33. What a day

259 53 14
                                    

Ghilsa bersyukur dengan kehadiran Malik yang membagi seluruh dunianya padanya. Namun semua hal selalu ada konsekuensi, Ia tidak menyangka berurusan dengan circle Malik terasa seperti menaiki wahana roller coaster.

Well, hidupnya sebelum Malik hadir,

oh bukan, bukan hadir

Hidupnya sebelum Ia menempel erat Malik, juga terasa seperti roller coaster, tapi seringnya di rel bawah yang tenggelam dalam air, hampir sesak kehilangan napas. Kali ini, bersama Malik Ia merasakan naik, turun, engap -kalau kata Hardin-.

Keterkejutan Malik atas telpon Januar kemarin menimbulkan kehebohan, dan kini mereka tengah dalam perjalanan menuju kampung halaman Widya. 

Percaya atau tidak, ini benar-benar lucu. Mobil mereka berangkat beriringan, nomor mobil Malik ditempel kertas bertuliskan 'Rombongan 3'

Malik berada dibalik kemudi, sementara di kursi belakang ada Hardin, Ruby, Rendra dan Yizhou.

Menggunaan transport umum hanya akan menimbulkan keramaian, mereka tak mau mencolok, tapi jelas Ghilsa cekikikan saat salah satu OM Juna dengan wajah tanpa dosanya menempelkan nomor rombongan ke mobil Malik adalah tindakan mencolok.

"Happy banget kamu?" Malik melirik sesaat pada Ghilsa untuk kembali fokus pada jalan tol.

Sementara Ghilsa sesekali bersenandung dengan senyum yang tak luntur melihat pada luar jendela.

"Lucu banget Mas! berasa iringan penganten," Ghilsa menyahut masih fokus dengan jalanan diluar jendela.

"Emang iringan penganten sih Sa," Hardin menyahut dari kursi belakang.

"Gue nggak pernah punya ekspektasi bakal ngerasain kayak gini, lo tau gue sendirian, hahaha," tawa Ghilsa terdengar ringan, tapi sedikit munculkan nelangsa di hati Malik. Tangan kirinya yang semula bertengger pada perseneling, meraih pucuk kepala Ghilsa untuk Ia usap sayang.

"Ini jadi hamil atau nggak ya Mba Widya?" celetuk Yizhou, setelah bungkam sebelumnya memproses keadaan.

"Nggak, anak Tuhan model Januar mana berani sih?" Hardin menyahut.

"Lah ini ngapain?" Rendra mengernyit.

"Akal-akalan Januar aja biar bisa nikah," Hardin kembali menjelaskan.

Memang, diantara mereka Hardin yang sudah sempat bicara.

"Orang gila," Malik berkomentar.

"tapi orangtuanya udah pada tau Har?" Ghilsa memutar tubuh, Ia sangat penasaran sekarang.

"Nggak, ya kalau udah halal langsung gaspol kata Januar biar beneran ada."

"Beneran Gila!" Lagi, Malik hanya bisa berkomentar.

***

Ghilsa itu sangat modern, bisa dikatakan kebarat-baratan, Ia tidak begitu menyukai pakaian yang menunjukan ciri khas budaya Indonesia. Tolong, jangan dihujat dulu, karena Ia tumbuh di lingkungan yang seperti itu, bahwa western lebih baik, lebih keren, dan lainnya.

Namun semua itu nampaknya salah.

Lihatlah bagaimana binar mata Ghilsa ketika melihat Malik yang semula-selama dalam perjalanan- memakai kaos putih oblong itu, kini berganti pakaian dengan batik lengan panjang dan rambut yang ditata rapi.

GANTENG BANGET LAKI GUA!

SEMESTA KUDU TAHU, LAKI GUE GANTENG BANGET!

"Sayang?" Malik mengernyitkan dahinya saat Ghilsa sedikit membuka mulutnya, dengan mata membola penuh binar.

Crazy Over You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang