Bab 25. Diamnya Suamiku

22.4K 712 14
                                    

Aku tak menyangka kebohongan yang ku lakukan ketahuan dan tertangkap basah oleh suamiku di hari pertama bekerja.

Bak aku sebuah boneka, pak Vand menarik ku ke arah mobilnya.

"Saya minta maaf pak"

"Masuk!"

"Pak..

"MASUK!!"

Aku segera masuk kedalam mobil beliau dan pulang bersama dengan kecepatan tinggi. Aku benar-benar takut melihat kemarahan yang sangat jelas tergambar di wajahnya, hingga aku tak berani berbicara saat ini.

Begitu tiba di kediaman nya, beliau kembali menarik tangan ku turun dari mobil hingga memasuki rumah, sudah seperti menyeret ku.

"Aduh pak sakit"

"Kenapa kamu bohong sama saya Riana!!?"" bentaknya menatapku nyalang.

"Saya terpaksa pak, saya takut pak Vand tidak akan mengizinkan saya bekerja jika tahu saya bekerja di bar"

"Kalau kamu tahu saya tidak akan mengizinkan lalu kenapa kamu lakukan!!"

"Saya hanya ingin bekerja pak, pekerjaan itu baik kok"

"Di goda seperti itu kamu bilang baik!"

"Tapi saya tidak menghiraukan ucapan Pak Rain"

"Itu tidak bisa menghilangkan kebenarannya KAMU BOHONG SAMA SAYA!!"

"Tapi saya..

"BERHENTI MENJAWAB!!"

Beliau melempar kacamatanya kelantai, membuatku melonjak terkejut juga ketakutan. Aku mendekati nya, menyentuh tangannya memohon maaf, tapi beliau justru menepis tangan ku.

"Jangan sentuh saya!!"

Beliau meninggalkan aku ke kamarnya.

Aku hanya bisa menyesali kebohongan yang telah ku buat. Niat hati ingin mandiri agar tak membebani, justru aku membuat suami ku kecewa.

Ku putuskan tak mengganggunya dulu hingga beliau tenang dan mau mendengar penjelasan ku.


***

Tapi ternyata kemarahannya berlanjut hingga pagi hari. Aku benar-benar bingung bagaimana caranya meminta maaf jika beliau saja tak mau menatap ku apa lagi mendengarkan aku.

"Pak, sarapan dulu"

Perhatian ku tak beliau hiraukan, ia justru berangkat ke kampus tanpa sarapan dan tanpa mengajakku.

Meski sedih dengan sikap diamnya, aku tetap melakukan kewajibanku. Ku kemas sarapan yang telah ku buat ke-dalam kotak bekal dan akan ku berikan nanti saat di kampus sama seperti dulu.

Saat memakai sepatu, ku dapati kacamatanya tergeletak di bawah meja. Ku raih alat bantu penglihatan itu yang kini bingkainya retak, juga salah satu tangkainya patah. Melihat keadaan benda tersebut, lagi aku menyadari suamiku marah besar.

Ku tatap kacamata itu berderai air mata, aku menyesal telah berbohong padanya hingga membuat beliau bersikap dingin pada ku hingga kini.

Tak ingin berlarut-larut dalam penyesalan, aku bersiap ke kampus.

Setibanya aku tak segera ke kelas, ku putuskan menemui pak Vand terlebih dahulu guna memberinya bekal. Tapi sebelum itu ku kirim pesan untuk menanyakan posisinya.

[Pak Vand dimana?]

Setelah menunggu hampir tiga menit, tak kunjung ada balasan, padahal pesan ku telah berupa menjadi centang biru.

[Bisa ketemu sebentar?]
[Saya bawa bekal untuk pak Vand]
[Pak Vand di mana]
[Pak, sarapan dulu yah]
[Saya hanya ingin memberikan bekal saja pak]

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang