10. Happiness

1.3K 131 2
                                    

Sejak tadi, Rere terus saja melamun. Saat Ares menyentuhnya, gadis itu dengan cepat menangkis tangannya. Sepertinya, kejadian yang dialaminya malam itu sangat berdampak besar pada psikis Rere. Tentu saja gadis itu trauma. Mengalami pelecehan seksual adalah hal yang tidak diinginkan oleh semua wanita di dunia.

“Makanlah sedikit saja, Re. Kamu bahkan belum makan sejak kemarin dan hanya meminum susu saja.” Entah sudah berapa kali Ares membujuk Rere, tapi tetap diabaikan gadis itu. Sampai detik ini pun, tidak ada yang mengetahui kejadian yang menimpa Rere. Tapi, Ares sudah membereskan semuanya. Pria-pria brengsek itu sudah diurus oleh pihak berwajib, lagipula mudah baginya untuk membereskan hal ini dan tidak memberi ampun pada mereka.

Bahkan kemarin, Serena sempat kemari. Tapi untung saja, Ares sudah berpesan pada pak Prapto dan juga orang-orang yang bekerja di rumahnya. Jika ada yang bertanya soal Rere atau ingin menemui istrinya itu, untuk mengatakan pada mereka jika Rere sedang pergi bersama Ares beberapa pekan ke luar negeri urusan pekerjaan.

Ares tidak berhenti membujuk Rere, ia lebih mendekat ke arah istrinya itu. Kedua tangannya mengusap pipi Rere yang basah. “Everything will be okay, Re. Aku ada di sini, bersamamu.”

Ares memeluk Rere erat, meskipun istrinya itu terus saja memberontak. “Sst, tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu, Re.”

“Kak ... aku bahkan merasa jijik dan kotor dengan diriku sendiri,” gumam Rere dengan suaranya yang bergetar. Gadis itu terisak, menahan rasa sakit di dadanya.

“Berhenti menyebut dirimu kotor dan jangan lagi merasa jijik, Re. Kamu tidak seperti itu,” balas Ares dengan tegas. “Tidak apa, menangislah sampai merasa lelah dan lega.”

Setelah Ares mengatakan itu, Rere yang tadinya menangis tanpa suara kini tidak lagi. Ia terisak kencang, meluapkan semua emosi di hatinya. “K-kak terima kasih karena sudah datang tepat waktu, aku tidak bisa membayangkan jika saja kak Ares .....” Belum sempat Rere melanjutkan kalimatnya, Ares sudah terlebih dulu mengecup bibir Rere untuk membungkamnya.

Hanya kecupan lama. Tidak lebih. Lalu setelah itu, Ares menjauhkan tubuhnya dan menatap Rere dengan hangat. “Berhenti memikirkan hal-hal yang tidak terjadi, Re. Sekarang kamu sudah aman denganku.”

“Aku pun bahkan tidak bisa membayangkan jika telat sedikit saja menemukanmu.” Lanjut Ares. “Sekarang, perlahan untuk mulai sembuh ya. Ada aku, tidak perlu takut dan merasa tidak aman, Re.”

“Atau perlu aku mencarikan psikiater?” tanya Ares hati-hati.

Rere menggeleng pelan, menolak. “Tidak perlu, kak.” Sikap Ares yang sangat hangat sejak kejadian itu juga membuat Rere menjadi sedikit lebih baik, meskipun potongan-potongan kejadian malam itu belum bisa hilang sepenuhnya dan masih saja menghantuinya. “Kak Ares .....”

“Iya, Re?” tanya Ares sembari menyuapi makan pada istrinya itu.

“Bisakah malam ini menemaniku tidur?” tanya Rere dengan takut.

Ares tersenyum, mengangguk. “Tentu, Re. Aku akan menemanimu. Sekarang habiskan makananmu terlebih dulu.”

“Besok aku ingin ke toko bunga,” ujar Rere di sela-sela makannya.

“Jangan dulu, Re. Kamu belum sepenuhnya pulih,” balas Ares.

“Tapi aku sudah mulai merasa bosan, kak.”

“Tidak, Re. Aku tidak akan membiarkanmu ke toko dalam waktu dekat.”

“Kak ... plis.”

“Denganku.”

“Kamu sudah meninggalkan pekerjaan kantor terlalu lama, kak. Tidak perlu sampai seperti ini.”

“Denganku atau tidak sama sekali, Re.”

“Lalu bagaimana pekerjaanmu, kak?”

“Aku bisa membawanya ke toko. Lagipula sejak kemarin, meskipun aku berada di rumah, aku tetap bekerja,” ujar Ares menjelaskan. “Jika kamu lupa, aku adalah bosnya, Re.”

