6. Impian yang dikubur

395 74 2
                                    

Rasanya aneh saat bersama dengan Ghilsa.

Usianya tidak bisa dikatakan muda untuk menikmati romansa layaknya remaja dengan menikmati malam di pasar malam, tapi Ia tidak menolak perempuan itu sama sekali. Ghilsa sibuk menata topi dan maskernya. Upaya dia untuk menyamarkan diri.

Malik tak memerlukan itu. Meski Ia juga cukup dikenal, tapi itu tak akan seheboh orang-orang yang mengenali Ghilsa. Mereka sampai di pasar malam yang Ghilsa maksud. Mayoritas yang tersisa di pasar malam itu kebanyakan usia dewasa baru. Mungkin anak kuliahan atau yang lulus SMA, ada juga keluarga yang sudah bersiap untuk pulang.

"Semoga masih ada gulali," Ghilsa bergumam.

Dari yang Malik tahu, usia Ghilsa sudah menginjak 28 tahun. Meski tidak terlalu terlihat karena perempuan itu masih suka memakai pakaian trendy dan tidak memperlihatkan sisi dewasanya sama sekali.

Mereka keluar dari mobil. Malik mengikuti langkah Ghilsa yang memimpin mencari gulali. Ternyata di dalam pasar masih ramai manusia, Ghilsa menggenggam tangan Malik agar laki-laki itu dia berjarak jauh dengannya.

Malik tidak menolak, membiarkan Ghilsa menuntunnya.

"Ih! Ada!" pekik Ghilsa senang. Ia melompat sedikit merayakan temuannya.

Malik tertawa pelan. Ia seperti menemani anak gadis.

Ghilsa memesan gulali pada pedagang yang tengah menggulung kapas gula pada gagang yang terbuat dari gulungan kertas.

"Berapa Pak?"

"15 ribu aja, Neng."

Sebelum Ghilsa membayar gulalinya, Malik sudah lebih dulu menyodorkan uang pecahan 20 ribu. Tidak menerima kembalian dari pedagang itu. Toh, hanya 5 ribu.

Ghilsa tersenyum senang. Ia tidak akan berbasa-basi menanyakan apakah Ia harus menggantinya atau tidak. Malik itu kaya, diam saja uang royaltinya mengalir.

"Mau kemana lagi?"

Oke. Malik adalah laki-laki yang akan menanyakan keinginan kekasihnya. Ghilsa yakin itu.

"Naik komidi putar, mau nggak?"Ghilsa menawarkan sambil memotek sedikit demi sedikit gulalinya untuk Ia makan, bodoamat tangannya lengket, daripada lipstiknya belepotan di gulali.

Malik mengangguk, kembali membiarkan Ghilsa menuntun jalannya.

Kini mereka berada dalam salah satu komidi putar. Duduk berhadapan. Ghilsa tengah mengagumi ccity light dari sudut ini, sebelumnya apartemen Rendra tidak terlalu tinggi.

Sementara Malik fokus menatap perempuan di hadapannya yang celingak-celinguk mengagumi malam dari berbagai sudut pandang.

Awalnya Ia merasa sedikit terganggu dengan kehadiran Ghilsa di hidupnya. Perempuan itu bisa tiba-tiba saja muncul di hadapannya dengan berbagai kebetulan yang makin Malik yakini bukan lagi kebetulan.

Ghilsa tidak agresif mendekatinya. Seperti perlahan tapi pasti, sampai hatinya sendiri yang merasakan eksistensi Ghilsa. Namun Ia tidak jatuh cinta dengan gadis itu. Hanya merasa terbiasa.

Sama seperti Ia bertemu dengan Hardin ataupun yang lain. Malik yakini seperti itu. Banyak hal yang berbeda dari penilaiannya terhadap Ghilsa selama ini. Well, Malik tidak bodoh dengan tidak menyadari kalau perempuan itu sedikit merubah diri untuk dekat dengan dirinya.

Ghilsa baru kembali menunjukan dirinya yang berani berpakaian minim hari ini dan itu langsung membuat Malik kelabakan.

Malik tidak bohong jika Ghilsa itu menarik.

Ghilsa juga tidak kehabisan topik, namun jika Iya, Malik tak merasa canggung meski berdiam diri dengan perempuan itu di sekitarnya.

Sudah Malik bilangkan rasanya aneh bersama Ghilsa?

Crazy Over You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang