45. Antara Hidup dan Mati

95 17 3
                                    

“Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan istri dan bayi yang ada di dalam kandungan. Namun, kami tidak bisa berjanji karena kecil kemungkinan untuk keduanya selamat.” Dokter Shinta menjelaskan dengan jelas dan berat hati. “Pak Ares jangan berhenti untuk berdoa. Semoga ada keajaiban dan Tuhan menyelamatkan keduanya. Kami akan berusaha untuk itu.”

Setelah itu pintu ruang operasi tertutup. Ares menatap getir ke arah tangannya yang berlumur darah. Sebelum masuk ke dalam ruang operasi, Ares sempat bertemu dengan Rere yang sudah tidak sadarkan diri dengan dressnya yang berlumur darah. Apalagi Rere mengalami pendarahan yang hebat dari kandungannya. Dokter Shinta juga sudah mengatakan jika Rere membutuhkan beberapa kantong darah golongan AB.

“Re, bertahanlah ... sungguh, aku ingin memperbaiki semuanya.” Tubuhnya bergetar, pria itu tidak bisa menahan isak tangisnya. Ini lebih menyakitkan daripada melihat pengkhianatan yang dilakukan oleh Raisa.

Apakah ini yang dirasakan Rere selama hidup bersamanya? Hanya ada kesedihan dan rasa sakit. “Rere akan baik-baik saja, nak.” Tiana langsung memeluk Ares. Memberikan kekuatan putranya itu yang terlihat rapuh.

Sedangkan Tio sibuk pada ponselnya. Pria paruh baya itu terlihat serius berbicara dengan seseorang yang berada di telepon.

“Rere, Ma ... Ares sangat bersalah padanya. Rere pasti selamat, kan?” Melihat Ares yang terus meneteskan air mata kesedihan dan penyesalan membuat Tiana ikut merasakan sesak di dadanya dan tidak kuasa membendung air matanya.

“Pasti, nak. Rere dan bayi kalian, pasti selamat dan baik-baik saja.”

Ares menganggukkan kepalanya. “Iya, mereka pasti kuat ya, Ma. Mereka juga tidak mungkin meninggalkan Ares.”

“Iya, sayang. Sekarang gantilah terlebih dulu pakaianmu. Setelah itu kembalilah.” Mendengar penuturan ibunya membuat Ares sontak langsung menggeleng. Ia tidak mau meninggalkan Rere sedetik pun. Lagipula, kita tidak tau apa yang akan terjadi 1 atau 2 menit ke depan, kan?

“Pakaian dan tanganmu berlumur darah. Kamu tidak mungkin akan menemui Rere dan bayi kalian dengan keadaan yang berantakan seperti ini.” Kali ini bukan Tiana yang bersuara, melainkan Tio. Pria paruh baya itu sudah selesai dengan urusannya. Kini, fokus utamanya kembali pada Ares, Rere dan cucunya yang sedang berjuang di dalam sana.

“Jangan menolak. Lagipula jarak dari posisimu ke kamar mandi tidak sampai sepuluh langkah.” Lanjut Tio sembari menunjuk dengan dagunya ke arah toilet yang memang memiliki jarak dekat dengan posisi mereka.

Kali ini, Ares tidak membantah. Ia memilih untuk menuruti perintah papanya dan segera bergegas membersihkan diri secepat mungkin.

🌸

“Kamu yang merencanakan semua ini, honey?” tanya Antonius pada Raisa yang sedang menikmati champagne-nya.

Raisa tau ke mana arah pembicaraan Antonius, tanpa rasa bersalahnya ia mengangguk ringan. “Sepertinya tanpa kujawab, kamu sudah mengetahuinya.”

Terdengar hembusan napas kasar dari Antonius. Pria itu mengusap wajahnya. “Mencelakai Rere ataupun bayinya, itu tidak ada dalam rencana, honey.”

Mengedikkan bahunya tak acuh, Raisa menoleh ke arah Antonius menatapnya sembari tersenyum. “Memang, tapi kurasa aku memang perlu melakukannya.”

“Setelah mendengar kabar jika Rere dan bayinya sedang berjuang antara hidup dan mati, membuatku merasa senang,” jawabnya tanpa rasa bersalah. “Entah nanti pada akhirnya mereka hidup atau sebaliknya, aku tetap tidak akan merasa bersalah. Justru aku merasa lega.”

“Sepertinya aku sudah gila.” Lanjutnya disertai tawa yang berderai.

Antonius menggelengkan kepalanya merasa tidak habis pikir dengan perbuatan Raisa yang telah terjadi. Ke mana hati nurani wanita itu? Sekarang seperti bukan Raisa yang ia kenal.

“Kamu tau? Sekarang memang aku sudah sepenuhnya mencintaimu. Tidak ada lagi Ares di hidupku, tapi pengkhianatan yang dilakukan pria itu beberapa tahun yang lalu melukaiku. Tentu aku tidak terima.”