“Oke, baiklah. Terserah kak Ares yang terpenting aku ingin pergi ke butik,” ujar Rere. “Butik dan bunga adalah terapiku.”

Ares tersenyum. Apa pun untuk gadis kecilnya. Ia akan mencoba untuk mulai menurutinya. Meskipun sejak dulu begitu, karena Ares selalu membebaskan Rere. Tetapi bedanya, Ares lebih ingin memberikan perhatian dengan sebisa mungkin meluangkan waktu dan memenuhi keinginan-keinginan Rere. “Ada lagi yang kamu inginkan?”

“Saat ini tidak ada lagi, hanya ke toko bunga saja,” ujar Rere. “Apakah pertanyaan itu akan berlaku selamanya?”

“Tentu. Kapan saja kamu menginginkan sesuatu, mulailah untuk mengatakannya padaku,” balas Ares membuat Rere tersenyum lebar. Tubuhnya seketika terasa hangat karena perlakuan Ares yang tiba-tiba saja berubah lebih hangat dan perhatian dari sebelum-sebelumnya.

“Terima kasih, kak!” ujar Rere masih dengan senyuman lebarnya. “Flowers therapy. Ah, aku tidak sabar ke toko bunga dan mencium aroma-aromanya yang menyejukkan.”

“Kamu ingin aku membuat rumah kaca di halaman belakang?” tanya Ares tiba-tiba. Entah kenapa, ide itu tiba-tiba saja muncul di kepalanya.

“Wah, aku sangat menginginkan itu sejak kecil karena film barbie,” balas Rere dengan mata berbinarnya. “Apakah aku bisa memilikinya?”

“Tentu. Besok akan mulai diproses.”

“Terima kasih! Kamu benar-benar yang terbaik, kak!” Saking bahagianya, Rere sampai memeluk Ares dengan erat hingga membuat pria itu terdiam. Bahkan tidak menyangka, respon Rere yang begitu antusias dan bahagia.

Merasa salah telah melakukan sesuatu, Rere segera melepaskan pelukannya. Menatap Ares canggung. “Maaf, aku hanya merasa sangat bahagia.”

“Tidak masalah.”

Tidak terasa, hari mulai gelap. Rere dan Ares bersiap untuk tidur. Tanpa banyak kata juga, Ares berbaring di samping Rere. Lalu mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur. Namun, sejak tadi Rere terus saja bergerak gelisah dan itu membuat Ares yang tadinya akan memejamkan menjadi mengurungkan niatnya. “Kenapa, Re? Tidak bisa tidur?”

Mendengar suara Ares membuat Rere berbalik untuk menatap suaminya itu. “Aku hanya merasa tidak nyaman tidur dengan pencahayaan yang remang-remang seperti ini.”

Ares diam, ia tau betul Rere lebih menyukai keadaan seperti ini. Tetapi, kenapa sekarang tidak? Apakah efek dari kejadian malam itu membuatnya lebih menyukai pencahayaan yang cerah?” Batin Ares bertanya.

Tanpa membalas kalimat Rere, Ares memilih untuk mendekatkan dirinya ke arah istrinya itu. Lalu menarik tubuh Rere dan membawanya ke dalam dekapannya. “Setidaknya seperti ini lebih baik, kan? Kamu tidak takut lagi?”

Rere yang masih merasa terkejut dengan sikap Ares yang tiba-tiba dan sangat tidak terduga, hanya mampu menanggapinya dengan anggukan kepala. Dalam hati, ia membenarkan kalimat Ares. Begini memang lebih terasa nyaman dan aman baginya. Apalagi aroma tubuh Ares begitu membuatnya tenang.

Ah, bisakah ia berharap jika ini bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama? Jika bisa selamanya. Rere sangat ingin Ares bersikap seperti ini, meskipun nanti keadaannya sudah jauh lebih membaik. Jika tidak bisa maka, Rere akan menahannya dengan berbagai cara agar Ares tetap seperti ini. Membuat Ares menatap ke arahnya, melihatnya sebagai seorang wanita dan melupakan Raisa si cinta pertama pria itu bahkan hingga detik ini adalah PR-nya.










***

Btw, The Sunset Is Beautiful Isn't It? sudah tersedia sampai part 19 di KaryaKarsa dan KBM App.

Jadi, di sana kisah Ares dan Rere akan di-update lebih awal daripada di wattpad ya. Untuk jadwal updatenya mulai bulan Agustus di wattpad, satu minggu 1 kali. Sedangkan di KaryaKarsa dan KBM App satu minggu bisa 2 atau 3 kali update.

Begitu ya. Yang uda penasaran sama kisah Ares dan Rere bisa langsung cusss ke KaryaKarsa dan KBM App-ku. Usernamenya » thxyousomatcha

17 September 2023

Beautiful Heart (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang