Part 19 : Memang Salah

8 3 1
                                    

Erika memperhatikan pulpen yang sedang bergerak sendiri. Ia menunggu jawaban kecurigaannya. Dari gerakan pulpen tersebut yang sangat lama membuat wanita itu yakin bahwa memang ada yang salah. Pulpen itu berhenti. Erika mengambil kertas itu dan membacanya dengan seksama.

"Kolestrol otak..." Erika mengerutkan keningnya.

"Antidepresan Trisilik, obat yang dapat melempuhkan ingatan."

Napas Erika tercekat saat mendapat diagnose lumpuh ingatan dari hasil cek darah Nayna. Apakah Nayna mengonsumsi obat-obatan itu? Jika iya, seperti apa masalah hingga ia tidak mau mengingatnya sama sekali.

"Statin benzodiazepine, Bu Nayna mengonsumsi obat-obatan ini setiap hari? Kenapa?"

Erika heran dengan hasil lab ini. Apa penyebab Nayna mengonsumi obat itu? Apakah ia mengalami depresi? Pertanyaan demi pertanyaan timbul di benak Erika. Namun ia yakin, dalam kasus pertamanya ini ada yang tidak beres. Erika percaya dengan hasil lab tersebut. Namun ia harus menyelidiki lebih dalam saat bertemu Nayna nanti.

Aku yakin bisa menyembuhkan Mrs. Nayna.

***

"Kenapa hari ini sangat antusias?" tanya edgar sambil menggenggam tangan Erika.

Setelah keluar dari lab ia cepat-cepat meminta Edgar mengantarnya ke rumah Nayna. Melihat hasil lab tersebut membuatnya semakin penasaran akan kondisi wanita umur empat puluh tahunan itu.

"Menurutmu Bu Nayna bagaimana orangnya?"

Pertanyaan Erika membuat Edgar berpikir. Sebenarnya Ia tidak terlalu dekat dengan dosen dua puluh bahasa itu. Namun Nayna adalah salah satu dosen favoritnya.

"Entahlah aku tidak terlalu dekat denganya."

"Seriuosly?"

edgar mengangguk mengiyakan pertanyaan Erika. Padahal Erika rasa Edgar terlihat cukup akrab dengan Nayna di banding dosen yang lainnya.

"Kau dekat dengan dosen yang mana?"

"Hm... ayahku."

Edgar tertawa. Tangannya beralih mengusap puncak kepala Erika. Suami Erika itu Nampak gemes sekali kepada wanita yang sudah menjdi istrinya. Erika tersenyum manis.

"Kau sendiri?"

"Kalau aku, ayahmu, dan Bu Nayna." Edgar mengagguk paham. Wajar saja bila Nayna dosen terfavoritnya. Toh mereka setiap hari bertemu dan mungkin cara penyampaian Nayna sangat menarik di mata Erika.

"Kita sudah sampai."

Erika kembali antusias. Ia pun membuka pintu mobil dengan cepat tanpa berpamitan dengan Edgar.

"Ekhem!"

Edgar memberi kode agar Erika paham. Menurutnya Erika boleh saja bersemangat tapi tidak boleh sampai melupakannya.

"Eh sorry," Erika kembali duduk dan meminta tangan Edgar untuk di salami.

"Nah, ini baru istriku." Edgar mengusap kepala Erika yang tengah tersenyum.

Erika pergi ke rumah Nayna. Sementara itu Edgar mengangkat telepon dari seseorang.

"Hallo, Ilario."

"Aku sudah memberitahu Tuan Rudolf, data Magic Talinna hilang."

"Bagus. Pastika dia belum pulang sebelum Erika keluar."

"Baik."

Telepon pun terputus. Acara lomba Magic Talinna sebentar lagi akan diselenggarakan. Banyak yang harus ia persiapkan, termasuk acara keluarganya. Sebuah kejutan di hari yang sama dengan lomba tersebut.

***

"Bu Nayna, ibu tahu? Aku menemukan kejanggalan perihal kesehatan ibu."

Erika mengeluarkan secarik kertas hasil penelitiannya di lab tadi pagi.

"Sebelumnya apakah ibu mengonsumsi obat tiap hari?"

Nayna menaikan alis sebelah.

"Aku? Bahkan aku tidak bisa meminum obat."

"Benarkah?" tanya Erika yang langsung di angguki oleh Nayna.

Erika merasa ada yang aneh dengan kehidupan wanita di depannya. Kalau memang benar Nayna tidak mengonsumsinya secara sengaja lalu kenapa hasil labnya menunjukan bahwa dosen bahasa itu terlalu banyak mengonsumsi obat-obatan yang membuatnya melupakan sesuatu.

"Ini ada yang aneh," ujar Erika.

"Memang bagaimana hasil labnya?"

"Ibu terlalu banyak mengonsumsi Antidepresan Trisilik, Benzodiazopin, dan statin. Obat yang sering di konsumsi orang depresi untuk menhilangkan ingatanya."

Nayna mematung setelah mendengar p enjelasan dari Erika. Sulit di percaya, mana mungkin ia menelan obat-obatan sebanyak itu. Untuk menelan satu saja ia sangat kesulitan, apalagi tiga jenis obat. Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduknya menegang.

"Kau memeriksa dimana?"

"Lab Edgar. Aku meminjamnya."

Setahu Nayna, lab milik orang-orang penting seperti Edgar, Haikal, dan suaminya tidak boleh dimasuki oleh siapapun. Erika mengamati darahnya di lab Edgar yang berarti tidak ada kesalahan dalam hasilnya.

"Apa yng kau konsumsi setiap hari?" tanya Erika.

Erika yang hanya meneliti pun merasa terkejut dengan hasilnya. Di tambah lagi fakta bahwa pasiennya ini tidak bisa mengonsumsi obat. Nayna pun sama terkejutnya. Ia berpikir apa yang setiap hari ia konsumsi yang bisa alasan kelupaannya.

"Tidak ada, mungkin hanya teh."

Nayna mengingat lagi. Teh....

"Teh, iya! Aku hanya mengonsumsi teh setiap hari."

Teh? Namun apakah bisa teh menjadi alasannya sampai mengandung tiga obat-obatan sekaligus.

"Boleh aku meminta tehnya?"

"For what?" tanya Nayna.

"Siapa tahu ada obat-obat yang terkandung didalamnya."

Walau ia tidak yakin teh mengandung tiga obat tersebut, ia tetap akan mengamatinya. Nayna pun begitu. Kali ini ia akan menaruh kepercayaan kepada Erika sepenuhnya. Erika mengeluarkan cairan biru milik Edgar sisa ia meneliti darah Nayna.

"Cairan apa itu?"

"Kau belum pernah melihatnya?"

Nayna menggeleng. Rudolf memang mempunyai banyak cairan berwarna merah. Ia belum pernah melihat yang berwarna biru sebelumnya. Erika meneteskan cairan tersebut ke the yang sudah Nayna bawa. Ia sudah menyiapkan balpoin untuk mencatat hasilnya. Pulpen tersebut menulis dengan sendirinya. Nayna tidak terkejut dengan kejadian itu. Rudolf selalu menggerakkan pulpen menggunakan kekuatan. Suaminya adalah dosen pengampu komunitas terbesar yaitu Magic Talinna jika kau lupa.

Pulpen itu berhenti dan terjatuh dengan sendirinya.Erika segera melihat hasilnya.Dan ia terkejut melihat hasilnya.

"Positif? Sulit di percaya".

Nayna terdiam seperti ingin berfikir. Hal itu tidak lepas dari pandangan nya.

"Kenapa?"

" Rudolf selalu menyuruhku meminum teh buatannya"

"Apa? Kalau begitu berarti...."

Magic Talinna [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang