34. Akhir perang

273 55 32
                                    

"Apa cita-cita mu?"

Ghilsa tarik napas panjang kemudian hembuskan seluruhnya. Matanya menangkap pantulan dirinya dari kaca besar dihadapannya.  

Pertanyaan itu, seringnya dilontarkan oleh orang dewasa pada anak-anak. 

Pertanyaan yang terkesan sederhana.

Jelas, itu karena ditunjukan pada siapa pertanyaannya. Memang apa jawaban yang diharapkan dari seorang anak tentang mimpi masa depannya?

Mereka dengan antusiasnya menyebutkan Dokter, Polisi, Astronot, Penyanyi atau apapun yang mereka senangi saat itu. 

Mereka belum tahu harga yang dibayar untuk mendapatkannya.

Dunia ini tidak gratis. Jika tidak dibayar dengan uang, setidaknya bayar dengan waktu, tenaga, atau bahkan air mata karena sedih yang dialami.

Anak-anak yang memandang dunia masih dengan sederhana itu, mungkin tak berani asal ucap jika tahu apa yang akan mereka korbankan nantinya.

tapi menjadi penyanyi tak pernah jadi cita-cita asal yang Ia sebutkan di masa kecil. Lantas kenapa Ghilsa begitu banyak berkorban?

Namun jika ditanya memang apa yang Ghilsa mau? Ia pun tidak terlalu tahu.

Apa? 

Dia tak pernah bicarakan itu pada siapapun, tentang jadi apa dia di masa depan.

Ibunya meninggalkannya disaat Ia masih memikirkan, main apa ya besok? bukan memikirkan, jadi apa ya aku esok?

Ayahnya jelas tak bisa Ia harapkan.

Usianya terlalu muda untuk memikirkan, bagaimana aku harus membayar hutang? 

Namun itu yang terjadi.

Saat tetangganya hanya mengatakan "Neng coba ikut lomba nyanyi, suara Neng bagus, hadiahnya gede Neng!"

dan semuanya berjalan tanpa pernah Ia rencanakan. 

Rasanya menyenangkan, Ia dipuja bahkan hanya untuk tawa yang kata mereka merdu.

Hidupnya mendadak mudah, apa yang Ia inginkan, Ia dapatkan.

Sayang, ternyata tak semua suka pada kebahagiaannya. Terlebih yang benar-benar berada di sekitarnya. Ayahnya tak pernah bisa jadi pelindung untuknya.

Ghilsa tak pernah punya teman, Hardin yang satu-satunya hadir, Ia pernah begitu bergantung pada Hardin, sebelum akhirnya berakhir dan Ia kembali memiliki luka lain.

Setelahnya Ghilsa banyak berkencan. Apa yang salah? usianya sudah legal! 

Namun semua mata menghakimi. Ghilsa bukan contoh gadis baik, katanya.

Memang, apa yang mengharuskan dirinya menjadi contoh gadis baik-baik?

"Halah! Murahan!"

Sial, bahkan sabun mandi Ghilsa lebih mahal dari sepatu yang dikenakan orang yang melontarkan kalimat itu.

Ia pernah dihina seluruh negri, dikatakan pelacur padahal Laki-laki bernama Bara itu yang tak mendapatkan apa yang Ia inginkan dari Ghilsa, seharusnya laki-laki itu kan yang dihina?

Ia harus vakum dari dunia hiburan, hampir dua tahun lamanya, meski tetap saja ada berita tentang dirinya yang bahkan hanya sekedar duduk di taman dekat apartemennya.

"jatuh miskin ya? duduk di taman begitu kayak gembel"

Ghilsa ingat komentar itu. 

Oh Tuhan, Ghilsa bahkan masih memiliki banyak tabungan yang bisa menyumpal mulut komentator itu dengan gepokan uang merah!

Crazy Over You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang