"Kamu suka strawberry nya sayang?"
Wooyoung menganggukkan kepalanya. Ia terus berpikir tentang apa ia masih harus membalasnya atau tidak. Dengan semua perlakuan manis dari San padanya sekarang ini membuatnya merasa sangat nyaman.
"Apa kamu ingin sesuatu yang lain?"
Wooyoung menggelengkan kepalanya dan naik keatas pangkuan San, ia memeluknya dengan erat, menyembunyikan wajahnya diceruk leher San. Ia akan melupakannya.
Begini lebih baik, San akan bersikap manis padanya dan lagi papa nya itu juga sudah memutuskan hubungannya dengan San, sekarang hanya ada dirinya dan San disini.
"Daddy, katakan jika daddy mencintaiku."
"Ini sudah ke-lima kalinya kamu berkata seperti itu sayang, ada apa sebenarnya?"
Wooyoung mengerucutkan bibirnya. Entah kenapa ia sedikit sensitif hari ini, ada penasaran yang mengatakan jika sesuatu hal yang buruk akan terjadi padanya nanti.
"Aku hanya takut jika daddy tiba-tiba saja meninggalkanku... daddy tak akan mela–"
Ucapan Wooyoung terhenti karena suara bel rumah yang berbunyi. Ia sedikit mengerutkan dahinya, siapa yang datang kemari malam-malam, apakah Mingi.
"Tunggulah disini, aku akan melihatnya."
"Eung... jangan terlalu lama– aku takut."
San memijat pelipisnya pelan. Wooyoung, dia bersikap sangat manja, kemungkinan jika dia memang berpikir untuk melupakan balas dendamnya itu padanya.
San terkejut saat ia membuka pintunya. Ia melihat Mingi yang menopang tubuh Seonghwa disana. Ia dengan cepat menarik tangan Seonghwa dengan menopangnya.
"Katakan padaku apa yang terjadi, Mingi."
Mingi memutar bola matanya malas melihat San yang menatapnya dengan dingin disana. Sepertinya dia berpikir jika ia lah yang sudah membuat Seonghwa seperti sekarang.
"Dia tiba-tiba saja datang ke tempatku dan meminum banyak alkohol disana-"
Mingi sedikit mengintip kedalam melihat Wooyoung yang sedang duduk disana. Ia tersenyum tipis, jika saja ia bisa menginap mungkin akan lebih menyenangkan.
"Dan yang kau lihat sekarang, dia mabuk, aku membawanya kesini."
San menghela nafasnya dengan menatap Seonghwa. Tak biasanya dia mabuk seperti ini, apa yang terjadi, ini membuatnya kesal karena banyak pikiran negatif di otaknya.
"Apa kau–"
"Aku tak menyentuhnya, aku tak tertarik pada milik orang lain, kecuali dirimu San."
San mendengus kesal. Entah kenapa Mingi selalu membuat lelucon seperti itu, apa dia tak bisa melihat situasinya sekarang, dia sungguh pria yang menyebalkan baginya.
"Pergilah."
"Setidaknya ucapkan terimakasih padaku."
"Terimakasih karena sudah mengantarnya padaku sayang– kau puas? pergilah."
Mingi terkekeh pelan. Jika orang lain yang mendengarkannya, mungkin itu akan terdengar sarkas, tapi baginya itu terdengar menggemaskan jika San seperti itu padanya.
"Baiklah sayang, aku akan pergi."
"Ahh– lain kali jangan terlalu membuatku gemas sayang, bisa saja aku menculikmu."
"Selamat malam."
San menatap kepergian Mingi. Entah lah, mau berapa kalipun ia mendengar kalimat menjijikan itu dari mulut Mingi, ia tak akan pernah bisa terbiasa dengan itu semua.
Wooyoung membulatkan matanya melihat San yang menopang tubuh papa nya. Ia dengan cepat beranjak dari tempatnya, tapi ia terjatuh karena tubuhnya yang sakit.
"Kamu baik-baik saja?"
"Sakit daddy... bantu aku dad–"
"Kamu bisa berdiri sendiri bukan? aku harus membawa papa mu ke kamar."
"Tapi daddy, aku tak–"
"Jangan manja Wooyoung."
Wooyoung menatap San yang membawa papa nya pergi ke atas dan meninggalkan dirinya. Ia bahkan benar-benar tak bisa berdiri sekarang, kenapa San seperti itu.
Dan tak disangka air matanya mulai turun, dada nya terasa sakit karena San kembali bersikap dingin padanya sekarang setelah papa nya datang entah dari mana.
Ia semakin terisak mendapatkan pesan dari nomor tak dikenal. Bagaimana mungkin seseorang bisa begitu kejam padanya dan ini bukan salahnya karena mencintai San.
"Apa salahnya jika aku mencintai San dan kenapa terlihat seakan aku lah yang salah."
"Aku... hiks– aku hanya ingin dicintai..."
Wooyoung membanting ponselnya dengan kesal. Kenapa ini semua terjadi padanya, siapa yang mengirimkan pesan itu, kenapa dia berkata ia merebut kebahagiaan papa.
"Bukan aku yang salah tapi papa lah yang terlalu naif!! dia selalu membiarkan orang yang dia cintai direbut oleh orang lain!!"
"Wooyoung, kenapa kamu masih disana?"
San menatap Wooyoung yang menangis. Ia tentu mendengar semua yang dikatakan Wooyoung barusan, apa yang membuatnya tiba-tiba menjadi seperti ini.
"Daddy– hiks, sakit daddy... sakit."
"Kemarilah sayang."
Wooyoung memeluk leher San dengan erat. Perasaan takut mulai menghampirinya lagi sekarang karena papa nya yang datang kesini, apa San masih mencintai papa.
Jika papa disini, San mungkin akan kembali memperhatikan papa dan mengabaikannya seperti dulu. Papa juga akan mengetahui jika ia berbohong soal ia tak mencintai San.
"San akan meninggalkanku jika papa disini."
"Papa juga akan meninggalkanku jika papa tau aku berbohong."
"Aku takut– aku... takut."
San terkejut saat Wooyoung tiba-tiba saja pingsan didalam pelukannya. Ia menatap wajah Wooyoung yang sangat pucat. San tersenyum tipis dan mengusap wajahnya.
"Kamu ketakutan sampai pingsan seperti ini, kamu benar-benar menggemaskan sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kink : Sanwoo/Woosan
Fanfiction"Do you really love me, Daddy?" "Of course, I love you." "Kalau begitu, buktikan padaku jika kamu memang mencintaiku." "Bagaimana aku melakukannya?" "Ceraikan dia dan jadikan aku satu-satunya milikmu." - San : Dominant Wooyoung : Submissive Homophob...