seraya tersenyum, padahal dalam hati aku sedih juga bingung luar biasa tak tahu harus kemana. Dompet dan ponselku berada di dalam tasku di dalam kamar.

Aku berjalan seorang diri di tengah malam, menangis meratapi nasibku sebagai istri tersembunyi. Entah sampai kapan statusku seperti ini, di sembunyikan. Dan entah kapan pak Vand akan memperkenalkan secara luas sebagai istrinya.

Berkali-kali terbesit dalam hatiku ingin meminta hal tersebut pada beliau untuk mengumumkan pernikahan kami pada semua orang, tapi aku harus menghargai keinginan nya yang takut ibunya syok nantinya akan pernikahan kami yang mendadak.

Aku harap pak Vand segera menyusulku, aku benar-benar takut berada di luar seorang diri, menumpang di depan sebuah toko yang telah tutup. Hari makin gelap tanpa cahaya rembulan membatasi jarak pandang, udara makin dingin rasanya menusuk hingga ke tulang. Ku peluk diri ini mencoba menghangatkan diri sebisaku.

"RIANA...!!!"

Panggil sebuah suara yang sangat familiar dari kejauhan sembari berlari kearah ku. Aku segera bangun dari dudukku, meninggalkan tempat menghampirinya. Kamipun bertemu dalam pelukan.

"Kamu tidak apa-apa kan?" tanya nya nampak khawatir, tak lain pak Vand.

Aku menggeleng.

"Saya harus kemana mas?"

"Tenang, ayo kita cari tempat yang aman untuk mu"

Beliau membawa ku ke sebuah hotel yang tak jauh, lalu memesan satu kamar atas namanya.

"Semoga kamu suka kamar ini" ujarnya begitu kami berada di dalam ruangan. Tapi tetap saja aku merasa tak puas. "Kenapa?" tanyanya

"Seharusnya malam ini saya tidur di kamar mas" jawabku lesu.

"Saya juga ingin kita bisa bersama malam ini. Maaf yah kamu harus menginap di hotel"

Beliau menatapku bersalah. Tapi segera aku tersenyum, tak ingin memberi beban pikiran untuknya saat seharusnya ia bahagia akan kedatangan anggota keluarganya.

"Iya tidak apa-apa. Mas menginap di sini juga kan dengan saya?"

Ia diam menundukkan pandangan. Aku paham, aku salah bertanya hal seperti itu saat ini.

"Tidak apa-apa kok jika mas harus pulang. Saya lupa orang tua mas kan ada di rumah" sergah ku segera.

"Maaf yah"

"Iya tidak apa-apa"

Di kecupnya dahiku lama sebelum kembali pulang ke rumah, dan aku menginap sendiri di kamar hotel.

Ku pikir setelah kami memiliki hubungan cinta tak ada hambatan apapun lagi untuk kami bersama. Pernikahan kami yang masih tersembunyi memberi beban pikiran bagiku.

Tiba-tiba aku teringat bagaimana besok aku berkuliah? Buku-buku, tas dan pakaianku semuanya ada di dalam kamarku. Ku putuskan menghubungi pak Vand.

"Halo Rin"

"Mas, bisa minta tolong"

"Iya, apa?"

"Buku-buku saya, ponsel, juga tas ada di dalam kamar, mas"

"Pagi-pagi sekali akan saya bawakan"

"Pakaian saya juga untuk saya kenakan ke kampus besok"

"Siap tuan putri" balasannya membuatku tersenyum. "Masih ada lagi?"

"I love you pak dosen,"

"Haha.... I love you too sayang"

Kali ini aku bisa tidur dengan nyenyak, semua kebutuhanku untuk berkuliah besok akan di bawakan olehnya.

Setelah membersihkan diri aku membuang diri ke atas tempat tidur masih dengan mengenakan jubah mandi, juga sebuah handuk di kepala.

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang