8. Luluh

2 0 0
                                        

Kenanga menghapus sisa airmata yang masih menggenang di pelupuk mata, dengan wajah sembab ia menatap lurus ke depan setelah sekian lama menunduk seraya memeluk lutut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kenanga menghapus sisa airmata yang masih menggenang di pelupuk mata, dengan wajah sembab ia menatap lurus ke depan setelah sekian lama menunduk seraya memeluk lutut. Dilihatnya bagaskara hampir surut, menyisakan kenangan yang mungkin sebentar lagi akan dilupakan.

Gadis itu masih betah duduk di atas bangunan sederhana yang terletak di antara pohon mangga, dibangun oleh Abah Mardi ketika Kenanga masih berusia 7 tahun. Dahulu rumah pohon itu menjadi tempat Kenanga dan teman-teman nya bermain, belajar dan saling berbagi cerita menyenangkan.

Ia menunduk ke arah celah masuk, dibawah sana terhampar dedaunan kering yang menutupi ayunan dari ban bekas. Senyuman kecil terlukis di wajahnya kala mengingat momen saat ia dan Tia bermain ayunan, sedangkan Irfan, Fahmi, Indah dan Nauval membuat layang-layang.

Srakkk!!!

Suara derap langkah kaki seperti mengenai tumpukan daun membuat Kenanga syok, ia mundur lebih dalam namun netra nya masih bisa mengintip ke bawah.

"Turun! Gue tau lu ada di atas sana!" Suara itu, terdengar familiar. Kenanga membulatkan mata, pasti orang itu sengaja mengikuti karena diperintah oleh Abah, pikirnya. "Kalo gak mau turun, biar gue yang naik dan kasih tau semua orang kalo lu ada disini!"

Karena tak ingin menimbulkan masalah baru setelah kejadian tak terduga, mau tak mau Kenanga terpaksa turun, meniti tangga kecil yang terbuat dari kayu pohon kelapa.

"Ada apa kamu kesini?" tanya Kenanga dalam rasa cemas, sungguh ia tak ingin kembali ke rumah untuk saat ini.

"Buat apa lu kabur kaya gini? Percuma! Perjodohan lu sama juragan Agus udah gak bisa dibatalin, udahlah lu terima nasib aja.." Wanita muda itu berdiri tak jauh dari Kenanga, menatap seolah meremehkan. "Harusnya lu bersyukur masih ada yang mau nikahin cewek kampungan dan jelek kaya lu, pemuda kampung juga mikir dua kali karena ibu lu gak jelas ada dimana, bapak lu stroke dan lu cuma kerja jadi pemetik teh!"

Kedua mata Kenanga mulai terasa panas, suhu tubuhnya mendadak meningkat padahal suhu udara sangat dingin. "Sindi cukup!!! Gak usah bawa-bawa orangtua aku, kamu pun gak ada hak buat paksa aku soal perjodohan itu! Meskipun aku cuma gadis kampungan, tapi aku masih punya harga diri, aku menolak perjodohan itu karena aku udah terikat komitmen sama seseorang, jadi jangan asal bicara!"

Sindi cukup terhenyak mendengar ucapan Kenanga, tak biasanya gadis itu bicara dengan nada tinggi. "Komitmen? Hey bangun! Tidur lu terlalu lelap, asal lu tau... Nauval, gak akan pernah tepatin janji itu, kenapa? Karena juragan Agus dan ayah gue udah sepakat buat ngejodohin Nauval sama gue!"

Rasa sakit di hatinya kian semakin mendera, sampai Kenanga harus mengatur nafas agar emosinya tak meledak. "Nauval gak mungkin terima perjodohan kalian!"

Sindi tak pantang menyerah, ia tertawa lalu mengusap bahu Kenanga. "Sayangnya lu harus tau diri Kenanga, lu sama Nauval level nya beda jauh, sedangkan sama gue? Udah hampir setara, gue cantik, pinter, lulus sarjana juga dan sekarang gue kerja di BUMN. Dari awal gue tau lu ada hubungan spesial sama Nauval karena waktu itu gue pernah liat kalian jalan bareng sambil gandengan tangan, menuju rumah Abah, tapi..."

Dua Arah (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang