18. Fall to heart

224 21 1
                                    


••••


Angin berhembus menerpa wajah yang semula tenang, langit berubah jingga temaram kala sinar sang surya hampir tenggelam. Geovan sedikit terusik ketika dingin mulai memeluk, bahunya terasa lebih berat dan sedikit pegal akibat beban tertahan di sana. Manik mata kecoklatan itu perlahan terbuka, disambut senja yang perlahan tiba.

Mengusap halus mata saat ia sedang mengumpulkan jiwa yang melayang, dalam hatinya berpikir bahwa semua tentang ia dan Jonathan barusan: menjadi kekasih, lalu berciuman hanya khayalan. Sampai pekat kecoklatan miliknya melirik pada beban di pundak, sosok lelaki lebih tinggi itu kini sedang bernapas teratur dengan kepala bersandar nyaman di bahunya.

Senyuman perlahan tertarik, hiasi wajahnya yang begitu manis. Hangat menjalar di pipi, menimbulkan rona merah kontras dengan kulitnya yang putih. Bayangan yang semula semu tertarik kembali pada ingatan, bagaimana hangat ranum mereka saling menyapa seiring dengan status yang kini mengikat keduanya. Hangat, nyaman, Geovan seolah kecanduan terhadap apapun jika itu berhubungan dengan Jonathan—kekasihnya, lelaki yang berhasil meruntuhkan segala ragu dan meluluhkan hatinya. Lelakinya.

Ada ragu, malu serta perasaan berkecamuk dalam hati. Geovan mati-matian menahan gejolak yang menyerang dadanya sendiri, beranikan diri mengusap lembut helai legam milik Jonathan. Napas lelaki itu masih tenang, tentram tanpa beban. Wajahnya damai, tetap tegas dan tajam bahkan saat ia terlelap. Lelaki itu terlihat sangat nyaman, dalam dekap hangat Geovan.

“Ganteng banget,” gumam Geovan perlahan. “Makasih udah dateng Kak, makasih udah bergerak, makasih udah jujur tentang semuanya. Gue bersyukur, hati gue akhirnya punya pelabuhan pertamanya. Gue sayang banget, banget sama lo, Kak.” Ucapnya tulus dari dalam hati.

Ia lega, kini merasa telah jelas arahnya. Ragu perlahan sirna, terganti hangat yang mereka ciptakan berdua. Asal itu Jonathan, maka Geovan akan menyukai semuanya. Semua tentang lelaki itu adalah candu, semua tentang Jonathan adalah kebahagiaan bagi Geovan. Bahkan terkunci di rooftop sekolah sampai petang hampir menjelang bukan ancaman, selama ada Jonathan maka ia akan merasa aman.

Angin senja kembali berhembus, cukup kencang dan menusuk. Geovan sedikit meringis, dia memang tidak terlalu kuat akan udara dingin. Pergerakan itu membuat Jonathan sedikit terusik dalam lelapnya, lelaki dengan rahang tegas itu perlahan terjaga dan menatap kearah Geovan yang kini kedinginan.

“Dingin, Ge?” Dijawab hanya dengan anggukan singkat.

Lelaki dengan iris legam yang tajam itu menatapnya penuh kehangatan, tanpa banyak perkataan ia melepas seragam putih miliknya. Geovan hanya memerhatikan, bagaimana tubuh tegap dihadapannya kini hanya tinggal dibalut kaos hitam tanpa lengan. Seragam Jonathan kini tersampir di bahu Geovan, tidak banyak menolong namun cukup menutupi tubuhnya yang benar-benar kedinginan.

“Semoga sedikit bikin hangat.” Ucap Jonathan singkat.

Sudah Geovan katakan setiap pergerakan lelaki itu buatnya menghangat, semua tentang Jonathan membuatnya nyaman. Tapi, kalau begini dia memang hangat, namun bukankah Jonathan yang akan kedinginan?

“Lo gak kedinginan, Kak?”

“Dingin,” Senyuman menghiasi rahang tegas itu, sampai ia semakin mendekat dan lengan kekar Jonathan melingkar erat di pinggangnya. “Tapi gapapa, peluk gini aja bikin gue hangat kok.”

Suara tawa kecil mengisi kekosongan di rooftop yang didominasi keheningan, langit semakin gulita ketika surya menenggelamkan sinarnya. Sepi, dan senyap. Biarkan setiap detik terlewati untuk berbagi hangat.

Dear Jo - JeongvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang