Part 2: Bukan Erika

57 28 2
                                    

Hari ini adalah hari perpisahan Erika dengan sekolah SMA-nya. Ia tidak merasa senang akan hal tersebut. Selain merasa kehilangan teman-temannya di bangku SMA, kejadian di hari kemarin adalah penyebab dominan kenapa ia tidak merasa senang sedikit pun. Haruskah ia senang? Disaat yang lain mengejar mimpi mereka dan masuk universitas yang mereka impikan, ia malah mendapatkan denda dan menikah dengan orang yang tidak pernah ia lihat barang sekali pun.

Winda yang sedari tadi melihat ke arah Erika bingung dengan keadaannya yang agak mengkhawatirkan. Kentara sekali Erika menahan tangisnya. Tidak biasanya, Erika adalah orang yang tidak pernah menangis kecuali jika sedang menonton drama bersamanya. Winda mengernyit, semakin diperhatikan gerak-gerik Erika semakin kentara bahwa ia sangat gelisah.

"Er, semangat dong. Masa acara bahagia seperti ini lo gak bahagia? Jangan murung dong."

Erika malah semakin murung mendengar Winda berbicara seperti itu. Ia tak kuasa menahan tangisnya. Erika benar-benar tak paham dengan kondisi takdirnya sekarang. Dia juga memiliki cita-cita, menjadi dokter. Namun apakah cita-citanya bisa tercapai jika ia sudah menikah. Dengan orang di negara berbeda pula.

"Er?"

Erika menangis dan memeluk Winda. Winda yang mengerti keadaan membalas pelukan Erika tanpa berbicara sepatah katapun walau rasa penasarannya jauh meledak di banding kesabarannya. Lima menit berlalu. Akhirnya Erika bisa menahan emosinya, ia sudah berhenti menangis.

"Jadi, lo kenapa, Er?"

Satu tetes air mata mengalir ke bawah menelusuri pipinya. Tapi kali ini Erika tidak menangis lagi. Ia terlalu lelah menghadapi nasib buruknya ini.

"Ayah terkena denda, Win. Gara-gara menghilangkan satu data penting milik tamu restoran."

"Berapa dendanya?"

Erika menatap Winda penuh dengan kesedihan.

"Dua miliar."

"DUA MILIAR?"

Erika membekap mulut Winda. Suara lantang Winda mengundang banyak sekali mata menyoroti mereka. Padahal jika diingat, Erika juga sama kagetnya seperti Winda saat tahu nominal denda tersebut begitu besar.

"Gimana bayarnya, Er. Dua miliar bukan uang yang sedikit, lho."

"Korbannya minta supaya gue nikah sama anaknya."

"NIKAH?"

Sekali lagi, Erika membekap mulut Winda yang amat memalukan itu.

"Jangan berisik deh," pinta Erika agak memaksa.

"Nikah, Er? Terus lo mau?"

"Kalau ditanya mau apa enggak, siapa yang mau, Win. Lo juga gak mau, kan?"

"Tapi lo terima?" Winda tidak menghiraukan pertanyaan Erika.

"Mau tidak mau. Dua miliar bukan uang sedikit bukan?"

Mendengarnya, Winda bertepuk tangan. Ia takjub dengan pengorbanan Erika terhadap ayahnya. Namun tepukan tangan itu juga mengundang banyak pasang mata melihat kearah mereka, dan Winda menyadarinya. Bukannya malu, ia malah menyeringai dan bertepuk tangan lebih keras lagi sembari menghadap panggung, seolah ia menepuk tangani penampilan seseorang di panggung.

Dan usahanya berhasil. Tepuk tangan Winda menular hingga banyak yang bertepuk tangan bangga. Erika hanya bisa mengusap dada melihat tingkah laku teman gilanya. Namun Erika kembali meratapi kesedihan yang baru saja ia rasakan. Ia akan kehilangan Winda setelah menikah nanti.

Acara telah selesai, hingga tiba saatnya pertunjukan adik kelas mereka dimulai. Erika mencari ayahnya. Lima belas menit yang lalu ayahnya izin untuk membawa sesuatu yang tertinggal di rumah. Namun hingga sekarang ayahnya tidak kunjung datang.

Magic Talinna [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang