02. Harum nama yang akan selalu dikenang

3 0 0
                                    

Hari ke tujuh pasca berpulang nya juragan Kinanti ke Rahmatullah, suasana rumah duka semakin ramai 3 kali lipat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ke tujuh pasca berpulang nya juragan Kinanti ke Rahmatullah, suasana rumah duka semakin ramai 3 kali lipat. Begitu banyak tamu berdatangan, mulai dari warga desa Sukaluyu, rekan kerja keluarga Mulawarman hingga sanak saudara jauh dari luar kota. Tetangga turut membantu di dapur, memasak konsumsi yang akan dibagikan untuk pengajian di malam hari.

Termasuk Kenanga, Emak dan dua bibi nya. Bahu membahu mengerjakan pekerjaan di dapur luar, termasuk memotong bahan-bahan masakan, memasak air, ikan lauk pauk dan nasi. Suasana dapur luar di area belakang rumah begitu ramai suara orang-orang berbagi cerita, gosip serta informasi tak penting.

Kenanga hanya diam seraya mengupas kentang, sedangkan Emak yang memotong nya. Salah satu tetangga bercerita dengan riuh nya, penampilan nya paling mencolok, mengenakan listrik merah menyala, sandal wedges, tunik berpayet kristal. Tetangga yang lain hanya merespon dengan senyuman, ada juga yang tertawa, mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut sang pendongeng handal.

Keadaan semakin ramai saat sanak saudara juragan Kinanti masuk ke area dapur, memberikan intruksi kepada semua tetangga agar lebih gesit lagi dan jangan terlalu banyak mengobrol. Kenanga lagi-lagi hanya bisa terdiam seraya menyimak pembicaraan para tetangga, tentang status juragan Agus yang kini telah menyandang status duda beranak tiga.

Rahma, menantu kedua Emak turut bercerita tentang bagaimana saudari juragan Kinanti berlomba-lomba mengambil perhatian sang tuan rumah. Seolah tak ingin kalah, tetangga terheboh langsung angkat bicara, ia sesumbar jika dirinya juga baru saja bercerai dan dengan senang hati menawarkan diri untuk menjadi pengganti juragan Kinanti. Kenanga melenan ludah, mengapa orang dewasa hanya memikirkan diri sendiri tanpa melihat keadaan seperti apa, pikirnya.

Semua makanan utama dan hidangan pendamping lain selesai di jam 5 sore, sebelum adzan magrib berkumandang. Satu persatu tetangga yang membantu di dapur pulang ke rumah nya masing-masing untuk istirahat dan membersihkan diri, sebelum kembali ke rumah duka pada pukul 7 malam. Emak pulang bersama Kenanga, sedangkan dua bibi nya pulang lebih dulu sekaligus membagikan bingkisan kecil kepada tetangga lain yang tidak ikut memasak.

Dersik terdengar lirih pada detik waktu yang kian bergulir begitu cepat, menjelang acara pengajian setelah isya orang-orang mulai memadati area halaman rumah duka. Di susul oleh kedatangan 2 orang ustadz yang selama ini menyebarkan ilmu agamanya di desa Sukaluyu, bangku barisan paling belakang di isi oleh anak-anak. Karena padatnya tamu di dalam gerbang, keluarga Abah hanya bisa mengikuti acara pengajian dari area luar.

Juragan Agus membuka acara dengan suara parau, terkadang terbatuk. Dilanjutkan dengan siraman qolbu dari dua ustadz, sebelum di akhiri oleh pengajian bersama. Kenanga menengadah ke atas dengan netra berkaca-kaca, langit pun tahu bahwa semua orang tengah berduka. Tidak ada lagi kilau bintang di atas sana, yang ada hanyalah langit pekat dibalik awan mendung.

Acara pengajian usai pada pukul 8 malam, semua tamu meninggalkan rumah duka setelah mendapatkan bingkisan. Di hari terakhir, suasana menjadi sunyi seketika. Tak ada lagi riuh suara anak-anak bermain di halaman, tak ada lagi ramai ibu-ibu datang membawa beras, tak ada lagi... Kehangatan.

Dua Arah (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang