Part 7 : Bukan Sihir

28 14 3
                                    

"Er, wake up! Welcome to Libya." Edgar menepuk pelan lengan Erika.

Sedangkan Erika, wanita itu masih lelap dan sepertinya enggan bangun.

"Er, bangunlah, kita sudah sampai."

"Hm?"

Edgar sedikit gembira saat tahu Erika menggeliat. Usahanya membangunkan Erika tidak sia-sia.

"Wake up please!"

"Hm? Hm ..... "

Pupus harapan Edgar membangunkan Erika. Setelah menggeliat Erika kembali tidur dan membenarkan posisinya.

Shit!

Edgar mengumpat dalam hati. Kenapa ayahnya tidak memberi tahu bahwa Erika sangat sulit dibangunkan.

"Belum bangun juga?" tanya Haikal dengan bahasa negaranya.

"Belum, Dad, Erika it's time to wake up!"

Perlahan Erika membuka mata dan ia mendapati dua orang wajah khas timur tapi berkulit khas Eropa. Apakah ia mimpi?

Bodoh! Bukan mimpi woy!

Erika bangun dengan cepat setelah sadar bahwa dia sudah melewati perjalanan yang sangat panjang.

"I'm so sorry, Sir." Erika membungkuk meminta maaf.

"You can call me, Dad. No 'Sir' ok?" Haikal tersenyum pada Erika.

"So now, can we get out of this car?" tanya Edgar yang nampaknya lelah akibat perjalanan ini.

Erika menganguguk. Ia hendak beranjak dari tempat duduknya. Namun Edgar memetik jarinya dan dengan otomatis kursi yang dikenakan Erika berjalan sendiri. 

Erika terlonjak. Matanya membulat.

"AAA!!! INI KENAPA BERGERAK SENDIRI!! TOLONGGG!!!"

Wanita itu teriak mengeluarkan seluruh suara dan tenaga nya yang tersisa. Erika semakin berontak sambil berteriak histeris.

"EDGAR!!! STOP IT!! OMAYGATTTTT!!! ABAH!! EMAKKK!!"

Erika menangis panik.

Kalau gue mati hari ini ... Ihh apaan sih! Alay deh!

Tiba-tiba kursi itu berhenti sendiri. Namun Erika belum selesai berteriak. Ia masih histeris akibat kejadian abnormal itu.

"Kenapa kursi itu bisa bergerak sendiri?" tanya Erika pada Edgar.

Edgar justru terdiam dan menyodorkan tangannya. Sepertinya Edgar meminta Erika memegang tangannya untuk turun dari kursi itu.

"Apa?" Erika masih panik. Kini setelahnya, cewek itu sedikit takut kepada Edgar.

"Pegangan, kau sudah di depan kasurmu."

Erika yang tak sadar akan hal itu kini melihat ruangannya. Ini terlalu besar untuk dihuni sendiri. Desain kamar yang terlalu mewah menurutnya membuat wanita itu takjub melihatnya.

"Lalu kamarmu?"

"Ini juga kamarku," jawab Erika dengan santai.

Kening Erika mengerut. Memang boleh tidur berduaan saja tanpa ada sanak saudara? Batinnya.

Eh? Sebentar ...

Erika menepuk dahinya pelan. Ia baru ingat bahwa Edgar adalah suaminya. Wajar saja jika mereka harus tidur berdampingan. Tapi masalahnya, apakah ia sudah siap tidur berduaan dengan lelaki yang baru ia kenali ini?

Magic Talinna [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang