Ares menggenggam tangan Rere memasuki halaman rumah orang tuanya. Beberapa mobil juga terparkir di halaman. Tania meminta mereka untuk datang ke rumah, karena keluarga besar dari mamanya itu sedang berkumpul. Seperti pasangan suami istri yang terlihat serasi. Apalagi senyum dari keduanya yang terlihat begitu cerah seperti cuaca pagi ini. Mereka langsung menghampiri nenek dan kakek Ares yang sedang duduk di sofa. “Nenek .....” Rere berlari kecil, menghampiri seorang wanita paruh baya yang berusia 71 tahun. Ia ikut duduk di samping Hana, lalu memeluknya erat. “Rere kangen sama nenek.”
“Nenek apa nggak mau tinggal sama Rere dan kak Ares?” Lanjut Rere bertanya.
Hana tertawa pelan, mengusap-usap kepala Rere dengan lembut dan memberikan kecupan hangat di dahi wanita itu. “Sudah tua begini. Nanti kalo nenek tinggal sama kamu yang ada malah nyusahin.”
“Ya enggak dong. Justru Rere malah seneng,” balas Rere dengan cepat.
“Daripada nyuruh nenek sama kakek tinggal bareng kamu terus setiap ketemu, mending buruan kasih kita cicit.” Kali ini, bukan Hana yang menjawab, melainkan Aji—kakeknya.
Hana mengangguk setuju, mendengar ucapan suaminya itu. “Bener kata kakekmu. Kita kan juga pengen liat cicit dari cucu mantu cewek satu-satunya di keluarga ini.”
“Tenang, kakek sama nenek nggak perlu takut kita nggak ngasih cicit. Bulan depan isi kok.” Jawaban Ares membuat Rere menggeleng-gelengkan kepalanya sembari tersenyum.
Hana mengusap-usap perut Rere. “Semoga Allah segera menitipkan malaikat kecil di antara kamu dan Ares.”
“Aamiin,” balas Ares dan Rere bersamaan.
“Anak mama yang paling cantik. Udah lama mama nggak liat kamu. Kangen rasanya.” Tania langsung memeluk Rere. Begitu melihat anak kesayangannya itu sedang mengobrol dengan orang tuanya.
Rere tersenyum lebar, balas memeluk Tania. “Rere juga kangen sama mama. Gimana kabarnya, ma?”
“Baik banget, mama. Apalagi setelah liat kamu,” balas Tania tersenyum. “Kemarin gimana liburannya di Swiss?”
“Seru banget. Kak Ares ngajak Rere jalan-jalan keliling Swiss.”
“Semoga abis ini ngisi ya,” ujar Tania sembari mengelus-elus perut rata Rere, membuat wanita mengangguk tersenyum.
“Serius banget ngobrolnya. Mama nggak kangen Ares, apa?” Ares ikut bersuara, mengganggu Tania dan Rere yang sedang melepas rindu.
“Kangen juga dong. Kenapa kalo libur kerja nggak ke sini, sih? Ngajak Rere juga.”
“Ares sibuk banget, ma. Apalagi kemarin habis dari Swiss,” ujar Ares menjelaskan sembari tersenyum lebar.
“Ditunggu ya. Mama pengen banget buruan gendong cucu yang lucu.”
“Tenang aja, ma. Segera terlaksana kok,” balas Ares membuat Tania semakin tersenyum lebar saat mendengarnya. Sedangkan Rere yang mendengar hanya menggelengkan kepala sembari tersipu malu. Kalimat Ares benar-benar membuat hatinya berantakan.
“Rere ... makin cantik aja.” Silvia, adik Tania itu menghampiri Rere.
“Makasih. Tante juga makin cantik,” balas Rere tersenyum. “Sania mana, tan?”
“Tuh ada, pada mainan. Mamamu bikin playground dadakan di halaman belakang.”
Biasanya, rumah besar ini sangat sepi. Bahkan penghuninya bisa dihitung ada berapa, tapi kali ini terlihat begitu ramai. Semua keluarganya benar-benar berkumpul di sini, tanpa terkecuali. “Sana, samperin bocil-bocilnya biar cepet nyusul,” ujar Silvia membuat Rere terkekeh kecil.
“Tenang aja, tan. Abis ini Rere isi kok.” Bukan Rere yang menjawab, melainkan Ares. Pria itu menjawab sembari mengusap-usap perut Rere yang rata. “Ares juga udah nggak sabar.” Lanjutnya tertawa membuat semua yang melihat tingkah Ares itu tersenyum. Bahkan mereka pun merasakannya, setelah 7 tahun Ares dan Rere menikah, mulai detik ini mereka melihat Ares begitu bahagia. Bahagia dan ketulusan yang benar-benar berasal dari hati. Tidak dibuat-buat. Apalagi dulu, jika mereka sedang berkumpul dan bertanya kapan akan memiliki momongan, Ares selalu saja menghindar atau menjawabnya dengan nada sedikit kesal.
Menanyakan perihal kapan segera memiliki anak pada Ares adalah hal yang sensitif. Namun, melihat respon Ares kali ini, membuat mereka yakin jika di hubungan Ares dan Rere mengalami peningkatan. Mereka hanya bisa berdoa dan berharap, hubungan Ares dan Rere semakin erat. Tentu saja bertahan hingga maut memisahkan.
“Punya anak cuma satu, sombongnya minta ampun.” Tio, papa Ares datang, ikut nimbrung. Perawakannya yang masih gagah, padahal usianya sudah menginjak kepala 6.
Ares dan Tio berpelukan, melepas rindu. “Coba aja kalo nggak ada acara keluarga pada kumpul di sini. Sekarang, mana di sini kamu.” Lanjutnya membuat Ares menyengir.
“Re, kalo Ares nggak ngajak kamu ke sini. Kamu aja ke sini sendiri. Emangnya papa nggak kangen anak cewek papa satu-satunya ini?” Rere tertawa pelan, lalu memeluk hangat mertuanya itu dan dibalas oleh Tio.
“Ya masa Rere ke sini sendiri, emangnya Rere nggak punya suami?” Bukan Rere yang menjawab, melainkan Ares. Pria itu menjawab dengan sewot.
“Iya, Rere punya suami. Tapi kayak nggak punya suami. Iya, kan, Re?” ujar Tio menyindir, sembari menatap Rere.
Rere yang ditanya hanya menanggapi dengan tawa mengejek, membuat semuanya ikut tertawa. “Sekarang udah lumayan kok, pa. Enggak kayak dulu,” balas Rere dengan senyum manisnya. Jika bertemu dengan Tania dan Tio, kerinduan ia dengan kedua orang tuanya langsung terobati. Mereka yang sejak dulu selalu memanjakan Rere, apalagi setelah kepergian semua keluarganya hingga tidak ada satu pun yang tersisa. Tania dan Tio selalu menjadi garda terdepan untuk Rere.
Pernah dulu, ada acara sekolah yang mengharuskan orang tuanya datang. Tetapi, karena hanya tersisa kakeknya yang saat itu juga sedang sibuk, mereka langsung menggantikannya dan datang ke sekolah Rere untuk menonton gadis itu pentas seni. Tania dan Tio sangat menyayangi Rere, mereka sudah menganggap Rere sebagai putrinya. Karena sejak dulu memang Tania ingin sekali memiliki anak perempuan, tapi hingga saat ini Tuhan baru menitipkan 1 anak padanya, yaitu Ares.
“Kalo ada papa sama mama aja, gitu kamu sama aku, Re,” ujar Ares dengan nada dibuat kecewa. “Emang ya, anak kandung serasa anak angkat.”
“Makin percaya sih, Res. Kamu ini sebenernya anak angkat yang kandung itu Rere.” Silvia menimpali candaan Ares membuat keponakannya itu cemberut.
“Nggak perlu tes dna emang udah jelas, Res,” ujar Tio menyambung. Kapan lagi membuat putranya itu kesal.
“Yuk, anak kesayangan mama. Mama udah bikinin macaroni schotel kesukaan kamu.” Tania menggandeng tangan Rere, membuat Ares yang melihat itu semakin cemberut kesal.
“Maaa! Ini Ares beneran dilupain? Jahat banget.”
“Papa cuma bisa bilang, sabar.” Tio menepuk pundak Ares pelan, tidak lupa dengan wajahnya yang terlihat mengejek. “Papa mau family time dulu, sama anak kesayangan.”
Ares yang melihat itu hanya bisa memasang wajah kesal. Apalagi dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat Rere dan kedua orang tuanya sedang menghabiskan waktu bersama di dapur. “Sabar, ya,” ujar Silvia dengan mengejek sebelum melangkah pergi. Bukan hanya orang tuanya, keluarga besarnya pun sangat menyukai dan bahkan menyayangi Rere.
*****
The Sunset is Beautiful Isn't it? Sudah tersedia sampai part 40 di KaryaKarsa dan KBM App ya!
username: thxyousomatcha
thx u!
see u, pai-paiii
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Heart (On Going)
RomanceStart: 08 September 2023 Finish: Bagaimana jika kamu menjadi pelakor untuk merebut suamimu sendiri? Pernikahan karena perjodohan tidak lagi menjadi suatu hal yang mengejutkan. Surat wasiat yang ditulis oleh Hanung membuat Ares menikahi wanita yang...