17. Akankah esok menjadi lebih baik?

0 0 0
                                    

Satu persatu pelayat meninggalkan rumah duka dengan pikiran nya masing-masing setelah melihat keributan dan perilaku kasar keluarga Wisnu, hingga hanya tersisa tiga orang tetangga terdekat yang masih bersedia membantu proses pemakaman.

Abah dan Emak duduk lemas di lantai setelah mendengar penuturan anak sulung nya, tentang bagaimana perlakuan Wisnu terhadap Indra selama ini. Keduanya masih tak habis pikir dalang dibalik musibah yang menimpa Bapak tak lain adalah anak nya sendiri, ternyata Wisnu lah penyebab Bapak mengalami muntah hebat dengan mulut berbusa, ia yang telah mencampurkan racun serangga kedalam mug yang biasa Bapak pakai untuk minum.

Meski awalnya mengelak, akhirnya Wisnu mengaku jua setelah diancam Abah akan dilaporkan ke pihak berwajib atas tindakan kriminal. Satu kata yang tak lagi dapat dipercaya keluar begitu saja dari mulut manisnya, kata "menyesal" tak cukup bagi Kenanga untuk menyembuhkan luka batin yang selama ini Bapak alami sampai harus menjalani terapi psikis.

Wisnu mengaku ia melakukan semua itu agar kakak nya lekas berpulang sehingga tak ada lagi saingan sebagai calon ahli waris karena Dani sejak dulu tidak terlalu mempermasalahkan tentang pembagian warisan, semua orang masih tak habis pikir dengan tindakan kriminal yang dilakukannya.

Hanya isak tangis yang mengisi ruangan depan, tak ada lagi obrolan atau keributan. Bapak menyembunyikan Kenanga di belakang punggung nya, Ustadz Sulaiman memilih untuk menepi ke bawah pohon kersen karena merasa segan. Desi dan Dani pun kembali ke dapur untuk melanjutkan memasak karena tetangga tak ada lagi yang mau membantu, keluarga Wisnu terdiam dengan tatapan kosong dan berembun, entah telah menyesali perbuatan nya atau tidak.

"Sindi..." Kenanga memecah keheningan dengan suara lembut nya, namun tak mengubah posisi sedikitpun karena Bapak terus menghalangi. "Aku minta maaf yang sedalam-dalamnya jika memang aku dan Bapak memiliki salah kepada kalian, aku tidak bermaksud buruk, cobalah mengerti tentang keadaan dan takdir Sin... Apalagi sekarang kamu pun sudah mendapatkan apa yang kamu mau, kamu sudah mendapatkan Nauval kan? silahkan, aku sudah ikhlas meskipun awalnya sakit sekali. Kamu sangat beruntung, punya orangtua lengkap, kamu bisa kuliah dan dapat pekerjaan mapan dengan gaji tinggi, kamu cantik dikagumi banyak pria tampan, kamu juga tak kalah cerdas dari aku.. Tapi kenapa harus seperti ini Sin? padahal aku cuma anak yang tidak jelas asal-usulnya seperti yang selalu kamu ucapkan, aku juga cuma lulusan SMA, aku cuma bekerja di perkebunan teh dengan gaji kecil, aku tidak punya rumah selain numpang di rumah Abah.." Airmata Kenanga tak dapat terbendung lagi, membasahi hijab hitam yang dikenakan nya.

Sindi memadang lurus dengan tatapan tajam, seperti ada sebongkah rasa benci yang bersarang disana.

"Sabar neng.." Bisik Bapak seraya mengusap punggung tangan putri nya.

"Sin? kalau sekiranya kehadiran aku dan Bapak membuat kamu tidak nyaman disini, aku dan Bapak siap angkat kaki dari rumah Abah meskipun kami sendiri tidak punya rumah dan tidak tahu harus tinggal dimana.. Mungkin kami akan mengontrak, setelah ini silahkan kamu datang ke rumah Abah sepuasnya tanpa harus merasa terusik dengan kehadiran kami.." Lanjut Kenanga.

"Neng apa maksudnya? kamu mau meninggalkan Abah dan Emak?" tanya Abah cemas, keputusan yang diambil cucu nya terkesan mendadak.

"Kenanga tidak akan pernah meninggalkan apalagi melupakan kalian, ini hanya demi kebaikan bersama.. Selama hidup Kenanga dan Bapak memang banyak merepotkan kalian, meskipun nanti Kenanga dan Bapak sudah tinggal di kontrakan, Kenanga akan sering mengunjungi kalian setiap libur kerja.." Jawab Kenanga lemah lembut.

Rahma mencebik kesal, memperhatikan Kenanga dari ujung rambut hingga lantai. "Pantas saja berani sekali ngontrak, ternyata selama ini kamu jadi selir juragan Sulaiman, si tua bangka, buktinya kalian kesini bersama supirnya kan? Amit-amit! "

Dua Arah (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang