06. Rasa Tak Biasa

302 34 2
                                    


~•~

"Mau sampai kapan, Jo?"

Pertanyaan itu lagi.

Jonathan hanya bisa menghela nafasnya berat, memilih sibuk dengan list pendaftaran anggota ekskul modern dance baru yang kini ada di tangannya. Namun sang penanya tidak mau kalah, ia duduk di sebelah Jonathan dan melanjutkan pembicaraan-yang ia tahu Jonathan benci arahnya.

"Jonathan, dua tahun itu nggak singkat loh. Katanya takut kalau kesempatan itu di sia-siakan lagi, tapi apa? Sampai sekarang kamu masih stuck disini, gak bergerak sama sekali." Katrina, gadis cantik sejuta pesona itu tidak akan berhenti menyerang Jonathan-sahabat yang sudah ia anggap seperti adik sendiri, dengan pertanyaan yang sama setiap harinya.

Kali ini Jonathan sedikit terusik, lelaki dengan rahang tegas itu mengalihkan atensinya dari kertas-kertas kusam yang sebenarnya tidak ia baca. Mata tajam dengan iris legam itu menatap Katrina dengan hampa, seolah apa yang akan dirinya perbuat saja dia tidak tahu arahnya.

Helaan nafas panjang kembali terdengar, wajah tampan itu nampak lebih lesu dari sebelumnya.

"Kadang ada sesuatu di luar kendali yang rasanya mudah, tapi pas di lakuin nyatanya susah buat di gapai, Kat. Bukan takut, melainkan tau kalau ujungnya bakal sia-sia. Dua tahun memang nggak sebentar, tapi banyak resiko dan konsekuensi yang harus di pertimbangkan sebelum aku beneran mantap untuk bergerak."

"Kalau selalu memikirkan resiko, kapan terealisasinya, Jo?" Jonathan terdiam, mendengar kata-kata Katrina yang satu ini.

"Bukannya kita hidup udah ada resiko ya? Bahkan kita bernafas aja ada resiko, Jo." Katrina merangkul pundak lelaki jangkung di sebelahnya dengan hangat.

"Jo, semua hal di dunia ini memiliki resiko dan konsekuensi. Tinggal kamu memantapkan pilihan di hidup yang sebentar ini, mau mempertaruhkan resiko atau justru selalu lari dari resiko, dengan dalih mau berfikir lebih matang?"

"Ini udah dua tahun aja gak ada realisasinya, kalo mikir aja selama itu, kapan jadinya?"

Sebuah pukulan telak yang menyakitkan dari Katrina, namun tidak meninggalkan luka fisik, melainkan menimbulkan pikiran yang berisik dari kepala Jonathan.

Ya yang Katrina katakan memang benar, pada akhirnya dia selalu berdalih, padahal nyatanya dia hanya takut pada resiko dan konsekuensi yang ada.

"Gue ragu," Jonathan menunduk.

"Kegagalan bukan sesuatu mudah yang bisa gue terima,"

"Jonathan, di coba aja belum kan? Gue kan janji mau bantu,"

Sebuah percakapan kecil dua sejoli yang sudah saling mengenal sejak masih kecil, tumbuh menjadi dua insan dewasa yang saling melindungi satu sama lain.

Persahabatan indah yang di lukis dunia remaja, penuh keraguan dan kehampaan jiwa yang labil. Jonathan dan Katrina, entah rahasia apa yang keduanya miliki di balik sana.

~•~

Sore sepulang sekolah merupakan hari dimana seleksi tahap satu untuk penerimaan anggota ekskul moderen dance yang baru di laksanakan, lapangan indoor kini sudah terisi oleh pada panitia ekskul dan juga calon anggota baru.

Kini Geovan duduk di salah satu kursi tribun menunggu giliran menunjukan bakat dancenya.

Sejujurnya, jiwa kompetitif Geovan kini sedang membara. Lelaki dengan mata bulat dan rambut kecoklatan itu terpacu oleh kata-kata Jonathan malam itu, tentang ekskul dance yang hanya memilih anggota yang berkualitas dan memiliki bakat. Maka baiklah, Geovan berlatih semalaman untuk menghafalkan koreografi free style yang akan ia bawakan untuk seleksi hari ini.

Dear Jo - JeongvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang