38. Tell The Truth

188 19 2
                                    

Setelah semua bukti terkumpul, hubungan Ares dan Rere juga semakin dekat. Tidak hanya karena faktor kehamilan wanita itu, tetapi dalam hal lain, Ares sudah mulai perhatian dan fokus utamanya tertuju pada Rere. Mereka tau itu. Ares sudah mulai menaruh rasa pada Rere, hanya saja pria itu terlihat masih mengelaknya. "Jadi, kapan kita akan memberitahukan semuanya pada Ares?" tanya Serena yang terlihat tidak sabar dengan misi yang sudah mereka rencanakan sejak lama.

Apalagi mencari tau tentang Raisa semakin dalam, membuat mereka semakin tau banyak kebenaran. Ditambah tentang Antonius, kekasih wanita ular itu.

"Terlihat sangat bersemangat sekali," ujar Steven saat melihat Serena yang excited.

"Tentu saja, kak Ares harus tau kebenarannya. Dia harus tau jika Raisa itu jauh dari kata baik. Mungkin itu dulu, tapi seiring berjalannya waktu wanita itu berubah. Raisa nggak lagi sama seperti saat kak Ares pertama kali kenal."

"Dan semoga saja dia segera sadar, jika ada wanita yang benar-benar tulus mencintainya." Lanjutnya sembari menatap Rere, tersenyum hangat.

"Semoga saja," balas Rere dengan gumaman.

"Oke. Kapan kita akan mengatakan ini pada Ares?" tanya Steven menatap Rere dan Serena bergantian.

"Bagaimana jika setelah ini?" balas Serena membuat mereka serentak menatap ke arahnya.

"Boleh juga. Seperti biasa, setelah dari kantor, kak Ares tidak ada agenda lagi," ujar Rere memberitahu.

Serena dan Steven mengangguk setuju. "Setelah ini saja, kita langsung ke rumahmu sembari menunggu Ares," balas Steven. Sekarang, mereka sedang berkumpul di kafe milik Steven.

"Oke. Sekarang saja, berangkat!" seru Serena yang sejak tadi selalu excited.

Mereka beranjak dari duduk, lalu langsung masuk ke dalam mobil milik Steven. "Aku seperti sopir yang sedang mengantarkan dua bidadari," ujarnya sembari bergurau. Karena posisinya, Serena berada di kursi belakang bersama dengan Rere.

Baik Rere maupun Serena, tertawa mendengarnya. "Kamu duduk aja di depan, aku nggak apa-apa sendiri."

"Kasian tuh jadi sopir pribadi kita beberapa menit ke depan." Lanjut Rere disertai tawa di akhir kalimat.

"Biarin aja. Mau jadi sopir juga dia tetep di hatiku," balas Serena menggoda membuat Steven yang mendengar, bersorak senang.

"Nikah aja yuk. Mau adat apa, sayang?" tanya Steven dengan melihat ke arah kaca spion.

"Tuh, Na. Diajak nikah. Langsung ajalah gas," ujar Rere menanggapi.

"Santai dulu nggak sih,” ujar Serena dengan senyum masam. “Takut banget loh.”

“Yang perlu diinget, Na. Nggak semua laki-laki sama,” ujar Rere.

“Tapi hampir semua laki-laki kayak gitu, Re,” balas Serena tidak mau kalah. “Tuh buktinya kak Ares juga.”

“Iya, tapi, kan kak Steven enggak, Na.”

“Betul tuh. Aku nggak kayak mereka,” sambung Steven. “Aku cukup sama 1 wanita aja, Na. Ya, kamu.”

“Makannya, tolong jangan capek buat yakinin aku ya, kak,” ujar Serena menatap ke arah Steven yang sedang fokus pada kemudi dengan tulus. “Tolong buktiin kalo masih ada laki-laki tulus di dunia ini.”

“Pasti, Na. Aku nggak akan pernah capek buat bikin kamu yakin,” balas Steven. “Aku sayangnya cuma sama kamu. Cintanya juga sama kamu. Nggak ada wanita yang bikin aku yakin sama hubungan selain kamu.”

“Kamu, satu-satunya wanita yang bikin aku berani ambil keputusan besar yaitu dengan menikah.”

Rere menatap Serena dan Steven secara bergantian. Ia tersenyum hangat, merasa bahagia. Serena memang pantas mendapatkan pria yang lebih baik lagi dari sebelumnya dan pria itu adalah Steven. Rere juga yakin, jika Steven memang tepat dan ditakdirkan untuk Serena.

Beautiful Heart (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang