Rere bertemu dengan Serena. Seperti yang ia katakan beberapa hari yang lalu untuk membuat jadwal mereka bertemu. Di sinilah mereka berada, sebuah kafe cantik milik sahabat Ares, Kevin. Ah, siapa sangka jika ternyata Serena dan Steven sedang menjalani masa pendekatan. Rere juga sudah menceritakan semua kejadian yang ia alami saat berada di Swiss pada Serena dan juga Steven.
“Setelah mendengar ceritamu, dugaanku tentang Raisa semakin kuat, Re.” Steven membuka suaranya, setelah Rere selesai bercerita. “Aku sudah mengenal Raisa sejak lama. Awalnya memang dia itu wanita baik, tapi setelah kamu dan Ares menikah, dia semakin berubah.”
“Aku tidak menyalahkan pernikahan kalian. Justru aku sangat bersyukur jika Ares bersamamu daripada bersama dengan Raisa. Apalagi belum lama ini, aku beberapa kali memergoki Raisa berjalan dengan sahabatnya, Antonius.” Lanjut Steven. “Mungkin jika mendengar dari ceritaku, itu akan terdengar biasa saja. Tetapi menariknya, mereka terlihat mesra. Bahkan Antonius secara terang-terangan juga beberapa kali mengecup bibir Raisa dengan singkat.”
“Apakah ada persahabatan seperti itu? Kupikir ada cerita di antara mereka.”
“Aku juga pernah mengatakan hal ketidaknyamananku pada Raisa dan beberapa hal yang menurutku terasa janggal pada Ares, tapi pria itu malah mengabaikan. Dia hanya berkata, tidak mungkin Raisa begini dan begitu. Mungkin saja itu hanya perasaanmu.” Baik Rere maupun Serena, mereka mendengarkan dengan seksama. Tidak ada di antara mereka yang memotong pembicaraan Steven. Mendadak saja, ini menjadi forum kecil yang sedang membahas suatu hal serius.
“Dapat disimpulkan dari cerita kalian berdua, itu berarti Raisa memang wanita ular.” Setelah lama diam dan lebih fokus mendengarkan, akhirnya Serena membuka suaranya. “Feelingku tentangnya memang tidak salah. Raisa itu jahat dan licik. Aku membencinya.”
“Bagaimana hubunganmu dengan Ares? Apakah tidak secanggung dulu?” tanya Steven. “Karena aku merasa, akhir-akhir ini Ares terlihat lebih bahagia dari biasanya.”
Mendengar ucapan Steven, tentu membuat Rere bersemu malu. Sedangkan Serena menatap sahabatnya itu menggoda. “Kamu tau, hubungan mereka bisa dibilang sudah mengalami peningkatan yang pesat.”
“Really?” tanya Steven antusias. “Aku sangat senang mendengarnya. Kuharap kamu tidak lelah untuk berusaha merebut Ares dari Raisa.”
“Iya, kak. Terima kasih,” ujar Rere tersenyum. “Aku merasa bahagia, kak Ares tidak sekaku dulu. Dia mulai membiasakan dirinya dengan keberadaanku dalam tanda kutip.”
“Ah, aku paham. Justru itu sangat bagus. Buat dia untuk semakin bergantung padamu, hingga dia menyadari jika kamu sangat penting di dalam hidupmu,” ujar Steven. “Aku mengenal Ares dengan baik. Dia itu, tipikal pria yang jika sudah mencintai dan menemukan yang tepat, maka akan benar-benar tulus.”
“Aku ingat, sebelum bertemu dengan Raisa. Ini adalah cinta monyetnya Ares. Sejak sd kelas lima, ada gadis yang dia taksir sampai-sampai saat lulus Ares mengikutinya di mana gadis itu masuk smp.” Steven kembali bercerita, kali ini ia mengenang masa-masa kecilnya bersama Ares. “sampai mereka kelas tiga pun, Ares masih menyukainya. Padahal bisa dibilang, banyak gadis yang masih cantik darinya. Ares juga bisa memilih siapa saja gadis yang diinginkan, tapi sayangnya dia bukan laki-laki yang seperti itu.”
“Hingga lulus sma pun, Ares masih tidak bisa melupakan sampai akhirnya bertemu dengan Raisa.”
“Kak Ares tidak mencoba untuk menyatakan perasaannya pada gadis itu?”
“Ares terlalu malu dan takut, Re.” Steven terkekeh di akhir kalimatnya. “Saat dengan Raisa pun, dia baru berani untuk mengatakannya setelah mereka lulus sma, kan?”
Rere mengangguk, karena sedikit tau tentang kisah Ares dan Raisa. “Ah, iya. Kak Steven benar.”
“Lalu mengenai Raisa, kamu tenang saja, Re. Aku sedang mengumpulkan banyak bukti tentang Raisa untuk meyakinkan Ares,” sambung Steven. “Dan aku dibantu olehnya.” Lanjutnya lalu menoleh ke arah Serena, tersenyum hangat.
“Astaga, aku sampai lupa karena membicarakan Raisa,” ujar Rere lalu menatap Serena dan Steven bergantian. “Jadi, sejak kapan kalian memulai pendekatan?”
“Sejak satu bulan yang lalu, saat kamu dan Ares mulai berlibur di Swiss,” jawab Steven membuat Rere mengangguk paham.
“Oh, seperti itu. Kapan akan meresmikan hubungan kalian?”
“Sebenarnya dia sudah beberapa kali mengajakku serius. Hanya saja, aku yang belum siap, Re.” Kali ini, Serena yang menjawab. Steven tersenyum maklum, mengusap bahu Serena lembut.
Sedangkan Rere mengangguk, ia tersenyum hangat. “Tidak masalah, Na. Yang terpenting kak Steven sabar menunggumu.”
“Tentu saja aku sabar, Re. Aku sudah menunggu momen ini sejak lama.”
“Woah, sebuah informasi baru jika ternyata kak Steven sudah menaksir Serena sejak lama?” tanya Rere tersenyum lebar.
Steven mengangguk, masih dengan senyum menawannya. “Maybe, since two years ago.”
“Keren, kak. Dan kamu menyembunyikannya perasaanmu selama itu.”
“Dua tahun tidak seberapa, Re. Masih ada orang yang menahan perasaannya lebih dariku,” balas Steven menatap Rere penuh arti. “Kamu misalnya.”
“Eh?”
“Tidak perlu pura-pura, Re. Semua orang bisa menilai dengan hanya melihat matamu saja. Jika kamu sangat mencintai kak Ares,” ujar Serena menyambung. “Kak Ares saja yang tidak peka terhadapmu.”
Rere terdiam. Semudah itukan orang membaca perasaannya? Tetapi kenapa hal ini tidak berlaku pada kak Ares? Apa karena pria itu sudah sangat-sangat mencintai Raisa?
💐
“Sayang, bolehkah aku membeli ini?”
Saat ini, Raisa dan Ares sedang berjalan-jalan di salah satu mall. Lebih tepatnya, Ares menemani Raisa berbelanja. Hal ini terjadi karena Ares sudah pergi berlibur dengan Rere di Swiss begitu lama.
Ares mengangguk cepat, menuruti semua keinginan Raisa. “Boleh. Ambil saja yang kamu inginkan.”
Tubuhnya sudah terasa sangat lelah, Ares ingin pulang dan segera istirahat. Apalagi dasinya itu terasa mencekik lehernya. Sudah 2 jam lebih, mereka berkeliling, masuk ke toko satu, lalu toko yang lainnya. Itu pun Raisa belum merasa puas. “Sayang, menurutmu dari dua ini, mana yang bagus?” tanya Raisa memperlihatkan sebuah 2 tas branded dengan model yang berbeda, tetapi memiliki warna yang sama.
Ares melihat sekilas, lalu menunjuk tas yang berada di tangan kanan Raisa. “Ah, tapi menurutku yang ini lebih bagus,” ujar Raisa pada tas yang berada di tangan kirinya.
Ares mendengus. “Langsung pilih saja yang kamu inginkan tanpa perlu bertanya padaku, Sa.”
Mendengar perkataan Ares, sontak membuat Raisa segera menatap kekasihnya itu. Wajahnya tertekuk, cemberut. “Tumben memanggil namaku? Sudah bosan denganku, ya?”
Memang benar, mungkin ini pertama kalinya Ares memanggil Raisa dengan namanya? Ah, atau mungkin pernah itu pun bisa dihitung dengan jari selama mereka menjalani hubungan. “Maaf ... aku benar-benar lelah dan ingin segera beristirahat, sayang.”
“Baiklah, ini yang terakhir. Setelah itu kita pulang.” Raisa tersenyum lebar, lalu setelah itu berjalan menuju kasir. Tidak lupa, Ares mengeluarkan kartunya.
Bagi Raisa, Ares memang menjadi kartu atm berjalannya. Dengan Ares, semua keinginannya pasti terpenuhi. Sejak dulu, bahkan hingga detik ini tidak pernah Ares tidak menurutinya. Entah Ares yang terlalu mencintai Raisa hingga membutakan dirinya sendiri atau terlalu banyak uang yang dimilikinya sehingga bingung bagaimana cara untuk menghabiskannya.
INFO
Halooo, gais
Update sekalian mau kasih info, ketemu Ares Rere nanti awal Maret karena aku mau KKN dulu. Takutnya susah sinyal dan nggak bisa update.Tapi nanti kalo ada sinyal, jadwalnya update aku akan update.
Yang penasaran sama kisah mereka, di aplikasi KBM dan KaryaKarsa sudah sampai part 38 ya!See u, pai-paiii olllll
![](https://img.wattpad.com/cover/215400536-288-k529872.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Heart (On Going)
RomanceStart: 08 September 2023 Finish: Bagaimana jika kamu menjadi pelakor untuk merebut suamimu sendiri? Pernikahan karena perjodohan tidak lagi menjadi suatu hal yang mengejutkan. Surat wasiat yang ditulis oleh Hanung membuat Ares menikahi wanita yang...