16. Beginning for us

198 29 3
                                    

•••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••••


Terkadang ekspektasi sering kali mengkhianati realita yang terjadi. Seperti yang Geovan alami kini. Perutnya sudah kosong minta diisi, tubuhnya perlu asupan gizi untuk sekedar menahan kantuk agar tetap terjaga mengikuti pelajaran. Tapi, setelah sampai di kantin bersama Jonathan, ekspektasi Geovan dipatahkan oleh realita sialan yang buatnya kesal setengah mati.

Kantin penuh sesak, bukan main, puluhan meja yang tersusun dari ujung kanan sampai ujung kiri, bahkan bangku-bangku tambahan yang sengaja disusun agar para siswa tidak kekurangan telah penuh diisi. Apakah hari ini semua orang kelaparan? Apakah hari ini semua merasakan perut mendadak keroncongan juga seperti Geovan? Sungguh tidak habis pikir.

“Duduk di atas gerobak bakso aja kali ya.” Ide Geovan yang sudah kehilangan harapan karena ingin menikmati semangkuk bangko pedas, untuk kembalikan semangat belajar.

Tawa kecil keluar dari bibir Jonathan melihat bagaimana ekspresi lelaki dengan rambut kecoklatan itu, tangannya bergerak mengacak lembut rambut sang empu. “Makan yang lain aja kalo gitu.”

“Tapi mau bakso..” Geovan sedikit merengek.

“Penuh Geo,”

“Makan yang lain pun tempatnya tetap penuh, kak. Sama aja.” Rasanya Geovan mau mengamuk, perutnya benar-benar lapar dan kalau tidak diisi bisa datangkan kantuk pada mata pelajaran selanjutnya.

Rasanya lelaki dengan mata bulat khas anak anjing itu ingin mengumpati pejabat sekolah yang membuat aturan tidak boleh membawa makanan ke dalam kelas karena takut mengotori fasilitas kelas, tapi sial, mereka tidak menyiapkan fasilitas kantin yang memadai untuk menampung seluruh siswa kelaparan.

“Mau ngamuk.” Geo bersungguh-sungguh ciptakan tawa gemas Jonathan yang begitu renyah, namun justru pancing amarah Geovan untuk dilimpahkan pada lelaki itu.

“Apa sih ketawa terus dari tadi? Muka gue kaya badut kah?” ucapnya dengan wajah ditekuk.

“Santai dong, kok jadi marah ke gue juga?” Jonathan menyentil pelan dahi yang lebih muda dengan gemas. Wajah itu sangat menggemaskan, dan tambah menggemaskan saat mengomel seperti sekarang.

“Gimana mau santai kalo lagi laper?!”

“Iya paham, ini kalo makan bakso gak ada tempat terus antri parah. Nasi goreng aja mau gak?” Tawar Jonathan. “Gue pesen super pedas, tambah minum.”

Ada secercah harapan di wajah Geovan. “Mau, tapi makannya dimana?” Ia melihat sekeliling. “Masih penuh.”

Lelaki yang lebih muda kembali merasakan usapan lembut di kelapanya dari Jonathan. “Kita makan di tempat anak-anak kelas gue bolos biasanya. Mau?”

“Emang boleh?”

“Boleh dong, kan sama gue.”

Anggukan singkat dan senyum singkat menyatakan persetujuan. Geovan benar-benar lapar, dan butuh amunisi agar tidak mengantuk. Tidak ada salahnya mengikuti saran Jonathan, meski konsekuensinya dia tidak bisa makan bakso seperti yang diinginkan.

Dear Jo - JeongvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang