"Ini gaji pertama kamu bulan ini.." Seorang pria paruh baya meletakkan amplop cokelat di atas meja kayu berbentuk bundar.
"Terimakasih juragan.."
"Terimakasih kembali, kamu sudah mengerjakan semuanya dengan baik.."
Kenanga hanya tersenyum simpul, merasa segan dan canggung setiap kali berhadapan dengan juragan Agus, orang yang sejak dulu selalu sedia membantu keluarga nya dalam keadaan sulit. Di hari minggu Kenanga mendapatkan gaji pertama, meski jumlahnya tak begitu besar namun ia tetap bersyukur seperti yang selalu Abah ajarkan.
"Kenanga? Sudah masak sarapan?" tanya seorang wanita berusia 40 tahunan, baru turun dari lantai atas, masih mengenakan daster batik dengan rambut tersanggul asal.
"Sudah Bu Sekar, semuanya ada di meja makan. Oh ya juragan, kalau begitu Kenanga permisi ke belakang ya ada pekerjaan lain.." Ucap Kenanga seraya menundukan kepala karena Bu Sekar menatap nya dengan sinis.
"Mari kang kita sarapan dulu.." Ajak Bu Sekar pada juragan setelah Kenanga pergi ke belakang.
Di ruang makan sudah ada orang lain tengah menunggu, beberapa saudara Juragan Kinanti menginap, karena anak-anak juragan mengadakan acara kumpul keluarga semalam. Satu persatu penghuni mulai mengambil nasi goreng serta lauk lain nya, Bu Sekar begitu telaten menyiapkan sepiring nasi goreng untuk juragan. Diam-diam Nauval menatap ke arah depan, berdehem pelan karena perasaan nya kurang nyaman.
"Pah, Kenanga kemana? Kok gak ikut sarapan bareng kita?" tanya Nauval basa-basi, mengalihkan perhatian dua orang di depan nya.
"Kenanga di belakang, sepertinya lagi nyuci baju. Biasanya dia sarapan di dapur, sehabis Papa sarapan, dia ga pernah berani makan duluan atau makan bareng di meja.." Jawab juragan seraya menyantap nasi goreng dengan lahap.
"Ya lagian kan Kenanga itu disini cuma babu, ngapain juga sarapan satu meja sama kita, kamu ini ada-ada saja Nauval.." Imbuh Bu Sekar.
"Tante... Meskipun Kenanga kerja disini tapi dia udah kami anggap keluarga." Ucap Intan tanpa mengalihkan pandangan, ia terus fokus menyuapi anaknya.
Di tengah suara dentingan alat makan, terdengar suara bantingan kecil di atas meja. Nauval berdiri, menarik kursi seraya menatap dingin ke arah Bu Sekar. "Aku udah sarapan nya.."
"Kamu mau kemana? Ini sarapan nya belum abis loh, dek.." Tanya Sinar, ia cemas karena tidak biasanya Nauval bersikap ketus.
"Kenapa banting gelas gitu? Bisa pelan-pelan simpan nya?" tanya juragan, menghentikan aktivitas makan nya.
"Semakin hari rumah ini semakin pengap, ingat ya Pah sampai kapan pun gak akan pernah ada yang bisa gantikan posisi Mama dirumah ini!" Sahut Nauval, meninggalkan ruang makan dalam perasaan kesal, tidak ada yang mencegah ataupun mengejar.
Juragan menghela nafas, menyudahi sarapan nya lalu minum beberapa teguk air mineral. "Papah mau ke kamar ya, kepala papah rasanya pusing.."
"Biar saya antar ya kang.." Ucap Bu Sekar, merangkul juragan dengan berani.
"Biar Intan aja yang antar Papah ke kamar, kalau tante Sekar mau istirahat juga silahkan..." Intan langsung bergerak cepat, melepaskan tangan Bu Sekar dari pundak juragan. "Ayo pah, Intan aja yang antar.."
Juragan mengangguk lemah. "Oh ya, Sinar? Nanti tolong sampaikan ke Kenanga, bereskan ruang makan nya ya, kalau ada sisa makanan jangan dibuang, kalau masih layak dimakan simpan saja di dapur, untuk sarapan tukang kebun kalau sudah datang."
"Iya pah, nanti Sinar sampaikan.." Ujar Sinar, ia masih sibuk menyuapi anaknya yang baru menginjak usia 3 tahun.
________
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Arah (SELESAI)
Художественная прозаKenanga tak pernah menyangka akan berhadapan dengan situasi sulit saat beranjak dewasa, jiwanya diserang dari berbagai sisi namun ia hanya memiliki dua arah yang terasa serba salah. Jalan manakah yang akan Kenanga pilih? jalan manakah yang akan memb...