Ya, Antonius tau yang dimaksud oleh Raisa. Perihal Ares yang mengkhianati cintanya, membuat Raisa kecewa dan berniat ingin membalas dendam. Lalu Antonius yang memang sudah lama masuk ke dalam kehidupannya, mengenal wanita itu jauh sebelum dia bertemu dengan Ares—menggunakan kesempatan itu untuk membuat Raisa melupakan Ares dan mulai mencintainya.

Saat Antonius hendak menanggapi kalimat Raisa, suara bell terdengar membuatnya beranjak. Saat pintu sudah terbuka, ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat sahabat Rere yaitu Serena dan seorang pria entah siapa itu Antonius tidak kenal berdiri di depan pintu dengan mimik wajah yang tidak bersahabat. “Di mana jalang itu?” tanya Serena dengan nada tidak bersahabat terdengar tajam, begitu melihat Antonius.

Karena tidak kunjung mendapat jawaban dari Antonius, Serena menerobos masuk tanpa permisi dan berteriak dengan lantang. “RAISA! DI MANA KAMU!”

Lalu matanya bertemu dengan mata milik Raisa yang sedang duduk bersantai di sofa sembari menikmati champagne-nya. Wajahnya yang terlihat tidak berdosa dan merasa bersalah membuat Serena semakin naik pitam melihatnya. “Dasar jalang!” Serena langsung menjambak rambut Raisa, menariknya dengan kasar hingga wanita itu beranjak dari tempat duduknya.

“Dasar gila, lepaskan. Sialan!” Raisa berusaha melepaskan tangan Serena yang menarik rambutnya. 

Melepaskannya dengan kasar, Serena menatap Raisa tajam. Begitupula dengan Raisa yang balas menatapnya tidak kalah tajam. “Kamu menjijikkan,” ujar Serena dengan sinis. “Bagaimana bisa melakukan hal sekotor ini pada seseorang yang dia sendiri pun tidak pernah melakukan kesalahan padamu!”

Raisa terkekeh, menatap Serena datar. “Dia memang tidak bersalah, tapi perbuatan Areslah yang membuatku harus melakukannya.”

“Jika memang Ares telah menyakitimu, seharusnya dia yang kamu bunuh. Bukan Rere,” balas Serena. “Aku benar-benar tidak akan mengampunimu jika suatu hal buruk terjadi pada Rere dan keponakanku, jalang sialan.”

Bagi Raisa, semua perkataan dan ancaman-ancaman yang dilontarkan oleh Serena tidak mempan untuknya. Jika memang ia harus bertanggung jawab atas semua perbuatan yang telah diperbuat, setidaknya ia menjalaninya dengan tenang. Ah, lagipula orang tuanya cukup kaya. Bukankah di negara ini, semua masalah akan terselesaikan dengan uang? Batinnya terkekeh.

“Setidaknya jika aku dihukum. Aku akan menjalaninya dengan tenang,” balas Raisa dengan tenang. Tidak ada rasa bersalah sedikit pun di sana dan itu benar-benar membuat Serena semakin marah.

“Jalang sialan!” Serena tanpa aba-aba menampar pipi Raisa hingga membuat wanita itu terhuyung dan dengan sigap Antonius menahannya.

Raisa meringis, merasakan perih dan panas yang menjalar di wajahnya. Lalu menatap Serena sengit. “Kurang ajar!” Saat Raisa hendak membalas perbuatan Serena, Steven dengan sigap berdiri di depan kekasihnya itu melindungi. Hingga tamparan keras mengenai wajah tampannya.

Aish, kasar sekali wanita tidak tau diri ini,” gumam Steven mengusap pipinya.

“Menyingkir dan jangan lindungi kekasihmu itu!” ujar Raisa marah.

Steven menaikkan sebelah alis sembari berkacak pinggang. “Siapa kamu menyuruhku?”

“Sebentar lagi polisi akan segera datang, nikmatilah champagne-mu itu. Sebelum kamu akan mendekam di penjara dalam waktu yang tidak ditentukan.” Lanjut Steven dengan nada mengejek, itu membuat Raisa menggeram.

Sungguh, Raisa tidak takut dengan itu. Ia tau orang tuanya pasti akan menolongnya.

“Ah, dan untuk orang tuamu ya? Tidak perlu dipikirkan, kali ini tentu mereka tidak akan menolong putri kesayangannya ini. Paman Tio sudah mengurus semuanya dan melakukan sebuah perjanjian dengan Ayahmu dan perusahaannya hampir bangkrut itu.” Sambung Serena. Tentu mendengar kalimat itu membuat Raisa yang awalnya berani kini menjadi ciut. Entah benar atau tidak apa yang Serena katakan, tidak tau kenapa ia merasa firasatnya buruk kali ini.

Beautiful Heart (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang