23. Bicara

532 85 7
                                    

Ghilsa tidak begitu memahami dinamika hubungan Malik dan Jash, jelas semalam dua laki-laki itu terlibat perselisihan hingga Ghilsa sulap diri keluarkan sisi keibuan. Sarapan tadi pagi-pun belum ada yang angkat suara, hanya celotehan Ghilsa yang dijawab keduanya.

Iya, keduanya hanya menyahut apa yang keluar dari mulut Ghilsa, Tidak ada komunikasi berkesinambungan diantaranya bahkan saat Ghilsa mencoba.

tapi tiba-tiba saja mereka sudah duduk di depan TV dengan masing-masing memegang stik PS. Satu ronde permainan katanya sebelum Malik antarkan Jash ke sekolah dan menghadap guru.

"Keluarga aneh," komentar Ghilsa sambil sibuk cek barang di tasnya, takut ada yang tertinggal.

"Sayang, sekalian bareng nggak?" Malik hanya melirik Ghilsa yang bolak balik entah urus apa dari sudut matanya, sisianya fokus untuk menangkan permainan bola yang Ia mainkan dengan Jash. Soal ini, Malik tidak akan mengalah.

"Ojan udah nungguin tuh di depan, nanti Koh Aheng ngamuk aku ga dateng-dateng ke agency udah dicariin dua minggu, abis itu aku langsung ke Yizhou ya? ngurus soal bride's maid" Sahut Ghilsa sambil kembali mengecek barangnya, takut tertinggal, soalnya malam ini dia pulang ke apartemen, meski kekasih bucinnya nggak akan menolak kalo Ghilsa harus minta tolong bahkan perihal ikat rambut ketinggalan pun.

"See you ya, Mas," Ghilsa menghampiri Malik, menangkup wajahnya tak peduli dengan Malik yang masih fokus pada layar TV, mengecup bibirnya cepat.

Setelahnya Ghilsa memutar langkah di belakang mereka, tak mau menghalangi pandangan mereka pada layar TV.

Ghilsa bawa tangannya menangkup pipi Jash, Ia beri sedikit tekanan agar pipi Jash yang tirus sedikit mencuat tumpah dalam tangkupannya, dan mengecup pipi anak itu.

"AAARGH! KALAH!" Jash menggerutu setelahnya.

Malik tertawa, sementara Ghilsa terkekeh. "Babay ganteng-gantengnya aku."

Jash masih mencebik, kesal karena fokusnya teralih.

"Merah banget itu Pipi, punya Papa itu!" 

Astaga Malik, bahkan dengan putra sendiripun tetap iri.

***

 Sepasang Papa dan anak itu kini berada dalam mobil yang melaju menuju sekolah Jash, tidak ada percakapan, atau belum? tapi radio menemani sunyi mereka.

"Kapan ketemu nenek?"

"Hm?" Malik yang semula fokus dengan jalanan tidak begitu menangkap kalimat Jash yang tiba-tiba memecah sunyi antara mereka.

"Gak ketemu Nenek?"

"Kamu kangen Nenek?"

"Bukan," Jash menggeleng gusar.

Malik yang tak peka dan Jash kelebihan gengsi, memang kompilasi yang cocok.

"Papa gamau kenalin Mama ke Nenek?"

Malik tidak sedang memakan apapun, atau minum apapun, namun Ia terbatuk, sedikit kejutan dan henti napas dadakan atau mungkin karena Ia tersedak ludah sendiri?

"Mama? Ghilsa maksudnya?"

"Katanya kalau panggil nama gak sopan," Jash memutar wajah menghadap jendela tak ingin wajahnya kelihatan sang Papa meski itu hanya satu sisi.

Tak berniat menggoda, takut putranya yang sudah coba turunkan gengsi menjadi malu, Malik pilih untuk tanggapi lebih serius.

"Papa harus ketemu sama Ayahnya Mama kamu dulu, gimanapun restu beliau penting, setelah itu ke Nenek," jelas Malik masih fokus dengan jalanan. 

Crazy Over You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang