42. Like A Hell

120 17 1
                                    

Sejenak Ares diam, berpikir. Ke mana Rere di tengah hujan begini karena di toko bunga pun wanita itu tidak ada. Pras juga belum mengabari, itu berarti memang Rere belum pulang. Sejak sore tadi, hujan begitu awet turun ke bumi. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. “Re ... di mana kamu?” gumamnya dengan nada yang tersirat khawatir.

Ya, meskipun Ares memperlihatkan sikap yang tidak menyukai Rere, tapi hatinya yang paling dalam ia masih peduli. Termasuk bayi yang ada di dalam kandungan wanita itu. Tidak lama setelah itu, terlintas di pikiran Ares jika Rere sedang berada di makam keluarganya. Tanpa banyak bicara, Ares langsung masuk ke dalam mobil dan menuju ke sana.

Saat sudah sampai pun, Ares terlihat tergesa-gesa. Saat akan memasuki area makam, seorang wanita yang sejak tadi ia cari pun memperlihatkan dirinya. Rere, wanita itu terlihat berantakan, wajahnya yang pucat, bajunya yang masih basah dan tubuhnya yang terlihat menggigil. Tanpa banyak bicara, Ares langsung menghampiri Rere dan melihat wanita itu mendongak membuat mata mereka saling bertautan. “Kak Ares—”

Tanpa aba-aba Ares meraih pergelangan tangan Rere dan menariknya dengan kasar membuat wanita itu berjalan mengikuti langkah Ares yang terburu-buru. Sesampainya di parkiran, Ares menghempaskan tubuh Rere dengan kasar, membuat tubuh wanita itu terhuyung hingga membentur mobil. “Sakit,” gumam Rere merintih.

“BISAKAH TETAP BERDIAM DIRI DI RUMAH? KAMU MEMUAKKAN, RE!” Ares membentak, membuat Rere yang mendengarnya terkejut. Berbeda dari sebelumnya, kali ini Ares membentak dengan suara lantangnya.

“Kak, bisakah tidak membentak? Aku cukup dengar apa yang akan kak Ares katakan,” ujar Rere dengan pelan sembari menatap Ares dengan sendu. Merasa kecewa, benar-benar menyakiti hatinya.

“Aku tidak perlu untuk bersikap lembut kepadamu atas semua yang sudah kamu lakukan." Ares maju selangkah, menatap Rere tajam. Tanpa ada rasa kasihan, pria itu terus meninggi suaranya. Bahkan tanpa rasa bersalah sedikit pun, Ares mencengkeram lengan Rere dan meremasnya kasar.

“Lepaskan, kak. Ini menyakitiku.” Rere meringis, apalagi ia memakai dress bermodelkan tanpa lengan. Sehingga kulit mereka yang saling bersentuhan. “Kumohon, maafkan aku.” Lanjutnya dengan air mata yang sudah mengalir, menatap Ares penuh permohonan.

“Aku tau, kak Ares memang tidak pernah menyukaiku. Bahkan mungkin kak Ares sangat membenciku. Aku meminta maaf dengan tulus untuk semuanya.”

“Tapi, apa yang kak Ares liat di foto itu bukanlah aku.” Lanjut Raisa, ia berhenti sejenak menarik napasnya dalam dan menghembuskann perlahan sebelum melanjutkan. Tetap menatap manik mata Ares, tanpa mengalihkannya sedikit pun. “Jika memang sejak dulu sampai detik ini kehadiranku tidak pernah sekalipun membuat kak Ares bahagia, maka ceraikan aku saja.”

“Kak Ares bisa bersama wanita yang kakak cintai.” Lanjutnya di akhiri senyuman tulus. Meskipun nada suara dan sorot matanya tidak bisa berbohong. “Bahkan jika aku tidak mengandung, aku tidak segan-segan untuk mengakhiri hidupku, kak.”

Suara itu, terdengar putus asa. Batin Ares benar-benar merasa bersalah.

“Berhenti memiliki pikiran konyol seperti itu, Re.” Kali ini, Ares merendahkan suaranya.

Rere masih tersenyum. “Ah, kak Ares sempat mengusulkan untuk aku menggugurkannya, kan? Aku juga tidak masalah jika harus pergi bersama dengannya.”

“Karena dengan begitu, kak Ares akan bahagia dan aku tidak akan merasa sakit lagi. Adil, bukan?”

Entah untuk yang ke berapa kalinya, Rere menyerah dengan semuanya.

💐

Tidak ada lagi wajah ceria Rere, senyum indahnya, perhatian, dan sikap hangatnya. Apalagi tatapan bahagia wanita itu. Semuanya sirna setelah kejadian malam itu, di mana Ares menemukannya sedang berada di makam keluarganya.

Bahkan, Rere juga sudah tidak lagi menyiapkan sarapan, makan malam dan semua keperluan yang selalu Ares butuhkan. Karena percuma, jika dirinya masih melakukannya, Ares akan selalu menolaknya mentah-mentah. Daripada Rere harus mendengar kalimat-kalimat yang menyakitinya lagi sampai waktu yang entah sampai kapan, lebih baik ia berhenti saja.

Ya, termasuk dalam berhenti berjuang untuk mendapatkan Ares. Merebut pria itu dari wanitanya, Raisa.

Rere sadar, sejak dulu bahkan hingga sekarang ia sudah kalah. Karena tidak akan mungkin berhasil, merebut Ares dari Raisa. Semua hanya mimpi dan angan-angan yang tidak akan pernah tercapai.

Rere kembali meminum susunya. Ya, ia tetap harus memberikan nutrisi pada bayi yang ada di kandungannya meskipun pikirannya sedang kalut seperti benang kusut sekali pun. Sebenarnya meskipun sudah tidak berharap, Rere masih penasaran apa jenis kelamin bayinya, lalu akan mirip siapa dia. Dirinya atau Ares. Lalu, bagaimana jika mirip Ares, apakah pria itu akan tetap menolak dengan segala alasannya atau justru malah sebaliknya?

Sungguh, Rere tidak pernah melakukan hal sekotor dan semenjijikkan itu.

💐

“Bagaimana Ares, nak?” Tio, pria paruh baya itu datang ke toko bunga untuk melihat anak mantu kesayangannya.

Rere tersenyum hangat, memperlihatkan jika hubungan mereka baik-baik saja, tapi Tio tidak bisa dibohongi. “Papa tau, nak. Ares sudah bersikap dingin denganmu, kan?”

“Papa juga tau, pria bodoh itu tidak mau mengakui cucuku ini. Raisa benar-benar telah mencuci otaknya.”

Rere hanya diam, ia juga tidak tau harus bagaimana menjelaskannya. Karena pada kenyataannya, Tio sudah tau semua tanpa Rere jelaskan.

“Papa akan cari cara untuk menyadarkan anak bodoh itu.”

“Tidak perlu, Pa. Biarkan kak Ares menyadarinya sendiri,” balas Rere dengan cepat. Ya, ia ingin Ares belajar dari semua perbuatan yang telah pria itu lakukan. Biarkan Ares menyadarinya secara perlahan. Rere percaya, Ares sedang merasakan dilema yang melanda hatinya. Rere juga tidak memungkiri, akan sulit memang jika berada di posisi Ares. Antara wanita yang ia cintai selama bertahun-tahun atau wanita yang sudah menikah dengannya dan hidup bersamanya selama 7 tahun ini. Entah mana yang harus pria itu percaya.

“Tapi baik kamu maupun papa tidak tau kapan Ares akan menyadari semua kesalahannya, nak.”

“Papa benar, tapi Rere akan menunggu dan bertahan selama Rere kuat.”

Tio mengangguk, menghargai keputusan anak mantunya itu. “Jika memang sudah tidak kuat, bilang saja sama papa ya.”

“Tentu, pa.”

💐

“Aku tidak tau, siapa yang bodoh di sini?” Steven. Pria itu langsung masuk ke ruangan Ares tanpa permisi. “Astaga, Res. Sadarlah, aku dan Serena tidak mungkin mengada-ngada!”

Ares yang sedang merebahkan diri di sofa tentu saja terkejut dengan kedatangan Steven yang tiba-tiba. Apalagi suara pria itu yang terdengar lantang. “Kamu akan menyesalinya.” Lanjut Steven setelah duduk berhadapan dengan Ares.

“Aku benar-benar akan menjadikan Rere istri keduaku, jika kamu menyakitinya terus-menerus, Res.”

“Sebenarnya apa yang mau kamu katakan?” tanya Ares dengan santai. “Aku tidak mengerti.”

“Jelaskan dengan jelas, tidak perlu bertele-tele.”

Steven menggelengkan kepalanya tidak menyangka dengan respon Ares yang seolah sudah tidak peduli. Steven tertawa ringan. “Aku yakin, kamu mengerti apa maksudku. Tapi, mungkin memang Tuhan sudah mencabut hati nuranimu itu. Sampai-sampai mana yang benar dan salah saja kamu tidak bisa membedakannya.”

“It's okay, tapi kuharap kamu segera sadar sebelum menyesalinya.”















***

meskipun bab sebelumnya vote belom sampe target, tapi gapapa karena "update suka-suka" jadi enggak kayak sebelumnya yang update satu minggu sekali.

btw, kisah Ares dan Rere sudah lengkap dan tersedia versi e-book (google play store bagian buku) ketik aja thxyousomatcha
dan tersedia versi pdf untuk pembelian bisa hubungi nomor berikut » 089667748603

selain 2 tersebut juga ada di KaryaKarsa sudah lengkap + ekstra part » thxyousomatcha

semoga suka
c u next chapter 👋🏻

Beautiful Heart (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang